Wawancara Khusus Harian Fajar dengan Ketua DPP Wahdah Islamiyah, HM Zaitun Rasmin

Date:

Wawancara Khusus Harian Fajar dengan Ketua DPP Wahdah Islamiyah, HM Zaitun Rasmin

(Harian Fajar, 25 Juli 2007 Kolom Wawancara Khusus)

Organisasi masyarakat (Ormas) Wahdah Islamiyah (WI), telah berkontribusi banyak dalam dunia pendidikan dan dakwah di daerah ini.

Lembaga yang semula hanya berbentuk yayasan dan kini “naik kelas” menjadi ormas kedua di Sulsel setelah DDI, atau ormas pertama di Makassar, memulai gerakannya dalam pemurnian ajaran Islam dari pesantren. Hasilnya, sejak kali pertama terbentuk 1986 silam, telah ribuan dai ditelorkan. Persoalannya, realitas kekinian memberikan gambaran yang cukup memiriskan hati, di mana dai, cendekia dan pendidik, seolah-olah berada di menara gading pemahamannya sendiri, jauh dari jangkauan umat. Atas fenomena itu, WI melalui muktamarnya di Makassar beberapa hari lalu, mencoba mencari formula gerakan dakwah ideal, tanpa harus menggurui masyarakat, serta resolusi dari beragam masalah keagaman oleh ormas Islam.

Seperti apa itu, Hapsa Marala dari Fajar mewawancarai Ketua Dewan Pengurus Pusat Wahdah Islamiyah hasil muktamar, HM Zaitun Rasmin, di kantor WI, 24 Juli. Berikut petikannya:

Anda terpilih kembali sebagai ketua ormas WI periode 2007-2011. Bisa diceritakan bagaimana peralihan dari yayasan menjadi ormas?

Iya, saya sudah dua kali terpilih. Dan jangan Anda sangka, kami di WI senang dengan suksesi atau setiap pergantian jabatan. Banyak yang enggan untuk dipilih jadi ketua. Jadi sama sekali tidak ada model perebutan kekuasaan dalam demokrasi yang diterapkan WI. Kami hanya menunjuk dan dimusyawarahkan. Kalau disepakati, maka dipilihlah. Alhamdulillah, saya dipercaya kembali menjadi ketua DPP WI.

Semula memang WI ini adalah kelompok pengajian di tahun 1984. Setelah rutin melakukan pengajian, akhirnya jemaah kami semakin banyak. Mengingat pertambahan itu, dibentuklah yayasan. Jadi bukan seperti kelompok pengajian kampus lagi. Dari yayasan, kami menggarap hal-hal lain seperti membangun masjid, mendirikan taman kanak-kanak yang sederhana, sehingga di tahun 2002 ada desakan untuk membuat ormas.

Yayasan sudah tidak cocok, karena basis umat atau jemaahnya bertambah. Anggota kami semakin banyak, terdiri atas beberapa cabang dan daerah binaan. Sama sekali tidak ada kepentingan lainnya, selain WI ingin melebarkan area dakwah dan melingkupi seluruh Indonesia, bahkan ke negara-negara Islam lainnya.

Model pendidikan yang diterapkan?

Kami bangun ratusan sekolah dan puluhan pesantren yang tersebar di seluruh Sulsel. WI menggabungkan antara pendidikan dan dakwah. Konsep ini melengkapkan metodologi diknas dengan metode Islam. Harapannya, lahir kader selain cerdas dan memiliki ilmu dunia, tapi dipermantap dengan iman dan takwa. Selama ini kan sangat banyak teori-teori pendidikan, tapi buktinya, menihilkan nilai-nilai agama yang dianutnya.

Anda mau katakan, program pendidikan oleh diknas belum sempurna hingga lahir model pendidikan alternatif yaitu pendalaman ilmu agama?

Bukannya tidak sempurna. Di tujuan diknas kan jelas tercatat bahwa orientasi pendidikan adalah mencetak generasi yang terdidik dan bertakwa kepada Tuhan YME dsb. Itu hanya pada tataran teoritiknya. Nah, kami menawarkan model terapan atau aplikatif. Bekali murid-murid itu dengan iman. Caranya, tidak hanya dengan sekali mengajarkan, habis itu selesai juga.

Bagi WI, diterapkan metodologi tarbiyah (pembinaan kontinu), untuk perkembangan anak. Di situlah pendidik memantau langsung perilaku dan moral anak-anak. Setiap perkembangannya harus dipantau. Makanya, pendidik harus dekat dengan murid. Jadi tetap saja kami mengikuti kurikulum nasional, agama itulah muatan lokalnya.

WI punya konsep tersendiri?

Saya kira kebanyakan lembaga hampirlah sama. Hanya saja, prinsip kami dalam berdakwa, harus berdasarkan ilmu. Dai itu tidak asal bicara, harus disertai dengan ilmu Agama; Alquran dan hadis. Saat ini, ada sebagian orang yang tampaknya banyak bicara, tapi yang ditahunya sedikit sekali daripada apa yang dibilangnya.

Penyelesaiannya, WI membekali dai-dai yang berilmu agama. Para dai itu dibina secara intensif selama setahun, hingga kemudian disebar pada daerah manapun. Saya mau katakan, seyogianya yang namanya ustaz, dai ulama dan lainnya, mesti bisalah berbahasa Arab.

Bicara soal dai, bagaimana pengamatan Anda terhadap fenomena dai bak selebriti yang menjamur di kala banyak even?

Ini juga masalahnya. Asal ada yang bisa ceramah, baca ayat suci, kita menyebutnya dai. Apalagi kalau sudah muncul di tv. Seolah-olah seperti selebriti, padahal dia tidak tahu soal agamanya, tapi berani bicara. Nonton di tv-tv, banyak para dai muncul, dan menceramahi orang dengan ajaran ini dan itu, padahal dia sendiri belum kuasai.

Ada kriteria khusus dai, sebagai pembimbing masyarakat?

Konsep kami, dai itu orang penuh dengan kebijaksanaan. Tidak arogan dengan apa yang diketahuinya, dimilikinya, utama dengan ilmunya. Dalam berdakwah, dai harus punya bahan yang tepat, serta porsi yang berimbang. Berikan apa yang bisa dicerna masyarakat dan jangan memaksa. Tujuannya agar dakwah itu tidak salah sasaran. Ada dikatakan, “sampaikanlah, walaupun hanya satu ayat,” itu sangat tepat. Kita berbicara pada orang berdasarkan kelas dan tingkatan intelektualnya. Sebab jika tidak, bisa-bisa yang kita sampaikan itu menjadi bias.

Anda melihat realitas itu banyak terjadi di masyarakat?

Ada sebagian. Yang terpenting tahu objek dakwah, dan tahu apa yang dikatakannya sendiri, tidak membingungkan, tidak menyesatkan, dan bisa dijangkau oleh beragam kelompok masyarakat, agar dakwah itu menjadi efektif untuk perubahan sosial.

Ada tipologi orang ngotot ketika diberi dakwah. Nah, yang ini jangan dimusuhi atau dibenci, bangun suasana dialog yang saling menghargai keterbatasan pengetahuan. Jangan ada yang merasa lebih pintar. Dari situ, perlu juga ada ujian. Maksudnya, apakah sesuatu itu kontroversi atau tidak. Intinya, lihat ranah berdakwa, kita berbicara pada tukang becak, buruh bangunan, polisi, pemerintah, agamawan, cendekiawan, akademisi atau apa saja. Masing-masing punya adab dan tingkat pengetahuan dan pengalaman.

Anda menilai gerakan dakwah WI ini sama halnya dengan politik dalam Islam?

Ini juga bagian dari politik Islam. Tentu orientasinya politik, bukan pragmatis dan jangka pendek. Kami ingin tatanan perbaikan hidup berbangsa dan bernegara untuk jangka panjang. Maka yang dilakukan hari ini, untuk mencapai masa depan, mencapai sebuah tatanan negara madani, berperadaban dan berpengetahuan.

Jangan sangka model politik kami hanya untuk mencapai posisi bupati, kepala dinas, gubernur, atau jabatan-jabatan lainya. Bukan itu yang jadi sasaran, tapi bagaimana negara ini bisa jadi lebih baik dari hari kemarin.

Konsep tata negara yang diharapkan WI?

Kami fleksibel, mau model seperti apa, asal nilai-nilai Islam tidak diabaikan, atau diakomodir dalam sistemnya. Dulu juga kita menganut kerajaan, toh tidak ada masalah. Kami ikuti model dan tatanan apapun, asal tidak mengesampingkan ajaran Islam seperti saya katakan tadi.

Setelah menjadi ormas, apakah ada kemungkinan akan membentuk partai politik?

WI tidak akan pernah menjadi partai politik. Kami mau konsisten saja dalam dakwah dan pendidikan. Ini kan sudah politik juga, dan lebih riil dibanding berparpol. Kami senantiasa mengajarkan cara berpolitik (pendidikan) yang baik bagi kader. Bagaimana mereka juga menggunakan hak politik sebagai warga negara sebaik-baiknya.

Ada yang ingin Anda sampaikan pasca muktamar ini?

Untuk MUI, pertegaslah yang mana ajaran sesat, jangan biarkan masyarakat bingung dan tidak mengetahui ajaran agamanya. Atau membuat kehidupan ini jadi abu-abu. Saya kira pemerintah juga demikian. Selektiflah dengan segala tontonan yang tidak memunculkan kerusakan moral masyarakat. Jika ulama, dai, cendekia, pemerintah sejalan, maka akan tercapailah harapan luhur bernegara. ([email protected])

Biodata:

Nama : HM Zaitun Rasmin
Kelahiran : Gorontalo, 24 September 1966
Pendidikan : Islam University of Medinah
Pekerjaan : Dosen Arabic Islamic Institute of Tokyo
Jabatan : Ketua DPP Wahdah Islamiyah
Organisasi :
– Forum Ukhuwah Islamiyah
– Ketua Forum Ukhuwah Pemuda Islam Sulsel
– KPPSI. (hap)

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Menghadapi Tantangan Dakwah, Wahdah Sulbar Adakan Lokakarya Tuk Tingkatkan Kapasitas dan Komitmen Kader

MAMUJU, wahdah.or.id – Dalam upaya memperkokoh dakwah yang berbasis...

Programkan Gerakan 5T, Mukerwil VII DPW Wahdah Banten Siap Wujudkan Banten yang Maju dan Berkah

BANTEN, wahdah.or.id – Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Wahdah Islamiyah...

Capai Skor IIWCP Kategori “BAIK”, Nazhir Wahdah Islamiyah Raih Piagam Apresiasi Dari Badan Wakaf Indonesia

MAKASSAR, wahdah.or.id - Ketua Badan Wakaf Wahdah Islamiyah, Ustaz...

Susun Visi Misi Kota Wakaf, Musyawarah BWI Kab. Wajo dan Kemenag Libatkan Wahdah Wajo

WAJO, wahdah.or.id – Perwakilan Dewan Pengurus Daerah Wahdah Islamiyah...