Alhamdulillah kita memujiNya dan memanjatkan segala permohonan pada Allah dan beristighfar memohon ampunan serta perlindungan dari segala keburukan hanya padaNya. Shalawatullah wa salaamuhu ‘ala Nabiyyina Muhammad
Sidang Pembaca yang budiman, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus rasulNya dgn beberapa tugas yang besar diantaranya disebutkan dalam firmanNya: “Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai. “(QS. At-Taubah (9): ayat 33).
Allah mengutus beliau dengan membawa petunjuk dan agama yang benar dengan sumbernya yang jelas dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam agar beliau memperjuangkan, menegakkan dan meninggikan agama ini diatas semua agama yang ada sehingga ia menjadi satu-satunya agama yang berada diatas seluruh syariat, aturan dan perundang-undangan yang ada di dunia ini dan tugas ini juga merupakan tugas setiap orang yang menyatakan dirinya sebagai pengikut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam. Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam adalah dua petunjuk yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan dan keselamatan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat jika kita senantiasa berpegang teguh kepada keduanya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam bersabda: “Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara, yang jika kalian berpegang teguh kepada dua perkara tersebut maka kalian tidak akan pernah tersesat, yaitu Kitab Allah dan Sunnahku”. (HR. Imam Malik dalam kitab Al Muwaththa’)
Sebaliknya jika kita meninggalkan dan membelakanginya, maka kita akan menemui kesesatan, kerusakan dan kehancuran dalam kehidupan ini dan terlebih lagi kehinaan di kehidupan akhirat kelak.
Allah berfirman yang artinya, “…maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. ” (QS. An Nuur [24] : 63)
Al-Qur’an disebutkan oleh Allah sebagai petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah berfirman yang artinya;
“…Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS. Al-Israa)
Dan jika kita berbicara tentang Al-Qur’an maka sudah termasuk didalamnya sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam karena Al-Qur’an menyebutkan, “…Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.. “(QS. Al-Hasyr [59] : 7)
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). “ (QS. An-Najm [53] : 3 – 4).
Maka jelaslah bagi kita semua bahwa kewajiban terhadap Al-Qur’an adalah juga kewajiban terhadap As-Sunnah. Keduanya adalah petunjuk hidup yang tidak dapat dipisahkan.
Menyelisihi Al-Qur’an dan Sunnah, membencinya, menolaknya apalagi menggantinya dengan yang lain akan menyebabkan kita tersesat dan mengikuti jalan syaithan yang akan memimpin kita untuk masuk ke dalam Neraka.
Allah berfirman yang artinya:
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. An-Najm [6]: 153).
Ketika Nabi membacakan ayat ini kepada para sahabat, beliau menarik satu garis lurus diatas tanah, dan beliau bersabda, “Inilah jalan (yang lurus)”. Kemudian beliau menggambarkan disisi kiri-kanannya garis-garis yang miring yang keluar dari garis lurus tersebut, dan beliau bersabda, “dan ini adalah jalan-jalan yang menyimpang dan disetiap jalan-jalan menyimpang tersebut terdapat syaithan yang menyeru kepadanya.” Lihatlah bagaimana Al-Qur’an menyebutkan tentang keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya, “kepada Fir’aun dan pemimpin-pemimpin kaumnya, tetapi mereka mengikut perintah Fir’aun, padahal perintah Fir’aun sekali-kali bukanlah (perintah) yang benar. Ia berjalan di muka kaumnya di hari kiamat lalu memasukkan mereka ke dalam neraka. Neraka itu seburuk-buruk tempat yang didatangi.” (QS. Huud [11]: 97-98).
