Zodiak, Sudah Fiktif, Syirik Lagi

Date:

Zodiak sebenanya berasal dari kata Yunani, Zodiak yang artinya binatang. Konon, orang Yunani kuno, suka meneliti benda angkasa luar, termasuk bintang-bintang. Ternyata sebuah bintang itu jika dihubungkan menjadi rangkaian bintang (disebut rasi bintang) bisa membentuk gambar seperti binatang.

Hampir semakna dengan zodiak, yaitu horoskop, ia didefenisikan sebagi peta langit yang menunjukkan posisi relatif  matahari, bulan dan planet-planet, serta lambang zodiak pada suatu waktu dan tempat. Langit digambarakan sebagai lingkaran yang terbagi mejadi 12  irisan, tiap irisan menandakan beberapa sisi kehidupan seorang manusia, seperti kekayaan, kesehatan, dan perjodohan.

BINTANG…PENGATUR NASIB?
Allah Subhaanahu wa Ta’ala adalah satu-satunya Zat yang menciptakan & mengatur segala apa-apa yang ada di alam semesta ini, dan tidak ada saham sedikit pun dari makhluk-Nya termasuk bintang dan benda-benda lainnya untuk ikut-ikutan tahu hal yang gaib. Bintang-bintang itu adalah makhluk yang tunduk kepada Allah  dan tidak memiliki suatu urusan apa pun. Ia tidak menunjukkan kesengsaraan, kebahagian, kematian dan kehidupan.

Meyakini bahwa bintang-bintang mempunyai pengaruh dan dialah yang berbuat, dengan kata lain bahwa bintang-bintanglah yang menciptakan kejadian-kejadian  dan akibat-akibat yang terjadi, maka ini termasuk syirik besar. Karena barangsiapa yang meyakini bahwa ada pencipta selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala maka ini termasuk orang yang musyrik.

Zaid bin Khalid berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengimami kami dalam shalat subuh di Hudabiyah setelah semalamnya turun hujan. Ketika kami selasai shalat, beliau menghadap kepada orang-orang lantas bersabda, yang artinya, “Tahukah kalian apa yang difirmankan Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Dia berfirman, “Pagi ini, di antara hamba-hamba-Ku, ada yang beriman dan ada pula yang kafir. Adapun yang mengatakan, “Telah turun hujan kepada kita berkat karunia dan rahmat Tuhan”, maka dia beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Sedangkan yang mengatakan, “Telah turun hujan kepada kita karena bintang ini, atau bintang itu,” maka dia telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang.” (HR. Bukhârî dan Muslim).

ISLAM MENYIKAPI RAMALAN BINTANG
Menjadikan bintang-bintang sebagai sebab, bahwa denganyalah dia mengetahui perkara gaib, lalu ia berdalil dengan gerakan-gerakan perpindahan serta perubahan-perubahan bintang tersebut bahwa akan terjadi begini dan begitu, karena bintang itulah yang menyebabkan begini dan begitu, seperti perkataan, “Orang tersebut kehidupannya akan sengsara karena ia lahir pada bintang tersebut,” maka berarti ia telah menjadikan wasilah untuk mempelajari ilmu perbintangan untuk mengukur dan mengetahui hal yang gaib. Dan orang seperti itu telah kufur dan keluar dari Islam. Karena Allah Subhaanahu wa Ta’ala telah berfirman yang artinya, “Katakanlah, tidak ada seorang pun yang mengetahui hal yang gaib di langit dan di bumi kecuali Allah.” (QS. An-Naml: 65).
Jadi barang siapa yang mengaku mengetaui perkara gaib berarti telah mendustakan Al-Qur’an.

Adapun orang-orang yang sengaja mendatangi para tukang ramal dan paranormal untuk menanyakan hal-hal gaib kepada mereka, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memberikan ancaman keras bagi mereka dengan sabdanya, “Barang siapa yang mendatangi tukang ramal  dan menanyakan sesuatu kepadanya, maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari.” (HR. Muslim).

Ini adalah sanksi bagi orang yang sekadar bertanya kepada dukun dan tukang ramal tanpa mempercayai ucapannya. Adapun orang yang bertanya dan meyakini kebenaran ucapan dukun dan tukang ramal tersebut, maka hukumnya adalah kafir. Berdasarkan sabda Rasulullah  Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Barang siapa mendatangi paranormal dan membenarkan ucapan-ucapanya, maka dia telah kufur dengan apa-apa yang telah diturunkan kepada Muhammad  Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Hadits hasan, diriwayatkan di dalam kitab-kitab Sunnah dari Abu Hurairah, dan lafazh ini bagi Ibnu Mâjah).
Hukumnya jelas kafir sebab ia telah membenarkan dan meyakini ucapan dukun dan tukang ramal tersebut tentang perkara gaib. Padahal Allah telah berfirman, yang artinya, “(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang gaib, maka ia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya.” (QS. Al-Jin: 26-27).

Sedangkan dukun dan paranormal bukan seorang rasul, melainkan seorang pendusta dan pembohong besar. Mereka ini berhak menerima hukuman berat yang membuat mereka—dan orang-orang sejenis mereka—kapok untuk berdusta dan bermanipulasi.
Para penggemar zodiak, bisa jadi akan berkilah, “Sayakan hanya membaca ramalan bintang/zodiak ini di majalah, bukan mendatangi dan bertanya kepada dukun.”
Sesungguhnya kata ‘mendatangi’ dan ‘menayakan’ hanya contoh semata. Toh, kalau dirunut, ramalan bintang di majalah dan koran atau pun di media-media lainnya juga dibuat oleh paranormal, dan seorang yang akan membaca ramalan tersebut, di lubuk hatinya juga akan bertanya-tanya, “Bagaimana nasibku saat ini?”

SYUBHAT MEREKA
Beberapa orang jahil berkata, “Kami mendatangi tukang sihir dan mereka mengabarkan kepada kami berita-berita nyata (benar-benar terjadi).”

TANGGAPAN
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menjawab syubhat mereka dalam sebuah hadits dari Aisyah, ia berkata, “Beberapa orang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang dukun, beliau menjawab, “Mereka tidak memiliki sandaran apa pun.” Mereka berkata, “Ya, Rasulullah! Mereka menceritakan kepada kami tentang sesuatu yang ternyata benar-benar terjadi.” Rasulullah  bersabda, “Itu adalah kalimat hak (perintah dan ketetapan Allah Subhaanahu wa Ta’ala) yang dicuri oleh bangsa jin kemudian mereka membisikkan ke telinga pengikutnya (dukun, paranormal dan sejenisnya) kemudian mereka mencampuradukkannya dengan seratus kebohongan.” (HR. Bukhârî).

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhârî dari Abû Hurairah  Radhiyallahu ‘Anhu  bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, artinya,
“Apabila Allah menetapkan perintah di langit, para malaikat mengepakkan sayap-sayapnya karena patuh kepada firman-Nya, seakan-akan firman yang (didengar) itu seperti gemerincing rantai besi (yang ditarik) di atas batu rata. Hal itu memekakkan mereka (hingga mereka jatuh pingsan karena takut). Maka jika dihilangkan rasa takut dari hati mereka, mereka berkata, “Apakah yang difirmankan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab, “(Perkataan) yang benar. Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” Ketika itulah (syetan-syetan) penyadap berita (wahyu) mendengarnya. Keadaan penyadap berita itu seperti ini: Sebagian mereka di atas sebagian yang lain—digambarkan sufyan (perawi hadits-red.) dengan telapak tangannya dengan direnggangkan dan dibuka jari jemarinya—maka ketika penyadap berita (yang di atas) mendengar kalimat (firman) itu, disampaikanlah kepada yang di bawahnya, kemudian sampai ke mulut tukang sihir dan demikian seterusnya. Akan tetapi kadang-kadang setan penyampai berita itu terkena syihab (meteor) sebelum sempat menyampaikan kalimat (firman) tersebut. Dan kadangkala sudah sempat menyampaikan beritanya sebelum terkena syihab; lalu dengan salah satu kalimat yang didengarnya itulah tukang sihir atau tukang ramal datang dengan seratus macam kebohongan. Mereka (yang mendatangi tukang sihir dan tukang ramal) mengatakan, “Bukankah kita telah diberitahukan bahwa pada hari ini akan terjadi anu (dan itu benar terjadi)?” Sehingga dipercayalah tukang sihir dan tukang ramal tersebut karena yang telah didengarnya dari langit.”  (HR. Bukhârî).

Salah satu pelajaran yang dapat dipetik dari hadist di atas adalah bahwasanya dukun dan tukang ramal terkadang benar, tetapi kedustaannya jauh lebih banyak. Juga menunjukkan bahwa jiwa manusia cenderung lebih muda tergoda untuk menerima kebatilan. Misalnya sekali dukun terbukti benar maka dia akan terpengaruh untuk selalu memegang satu kebenaran yang pernah terbukti ada pada dukun, sementara ia tidak akan menganggap adanya sekian banyak kedustaan yang dilakukan para dukun.
Lalu apakah fungsi dan peranan bintang-bintang tersebut? Al-Bukhârî meriwayatkan dalam Shahihnya bahwa Qatâdah, seorang tabi’in mengatakan, “Allah Subhaanahu wa Ta’ala menciptakan bintang-bintang ini untuk tiga hikmah:
1.    Sebagai hiasan langit.
2.    Sebagai pelempar setan.
3.    Sebagai tanda-tanda penunjuk arah.
Karena itu, barangsiapa yang dalam masalah ini berpendapat selain (ketiga) hal tersebut, maka dia telah salah dan menyia-nyiakan nasibnya serta membebani diri dengan hal yang di luar batas pengetahuannya.”

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Ustadz Yusran Anshar Sebut Dakwah dan Tarbiyah Adalah Jihad yang Utama Sekarang

MAKASSAR, wahdah.or.id - Ketua Dewan Syariah Wahdah Islamiyah Ustaz...

Hadiri Mukernas XVI Wahdah Islamiyah, Prof Waryono Dorong LAZ Lebih Optimal dalam Gerakan Zakat dan Wakaf

MAKASSAR, wahdah.or.id – Prof Waryono Abdul Ghafur, selaku Direktur...

Kepala BKSDN Kemendagri: Wahdah Islamiyah Wujud Representasi Civil Society, Jembatan Umat dan Pemerintah

MAKASSAR, wahdah.or.id - Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri...

Dukung Kemerdekaan Palestina, Wahdah Sulsel dan WIZ Pasangkayu Donasi Milyaran Rupiah

MAKASSAR, wahdah.or.id - Perang antara pejuang Palestina dan Israel...