Lahirnya seorang wanita ke dunia, maka berarti hari itu pula ia menjadi ibu. Hari ibu, adalah saat dirimu dan saat ibumu lahir ke dunia. Sebab wanita itu, lahir untuk melahirkan. Melahirkan keturunan, pun melahirkan nilai kebaikan atau keburukan. Kekuatan dan daya tarik wanita lebih nyata hebatnya. Mukjizat, sebuah kejadian yang tidak bisa dijelaskan sebabnya dan didefinisikan oleh alam. Berapa banyak para ibu, yang lemah kondisi pada catatan kesehatan, lemah pada kondisi keuangan, namun menciptakan berbagai perubahan. Menciptakan anak anak dengan berjuta karya.
Mukjizat dan menjadi Ibu, dua kata sinonim yang indah. Setiap tahap dalam kehidupan seorang ibu ditaburi mukjizat-mukjizat yang tidak terbayangkan. Selepas persalinan yang melelahkan, tiba-tiba ada saja kekuatan untuk tetap urus keluarga dan anak, dengan segunung amanah lainnya. Proses mangandung yang setiap ibu berbeda tantangan, ada saja kekuatan untuk melewatinya. Mukjizat saat mengandung, saat melahirkan, lepas melahirkan, hingga miliki beberapa anak keturunan dan urusan luar rumahtangga. Seperti pahlawan. Seperti menerima titipan kekuatan dari Tuhan. Ya. Begitulah wanita diciptakan. Untuk melahirkan. Tapi bukan hanya melahirkan keturunan saja. Yang ia lahirkan pada hakikatnya adalah dua; keturunan/ anak biologis dan ideologis.
Amanahnya wanita, adalah lahirkan keduanya. Iya, ada wanita yg melahirkan anak biologis tapi tidak melahirkan anak ideologis. Ada pula yang melahirkan anak ideologis, namun belum memiliki biologis. Pada hakikatnya, keduanya adalah ladang amal dan bekal. Keduanya pun dititipkan kekuatan mukjizat oleh Tuhan. Menghadapi segala macam kesulitan mencetak keturunan ideologis pun biologis. Ibu ideologi dan biologis, keduanya memiliki mukjizat dan kekuatan. Kekuatan untuk melewati hal-hal sulit yng ditemukan. Mukjizat mencetak anak keturunan dengan ideologi sesuai kebenaran, memperkenalkan Tuhan.
Jika berkaca pada peradaban Islam, generasi hebat lahir dari ibu-ibu yang hebat pula, membangun peradaban Islam dengan prestasinya yang cemerlang. Masih belia sudah jadi ulama besar. Masih belasan tahun sudah jadi penghapal-penghapal Kitabullah. Masih muda sudah jadi penakluk negara adidaya, masyaa Allah.
Tantangan yang membentang di hadapan masa kini membuat ibu zaman now harus bekerja keras lebih ekstra dari ibu zaman old. Menjadi orang tua itu sebuah challenge tersendiri. Tidak ada sekolahnya tapi aplikasinya seumur hidup. Menjadi ibu, apalagi untuk pertama kalinya, harus bisa mengosongkan gelas, harus lebih sabar sebab ilmunya tidak bisa instan diperoleh.
Menjadi ibu itu adalah peran yang mustahil sempurna. Saat ia harus memahami dan bisa menyeimbangkan perannya sebagai istri bagi suaminya, ia juga harus menguasai berbagai jurus ketika menghadapi anak-anaknya. Jika bukan well design dari Allah Yang Maha Sempurna, barangkali peran ibu itu tidak relevan disandang oleh manusia. Salah satu contoh kecilnya adalah penguasaan bahasa. Seorang ibu zaman now yang curhat bahwa ia tidak mengerti bahasa yang digunakan anaknya. Ya, memang kadang sekarang banyak bahasa alay dan bahasa kekinian yang dipakai anak-anak sebagai bahasa isyarat atau ungkapan-ungkapan yang tidak dipahami orang tua. Semacam sandi untuk menyembunyikan sesuatu dari orang tua. Maka jangan gengsi untuk sekedar tahu bahasa-bahasa itu.
Menjadi ibu, kadang kita terhanyut pada bahasan hal yang mubah-mubah saja, misal soal tren kecantikan, fashion, make up, diet dan isu-isu penampilan lainnya. Penampilan memang tidak boleh luput total dari perhatian kita, tapi sadarlah Bu, masih begitu banyak hal yang lebih substansial yang mengandung edukasi mencerdaskan dan jelas lebih penting bagi pendidikan anak-anak kita. Siapa bilang ibu-ibu hanya punya ranah domestik urusan macak dan manak (penampilan dan skill beranak pinak)? Seorang ibu tetap harus cerdas. Ia tetap boleh berbicara soal teknologi, politik, gender, atau apa saja. Ia tetap boleh berbicara soal masa depan umat.
Ibu-ibu zaman now seharusnya lebih bisa produktif karena kini telah dibantu dengan berbagai kemudahan. Kompor gas, kulkas, mesin cuci adalah barang yang tidak dimiliki oleh ibu zaman old. Harusnya kemudahan ini menjadi peluang untuk kita bisa lebih unggul.
Perkara mendidik anak, adalah perkara mendidik generasi. Banyak-banyaklah berdoa karena tantangan zaman kian berat. Jika kita tidak ikut maju, maka sama dengan tergilas dan tertinggal. Tanggung jawab menggunung di depan mata, maka jangan berhenti belajar dan menyesuaikan didikan kita dengan zaman yang dihadapi anak-anak. Kita tidak pernah tahu, dari rahim siapa generasi yang mulia ini akan berjaya, maka terus lakukanlah yang terbaik yang kita bisa.
Maroji’:
Viki Wulandari_Ibu Zaman Milenial_2019
Nabila Hayatina_Wanita, Mukjizat dan Ibu_2019
Oleh: Dian Rahmana Putri