Oleh karena itu Allah mengancam bagi mereka yang tidak mengambil al-Qur’an sebagai petunjuk hidupnya dengan kehinaan dalam kehidupan dunia dan adzab yang pedih dalam kehidupan akhirat. Bahkan bagi mereka yang mengambil sebagian dan meninggalkan sebahagian dari al-Qur’an, Allah berfirman yang artinya,
“…Apakah kalian beriman kepada sebagian kitab Allah dan kalian ingkari sebagian yang lain, maka tidak ada balasan bagi orang yang melakukan yang demikian itu kecuali kehinaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat dia akan dikembalikan kepada adzab yang keras.” (QS. Al-Baqarah [2] : 85)
Apa yang disebutkan dalam ayat diatas adalah ancaman bagi mereka yang hanya menerima sebagian dan mengingkari sebagian yang lain dari kitab Allah, maka bagaimanakah pula halnya dengan mereka yang menolak sepenuhnya.
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu pada hari ini kamupun dilupakan”. (QS. Thaha [20] : 124-126)
Seandainya di dunia ini kita mengalami kebutaan, mungkin kita akan kesulitan untuk mengenali keadaan disekitar kita padahal sebelumnya kita sangat menghafalkan tempat-tempat dan ruangan-ruangan yang biasa kita lalui dan mengetahui keadaan disekitar kita, maka bagaimanakah halnya jika kita mengalami kebutaan dalam padang mahsyar yang sebelumnya kita belum pernah berada ditempat itu dan tidak mengetahui sama sekali keadaan dan apa yang terjadi diwaktu dan tempat itu?
Pada hari itu setiap orang akan mencari Nabinya untuk berkumpul dengan ummat Nabi tersebut, namun dapatkah mereka menemukannya dalam keadaan buta? Bahkan mungkin mereka akan ditolak karena mereka adalah musuh-musuh Nabi karena berani menolak syari’atnya.
Allah berfirman yang artinya, “Berkatalah Rasul: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an itu sesuatu yang tidak diacuhkan’.”
Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong. (QS. Al-Furqan [25]: 31)
Banyak orang yang mengaku-ngaku sebagai pengikut Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mengaku beriman dengan apa yang dibawanya (Al-Qur’an) tetapi sebenarnya mereka adalah musuh-musuh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, karena mereka membenci, menolak bahkan mengganti petunjuk yang dibawa beliau.
Orang yang beriman kepada Allah dan rasulNya adalah mereka yang menerima sepenuhnya syari’at Islam dengan utuh tanpa membeda-bedakannya dengan memilih mana yang disukainya atau hanya mengambil sebagian dan menolak sebagian yang lain, apalagi sampai menggantinya dengan aturan yang lain. Bagi mereka hanya ada satu ikrar; Sami’na wa atha’na.”
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al- Ahzab [33]: 36)
“Sesungguhnya jawaban oran-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (An Nuur [24] : 51)
Hari ini sedang diributkan masalah Poligami, satu bagian dari syariat Allah yang diturunkan oleh Allah yang seluruh ulama telah mengijma’kan (menyepakati-Red) tentang disyari’atkannya dan dihalalkannya, banyak orang yang menyatakan penolakannya dengan tegas padahal ia merupakan satu diantara syariat Allah yang diturunkanNya melalui ayat-ayat Al-Qur’an yang yang tidak ada keraguan didalamnya yang merupakan petunjuk bagi manusia.
