Makassar – Praktisi kelor, H. Kamaruddin dari PT. Moringa Organik Indonesia (MOI) Sul-Sel, hadir sebagai narasumber pada webinar ketahanan pangan III yang diselenggarakan oleh Unit Lingkungan Hidup DPP WI, Sabtu (27/03/2021).
Tema yang diusung pada webinar pangan ini yaitu “Diversifikasi Nutrisi: Kelor sebagai Konsumsi Harian Bangsa”.
H. Kamaruddin dalam kapasitasnya sebagai praktisi, berfokus pada pembahasan teknis budidaya, pengolahan, dan produk kelor hingga pasar ekspor. Beliau memulai pemaparannya dengan secara ringkas menyebutkan 5 keunggulan kelor yaitu (1). Sebagai tanaman konservasi, (2). Membuka lapangan kerja, (3). Peningkatan ekonomi desa, (4). Pencegahan stunting, dan (5). Adanya kandungan senyawa antioksidan.
Beliau mengatakan bahwa kelor sangat mudah dibudidayakan baik melalui stek ataupun dengan biji, namun direkomendasikan dengan biji agar tanaman kelor lebih kuat (terlebih jika difungsikan sebagai tanaman konservasi).
Pada presentasi selanjutnya beliau memaparkan, kelor dapat tumbuh pada ketinggian 0-1000 mdpl, namun yang ideal pada ketinggian <300 mdpl, bahkan beliau pernah menjumpai ada tanaman kelor yang tumbuh di atas batu karang.
“Pada luasan lahan 1 Ha dapat ditanam 10.000 pohon dengan jarak 1×1 m. Panen awal dilakukan ketika tinggi tanaman sudah mencapai 1.5 m. Pemanenan selanjutnya dapat dilakukan setiap masa jeda selama 35 hari. Dengan pengaturan yang baik maka panen dapat dilakukan setiap hari. Potensi panen untuk luasan 1 Ha yaitu 30 ton daun segar dengan asumsi 1 pohon menghasilkan 3 kg. Berdasarkan pengalaman di PT. MOI, 10 kg daun segar akan menghasilkan 2 kg daun kelor kering,” terang H. Kamaruddin.
Berbicara tentang pasar kelor, H. Kamaruddin menegaskan bahwa tidak perlu ragu. Sebagai contoh, Jepang untuk setiap pekannya memiliki permintaan 40 ton dan itupun belum mampu untuk dipenuhi. Namun demikian, ekspor kelor memiliki standar yang harus dipenuhi.
Beberapa persyaratan standar untuk pasar ekspor yaitu (1). Kelor harus higienis dan organik tidak boleh ada residu kimia, (2). Warna yang tidak berubah ketika proses pengeringan, dan (3). Ukuran partikel standar yaitu 5000 mesh.
Pada sesi akhir pemaparan, praktisi kelor ini mengajak partisipan untuk melakukan budidaya kelor walaupun hanya untuk konsumsi dengan teknik tabulampot.
Webinar ketahanan pangan III yang dilakukan Unit Lingkungan Hidup DPP WI ini dihadiri 104 partisipan yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia. Acara ini disiarkan secara Live streaming melalui media partner Wahdah TV. (*)