Setelah ummat Islam melaksanakan suatu ibadah yang agung yaitu puasa di bulan Ramadhan selama satu bulan lamanya, maka tibalah saatnya bagi ummat Islam menyambut kedatangan hari raya yang dinanti-nantikan yaitu ‘Iedul Fitri.
DEFINISI
‘Ied secara bahasa artinya setiap hari yang di dalamnya ada per-kumpulan, berasal dari kata (‘Aada-Ya’udu) artinya kembali, karena seakan-akan mereka kembali kepadanya. Ibnul A’rabi mengatakan :”’Ied dinamakan nama tersebut karena setiap tahun ia selalu kembali dengan kegembiraan yang baru” (Lihat: Lisanul Arab 3:319)
WAKTU ‘IED
‘Ied telah tiba apabila hilal (awal bulan) telah disaksikan oleh dua orang yang terpercaya. Rasulullah bersabda :
“Berpuasalah ketika melihat hilal (awal bulan) dan berbukalah (berhari raya) ketika melihatnya” ( HR. Bukhari dan Muslim )
TAKBIRAN
1. Waktu takbiran
Dimulai dari subuh hari saat berangkat menuju lapangan tanggal 1 Syawal dan diakhiri sampai imam memulai takbiratul ihram
Diriwayatkan bahwa Nabi Õá ÇááÉ Úáíå æÓáã :
“Beliau keluar pada hari ‘Iedul fitri maka beliau bertakbir hingga tiba di mushalla (tanah lapang) dan hingga ditunaikan shalat. Apabila beliau telah menunaikan shalat beliau menghentikan takbir” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
2. Mengeraskan suara pada saat takbiran namun tidak secara berja-maah ; sebagaimana ditunjukkan riwa-yat di atas.
Syaikh Al Albani ÑÍãå Çááå berkata: ”Dalam hadits ini disyariatkannya melakukan takbir secara jahar (keras/ bersuara) dalam perjalanan menuju mushalla. Mengeraskan takbir di sini tidak menunjukkan disyariatkannya berkumpul atas satu suara (menyuarakan takbir serempak dengan dipimpin oleh seseorang) sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang”.
Dan diriwayatkan bahwa :
"Ibnu Umar pernah bertakbir di Mina pada hari-hari itu(Tasyriq) setelah shalat (lima waktu), di tempat tidurnya, di kemah, di majelis dan di tempat berjalannya pada hari-hari itu seluruhnya" (R. Bukhari)
3. Lafazh Takbiran
Mengenai masalah ini tidak ada hadits marfu’ yang shahih menerangkan ten-tang lafazh Takbiran akan tetapi yang ada hanyalah lafazh yang diriwayatkan dari sebagian shahabat. Adapun lafazh yang dicontohkan oleh Ibnu Mas’ud ÑÖí Çááå Úäå adalah :
Çóááåõ ÃóßúÜÜÈóÑõ Çóááåõ ÃóßúÜÈóÑõ áÇóÅöáóåó ÅöáÇøó Çááåõ æó Çááåõ ÃóßúÜÜÈóÑõ Çóááåõ ÃóßúÜÜÈóÑõ æó áÜöáøÜÜåö ÇáúÜÜÍóãúÏõ
“Allahu Akbar Allahu Akbar Laa Ilaaha Illallahu Wallahu Akbar Allahu Akbar Walillahilhamdu”
Banyak kaum muslimin yang menyelisihi dzikir yang diriwayatkan dari shahabat ini dengan dzikir-dzikir dan tambahan-tam-bahan yang dibuat-buat tanpa ada asalnya. Al Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Pada masa ini telah diada-adakan tambahan dalam dzikir itu yang tidak memiliki asal(dalil)”.
ADAB-ADAB SEBELUM SHALAT ‘IED
1. Berhias serta berpakaian yang ter-indah dan yang terbaik (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Mandi sebelum shalat ‘Ied, seba-gaimana yang dilakukan oleh Ibnu Umar ÑÖí Çááå ÚäåãÇ (SR. Malik)
3. Makan pagi sebelum berangkat shalat ‘Iedul Fitri, sebaiknya dengan kurma dengan jumlah yang ganjil (HR. Bukhari dan Ahmad)
4. Menempuh jalan yang berbeda pada saat berangkat dan pulang (HR. Bukhari)
5. Berjalan kaki menuju ke tempat shalat (lapangan), kecuali jika ada udzur seperti sakit atau jauh jaraknya (R. Tirmidzi)
6. Membawa serta anak-anak dan kaum wanita (HR. Bukhari dan Muslim)
HUKUM SHALAT ‘IED
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ÑÍãå Çááå berkata: ”Kami menguatkan pendapat bahwa shalat ‘Ied hukumnya wajib bagi setiap individu (fardhu ‘ain), sebagai-mana pendapat Abu Hanifah dan lainnya. Hal ini juga merupakan salah satu dari pendapat Imam Syafi’i dan salah satu dari dua pendapat dalam madzhab Imam Ahmad”.
Diantara dalil yang menunjukkan tentang wajibnya shalat ‘Ied hadits Abu Hurairah ÑÖí Çááå Úäå Rasulullah bersabda:
“Telah berkumpul bagi kalian pada hari ini dua hari raya. Barangsiapa yang ingin (melaksanakan shalat ‘Ied) maka ia telah mercukupi dari shalat jum’at…”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Dalil ini menunjukkan bahwa shalat ‘Ied dapat menggugurkan kewajiban shalat Jum’at apabila bertepatan waktunya (yakni hari ‘Ied jatuh pada hari Jum’at). Sesuatu yang tidak wajib tidak mungkin dapat menggugurkan sesuatu yang wajib. Dan dalil yang lain adalah hadits Ummu ‘Athiyah ÑÖí Çááå ÚäåÇ:
“Dahulu kami diperintahkan untuk keluar (shalat ‘Ied) pada hari raya hingga gadis-gadis pingitan keluar dari kamarnya bahkan mereka yang tengah haid dan mereka berada di belakang orang-orang” (HR. Jama’ah kecuali Abu Daud)
Imam Asy Syaukani ÑÍãå Çááå menjelaskan : “Dan beliau memerintahkan manusia untuk keluar mengerjakannya, sehingga menyuruh wanita-wanita yang merdeka, gadis-gadis pingitan dan wanita yang haid. Beliau menyuruh wanita-wanita yang haid agar menjauhi shalat dan menyaksikan kebaikan serta dakwah kaum muslimin. Bahkan Beliau menyuruh wanita yang tidak memiliki jilbab agar dipinjamkan oleh saudarannya. Kesemuanya ini menunjukkan bahwa shalat Ied hukumnya wajib ‘ain dan bukan wajib kifayah…" (As Sail Al Jarror 1:315)
Syaikh Al Albani ÑÍãå Çááå mengatakan: ”Maka perintah untuk keluar yang disebutkan menunjukkan wajib. Jika diwajib-kan keluar (ke tanah lapang) berarti diwajibkannya shalat lebih utama sebagaimana hal ini jelas tidak tersembunyi. Maka yang benar hukumnya adalah wajib tidak sekedar sunnah…” (Lihat : Tamamul Minnah hal. 344)
HAL-HAL YG BERKAITAN DENGAN SHALAT ‘IED
1. Dimulai saat terbitnya matahari ± setinggi tombak, disunnahkan mengerjakan shalat ‘Iedul Adha pada awal waktu dan melambatkannya pada shalat ‘Iedul Fitri dan akhir waktu shalat pada saat tergelincirnya matahari (Lihat : Minhajul Muslim hal. 278)
2. Shalat ‘Ied dilakukan di tanah lapang (HR. Bukhari Muslim)
3. Membawa tombak atau semacamnya untuk ditancapkan di depan tempat Imam sebagai sutrah (pembatas) (HR. Bukhari)
4. Shalat ‘Ied dilakukan sebelum khutbah (HR. Jama’ah kecuali Abu Daud)
5. Shalat ‘Ied tanpa didahului Adzan dan Iqomat (HR. Jama’ah kecuali Nasaa’i dan Ibnu Majah)
6. Shalat ‘Ied dua raka’at (HR. Ahmad)
7. Jumlah takbir pada raka’at pertama 7X (selain takbiratul ihram) dan pada raka’at kedua 5X (selain takbir ketika bangkit dari sujud) dan takbir dilakukan sebelum membaca Al Fatihah (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
8. Mengangkat tangan setiap takbir sebagaimana yang dikerjakan oleh Ibnu Umar ÑÖí Çááå ÚäåãÇ (Lihat Za’adul Ma’ad 1:443)
9. Belum didapatkan hadits shahih marfu’ yang menerangkan bacaan Rasulullah Õá ÇááÉ Úáíå æÓáã diantara takbir namun Ibnu Mas’ud ÑÖí Çááå Úäå berkata :
”Diantara tiap dua takbir diucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah ÓÈÍÇäå æÊÚáì (R. At Thabrani)
Imam An Nawawi ÑÍãå Çááå menyebut-kan do’a yang dibaca diantara takbir ter-sebut:
“Subhanallahi Walhamdulillahi Wala Ilaha Illallahu Wallahu Akbar”
10. Disunnahkan membaca surah Al A’laa pada raka’at pertama dan surah Al Ghoosyiyah pada raka’at kedua (HR. Muslim)
11. Tidak ada shalat sebelum dan sesudah shalat ‘Ied (HR. Bukhari, Tirmidzi, Nasaa’i dan Ibnu Majah)
12. Dibolehkan mengerjakan shalat ‘Ied pada hari kedua jika luput (ada udzur) pada hari pertama (HR. Abu Daud dan Nasaa’i)
13. Jika tidak sempat shalat jama’ah bersama Imam boleh mengerjakannya sendiri di rumah dua raka’at. (lihat Fathul Bari 2:550)
14. Membaca do’a Iftitah sebelum takbir 7 X (Lihat Zaadul Ma’ad 1:443)
UCAPAN SELAMAT PADA HARI ‘IED
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar ÑÍãå Çááå: “Telah diriwayatkan kepada kami dalam “Al Mahamiliyat” dengan isnad yang hasan dari Jubair bin Nufair ia berkata: ”Para shabat Rasulullah Õá ÇááÉ Úáíå æÓáã jika bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya :
ÊÜÜóÞÜÜÜóÈÜÜøóáó Çááåõ ãöäÜÜÜøóÜÇ æó ãÜÜöäÜúßó
”Taqabbalallahu minna wa minka” (Semoga Allah menerima dari kami dan darimu)” Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita Rasulullah Õá ÇááÉ Úáíå æÓáã, keluarga, dan shahabat-shahabat beliau Õá ÇááÉ Úáíå æÓáã (Al Fikrah)
-Ahmad Yusuf-