Halalnya Poligami sebenarnya adalah masalah ushul (pokok dan mendasar-Red) dalam Islam karena dalil-dalilnya begitu jelas dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka menolak dan merubah syari’at seperti ini adalah suatu bentuk kekufuran, bahkan, jangankan menolak dan menggantinya, sekadar membenci suatu syari’at yang diturunkan Allah saja sudah cukup menjadi pembatal ke-Islam-an seseorang. Allah berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menyesatkan amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah lalu Allah menghapuskan amal-amal mereka.” (QS. Muhammad [47] : 8-9)
Jika demikian keadaan orang-orang yang membenci syari’at Allah, maka bagaimanakah lagi dengan orang-orang yang menolak bahkan mengganti syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala? Lihatlah keadaan ahli kitab dan para pendeta mereka! Allah menyebutkan para pendeta tersebut sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan para pengikutnya sebagai penyembah-penyembahnya, Allah berfirman yang artinya, “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At-Taubah [9] : 31). Ketika membaca ayat ini, seorang sahabat yang sebelum ber-Islam dia beragama Nasrani yaitu ‘Adi ibnu Hatim Radhiallahu ‘Anhu mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menanyakan hal tersebut, karena dia merasa bahwa orang-orang nasrani tidak pernah menyembah para pendeta mereka, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadanya, “Bukankah mereka (para pendeta) itu menghalalkan apa yang Allah haramkan, lalu kalianpun menghalalkannya?” Adi menjawab, “Benar.” Rasulullah berkata lagi, ““Bukankah mereka itu mengharamkan apa yang Allah halalkan, lalu kalianpun mengharamkannya?” Adi menjawab, “Benar.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Itulah bentuk penyembahan kalian kepada mereka.” (HR. Tirmidzi).
Dengan demikian, orang-orang yang berani menolak syari’at Allah ini, yaitu dengan mengharamkan poligami yang jelas-jelas telah dihalalkan Allah dan RasulNya adalah orang-orang yang telah menjadikan diri-diri mereka sebagai Tuhan-tuhan selain Allah karena hak membuat syari’at adalah hak mutlak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka segeralah sadar dan bertaubat wahai orang-orang yang mau merubah atau menolak atau membenci syari’at Allah (diantaranya poligami ini), jangan sampai kalian menjadi para thaghut atau para penyembah thaghut, na’udzu billahi min dzalika.
Selain dari golongan diatas, ada juga golongan yang menghalalkannya, namun dengan persyaratan-persyaratan yang tidak terdapat dalam kitab Allah dan petunjuk RasulNya. Dipersyaratkanlah bahwa poligami hanya diperbolehkan jika istri tidak bisa hamil, sakit yang menyebabkannya tidak dapat melayani suami dan berbagai persyaratan yang datang dari hawa nafsu manusia. Persyaratan yang tidak pernah diberikan oleh Allah dan RasulNya.
Diantara mereka ada yang berdalil bahwa tidak ada orang yang bisa berlaku adil!
Ketahuilah!
Keadilan yag dimaksud dalam al-Qur’an adalah keadilan dalam hal-hal yang sifatnya lahiriah, adapun kecenderungan hati dan cinta yang tidak dapat ditakar, diukur ataupun ditimbang, dimana ia merupakan sesuatu yang abstrak, maka Allah tidaklah membebani hambaNya untuk adil dalam hal tersebut karena dia berada diluar kemampuan dan kekuasaan manusia, itulah hati manusia yang berada dalam kekuasaan Allah, yang membolak-balikkan hati. Ketika Rasulullah ditanya siapakah orang yang paling beliau cintai? Maka beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan A’isyah!
Padahal beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah hamba Allah yang paling adil dan menjadi teladan bagi ummat ini.
Poligami Ini hanyalah salah satu diantara sekian banyak syariat Allah.
isu yang berkembang hari ini baru sebagian dari syariat Allah, belum lagi pada perkara-perkara yang menyangkut darah jiwa, hukum-hukum pidana dalam Islam
Maka kepada para da’i, hari ini tugas kita masih terlalu banyak, tugas dakwah ilalllah ini masih terlalu besar, maka kurangi tidur, kurang bersantai, tingkatkan mujahadah untuk tugas besar menyadarkan ummat ini untuk kembali pada jalan yang benar masih panjang. Maka bekerjalah! Sesungguhnya masih banyak manusia yang begitu membutuhkan nasehat dan seruan Anda
(Disadur dari Khutbah Jum’at Ust.Saiful Yusuf,Lc di Masjid Wihdatul Ummah, 17 Dzulqa’dah 1427 H/ 7 Desember 2006)