JAKARTA, wahdah.or.id – Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI menggelar rapat pleno dengan tema “Bencana Dusta dan benci, Apa Solusinya?” di Kantor MUI, Jakarta, Rabu, 24 Oktober 2018.
Rapat ini menghadirkan Anggota Pleno Dewan Pertimbangan MUI yang berisikan berbagai unsur pimpinan dan perwakilan ormas-ormas Islam dan merupakan rapat pleno yang ke-32.
Salah satu peserta rapat, ustadz Ridwan Hamidi dari Wahdah Islamiyah menuturkan bahwa rapat ini diadakan untuk merespon maraknya berita palsu (hoax) di berbagai media yang berpotensi memecah belah kerukunan dan persatuan umat. ‘Hoax’ dipandang bukan hanya membahayakan kehidupan umat dan kehidupan berbangsa dan bernegara.
MUI memandang bahwa sesungguhnya Islam adalah dasar kesatuan dan penyatuan bagi seluruh umat Islam dari latar belakang ras, bangsa, suku, dan bahasa yang terikat dalam persaudaraan keimanan (Ukhuwah Imaniyah atau Ukhuwah Islamiyah).
Persaudaraan ini seyogyanya membawa umat Islam kepada solidaritas dan kerjasama untuk membangun peradaban utama guna menampilkan umat Islam sebagai umat berkemajuan dan ber-keunggulan (Khaira Ummah).
Dalam pertemuan tersebut dibacakan 10 kaidah (ethical code of conduct) yang telah dikeluarkan oleh MUI Pusat. Kaidah ini diharapkan bisa membentengi umat sehingga kokoh dalam ber-ukhuwah.
Berikut ini 10 kaidah dalam berukhuwah berdasarkan rilis yang diterima wahdah.or.id:
Pertama, setiap muslim memandang sesama muslim sebagai saudara seiman karenanya dia memperlakukan saudara seimannya dengan penuh kasih sayang, kejujuran, empati dan solidaritas bukan dengan rasa benci, antipati dan cenderung melukainya.
Kedua, setiap muslim merasa wajib mengembangkan persaudaraan keimanan, kearah sikap dan budaya saling membantu dan melindungi.
Ketiga, setiap muslim mengutamakan kehidupan berjamaah dan dapat mendayagunakan organisasi sebagai alat dakwah dan perjuangan. Dalam hal ini, organisasi hanyalah alat bukan tujuan.
Keempat, setiap organisasi/lembaga Islam memandang organisasi/lembaga Islam lain sebagai mitra perjuangan, karenanya hendaknya dikembangkan budaya kerjasama dan perlombaan meraih kebaikan bukan budaya pertentangan, permusuhan, dan persaingan tidak sehat.
Kelima, dalam kehidupan politik, seperti pada pemilihan untuk jabatan politis, setiap muslim dan organisasi/lembaga Islam mengedepankan kebersamaan dan kepentingan bersama umat Islam dan meletakkannya diatas kepentingan kelompok/organisasi.
Keenam, sesama pemimpin dan tokoh umat Islam wajib menghidupkan silaturahim tanpa memandang perbedaan suku, etnik, organisasi, kelompok atau aliran politik.
Ketujuh, setiap pemimpin dan tokoh umat Islam perlu menahan diri untuk tidak mempertajam dan mempertentangkan masalah-masalah khilafiyah, keragaman ijtihad dan perbedaan madzhab di dalam forum khutbah, pengajian dan sebagainya, apalagi dengan mengklaim pendapat atau kelompok tertentu yang paling benar dan menyalahkan pendapat atau kelompok lain.
Kedelapan, hubungan antara sesama organisasi Islam haruslah dilandasi pandangan positif (husnuzhan) dan selalu mengedepankan sikap saling menghargai peran dan kontribusi masing-masing dalam pembangunan umat.
Kesembilan, setiap amal dan prestasi suatu organisasi Islam haruslah dipandang sebagai bagian dari karya dan prestasi umat Islam secara keseluruhan, dalam arti organisasi Islam yang lain wajib menghormati, menjaga serta melindunginya.
Kesepuluh, setiap kaum muslimin harus memandang sesama muslim lain di berbagai negara dan belahan dunia, sebagai bagian dari dirinya dan berkewajiban untuk membangun solidaritas dan tolong menolong dalam berbagai bidang kehidupan.[ibw]