(SURABAYA – Wahdah.Or.Id) – Sabtu (18/02) Wahdah Islamiyah Surabaya menyelenggarakan Gerakan Subuh Berjama’ah dan Tabligh Akbar bertajuk “Pemimpin dan Umat Terbaik untuk NKRI yang Bermartabat dan Berkeadilan”. Hadir sebagai pemateri utama Ust. Muhammad Zaitun Rasmin Ketua Umum Wahdah Islamiyah dan Ust. Charis Bangun Samodra yang merupakan mantan pastur. Acara ini bertempat di Masjid Al Madani, Pakuwon City,Surabaya.

Terkait dengan tema kepemimpinan, Al Qur’an sangat menekankan bahwa umat Islam hanya boleh mengangkat pemimpin dari umat Islam sendiri. Hal seperti ini bukan hanya ada di dalam ajaran Islam saja. Agama lain pun mengajarkan hal serupa.

Dalam ceramahnya Ust. Charis menyampaikan bahwa dalam ajaran umat Kristiani juga ada laragan memilih pemimpin dari orang di luar agama mereka. Da’i yang merupakan mantan pastur ini dengan sangat fasih mengutip salah satu ayat dari Kitab Ulangan (Injil) yang menekankan hal tersebut. Oleh karena itu, kaum muslimin yang menginginkan pemimpin seagama juga harus dihargai.

Menurut da’i senior yang telah memutih semua jenggotnya ini, pemimpin yang baik hanya bisa terlahir dari rakyat yang  baik pula. Sedangkan kualitas masyarakat yang baik hanya bisa diperoleh jika masing-masing individunya memperbaiki diri. Ini senada dengan firman Allah dalam Al Qur’an bahwa Allah  hanya akan mengubah keadaan suatu kaum/masyarakat jika mereka memperbaiki apa yang ada dalam diri mereka sendiri.

Berikutnya Ust. Zaitun Rasmin menyatakan bahwa meskipun umat Islam diajarkan untuk memilih pemimpin yang seagama saja, bukan berarti umat Islam tidak toleran. “Dalam sejarah, umat Islam adalah umat yang paling toleran dan juga paling menepati perjanjian,” kata ketua Umum Wahdah Islamiyah yang juga merupakan Wasekjen MUI Pusat ini. Termasuk ketika tujuh kata dihilangkan dari piagam Jakarta maupun ketika terpilih pemimpin non muslim di berbagai daerah, umat Islam sangat toleran.

Sudah menjadi ketetapan Allah subhanahu wata’ala di dalam Al Qur’an bahwa umat Islam adalah umat terbaik, “khairu ummah”. Bahkan dalam sejarah hal ini sudah pernah terbukti di zaman para sahabat dan tabi’in. Bukan hanya itu, predikat “terbaik” akan tetap disandang oleh umat ini sepanjang masa jika syarat-syaratnya terpenuhi.

Ini sejalan dengan firman Allah ta’ala “Wa antum a’launa in kuntum mu’minin”, dan kalian adalah umat yang paling tinggi derajatnya jikan kalian umat yang beriman. Atau di ayat lain: “kuntum khaira ummah ukhrijat linnaas”, kalian adalah umat terbaik yang pernah dilahirkan untuk umat manusia.

Allah juga menyatakan bahwa agama Islam adalah satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah subhanahu wata’ala. Tentunya menjadi tanggung jawab kita semua, umat Islam, untuk membuktikan hal ini.

Syarat utama untuk menjadi umat terbaik menurut Wakil Ketua GNPF-MUI ini adalah keimanan dan kesiapan untuk terus berjuang. Sebagaimana yang Allah jelaskan di akhir Surah Ash Shaff. Allah menjanjikan kemenangan, “fathom qariibun”, jika umat Islam menjaga keimanan dan terus berjuang.

Selain itu, syarat agar umat ini tetap menjadi umat terbaik adalah dengan cara terus menyuarakan kebenaran. Umat Islam harus tetap menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar ataupun “inkarul munkar” (mengingkari kemunkaran). Beliau tegaskan bahwa inkarul munkar sama sekali tidak identik dengan kekerasan dan anarkisme.

Gerakan menyuarakan kebenaran, mencegah kemunkaran, mengingkari kedzaliman hanya boleh dilaksanakan dengan damai. Tidak boleh anarkis, tidak boleh pula apatis, tidak peduli terhadap kemunkaran yang terjadi.

Ini sebagaimana yang telah diupayakan umat Islam dengan menggelar Aksi bela Islam 1, 2, 3, dan 4. “Jalan damai adalah jalan utam dalam Islam, dan jalan damai tetap membuahkan hasil. Ini bisa dilihat dalam sejarah,” kata ustadz yang dikenal dengan inisial UZR ini.

Ust. Zaitun mencontohkan berbagai upaya damai yang tetap membuahkan hasil sepanjang sejarah. Seperti yang dilakukan oleh Imam Ahmad dan Al Izz ibnu Abdis Salam. “Kita akan tetap menyuarakan kebenaran dengan damai, apapun resikonya,” kata beliau menegaskan.

Acara ini diselenggarakan oleh Wahdah Islamiyah Surabaya bekerja sama dengan Komunitas Muslim Pakuwon City dan Komunitas Ekonomi Syariah Surabaya. [ibw]

Artikulli paraprakMengikuti Salah Satu Mazhab Fiqih, Perlukah?
Artikulli tjetërApakah Gaji PNS Termasuk Syubhat atau Riba

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini