Pertanyaan:
Bagaimanakah sikap yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki yang suka pada seorang perempuan tetapi perempuan tersebut masih sulit menjaga kehormatannya sendiri (dalam bergaul dengan lawan jenis). Dan bagaimanakah cara menasehatinya tanpa melanggar syariat Islam?
Dari MZ – Jakarta Barat
Jawaban:
Bismillah walhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah.
Menikah adalah salah satu bagian syariat yang memiliki tujuan yang sangat agung. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ﴿٢١﴾
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum : 21).
Ketenangan (sakinah) dalam kehidupan adalah hal yang dicita-citakan setiap orang, namun tidak semua orang bisa mendapatkanya. Ketenangan tidak identik dengan kesenangan, karena itu banyak orang yang senang dalam hidupnya namun tidak merasakan ketenangan, sehingga tidak heran jika ada orang yang kelihatannya hidup dalam kesenangan karena kekayaannya misalnya, namun memilih jalan bunuh diri untuk mendapatkan “ketenangan” karena ketenangan itu tidak didapatkannya dalam kekayaan dan kesenangan hidupnya.
Ketenangan (sakinah) hanya didapatkan dengan kedekatan kepada Allah, didapatkan dengan banyak berdzikir mengingat-Nya dan menyebut nama-Nya, didapatkan dengan beriman kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ﴿٢٨﴾
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28).
Allah Ta’ala juga berfirman:
هُوَ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَّعَ إِيمَانِهِمْ ۗ . . ﴿٤﴾
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (QS. Al-Fath : 4).
Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan petunjuk kepada kaum pria untuk memilih istri yang baik agamanya. Karena kualitas Agama seseorang menunjukkan tingkat keimanannya, dan dengan pasangan yang memiliki kualitas keislaman yang baik ketenangan dan ketentraman dalam kehidupan berumah tangga bisa diraih insya Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wanita itu (biasanya) dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, karena asal keturunannya, karena kecantikanya dan karena agamanya, maka pilihlah yang baik agamanya niscaya engkau akan beruntung.” (terj. HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits ini beliau memberikan arahan kepada mereka yang ingin mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup berumah tangga agar mencari pasangan yang memiliki kualitas keislaman yang baik.
Ketidakmampuan seorang wanita untuk menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul merupakan salah satu kekurangan dalam kualitas agamanya. Oleh karena itu seorang pria yang ingin membangun rumah tangga yang sakinah sudah selayaknya untuk tidak memilih wanita seperti itu untuk menjadi pasangan hidupnya. Bahkan karena demikian pentingnya masalah menjaga pergaulan ini, sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan seorang yang mengadukan tentang istrinya yang tidak bisa menjaga pergaulan untuk menceraikannya. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Sesungguhnya saya mempunyai seorang istri yang tidak menolak tangan orang yang hendak menyentuhnya.” Maka Nabi shallallahi ‘alaihi wa sallam berkata: “Ceraikanlah dia.” Orang itu menjawab: “Sesungguhnya saya mencintainya.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau begitu cegahlah dia.” (terj. HR. Abu Daud dan An Nasa-i dan disahihkan oleh An-Nawawi, Ibnu Hajar dan Al-Albani).
Jika ada rasa “suka” kepada wanita seperti itu maka ketahuilah bahwa kesukaan itu berasal dari hawa nafsu belaka, dan hawa nafsu sama sekali tidak pantas untuk diikuti karena hawa nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan (lihat QS. Yusuf : 53). Rasa suka tersebut bisa saja mengantarkan kepada perbuatan dosa jika tidak mampu mengendalikannya. Karena itu rasa tersebut perlu dihilangkan, dengan cara banyak berdoa kepada Allah yang berkuasa membolak-balikkan hati manusia agar Dia menghilangkannya dari diri kita. Disamping itu perlu berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengalihkan perhatian dari wanita tersebut dengan mengingat dan meyakini tuntunan syariat – sebagaimana telah dijelaskan di atas – dalam memilih calon pendamping hidup, sehingga kita akan lebih mengutamakan wanita yang memiliki keutamaan dalam kualitas agamanya di atas wanita-wanita lainnya meskipun mereka memiliki kelebihan dari sisi-sisi duniawi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu……” (terj. QS. Al-Baqarah : 221).
Tentu saja wanita-wanita seperti itu berhak untuk dinasehati sebab Agama ini adalah nasehat untuk siapa saja dan karena setiap orang berpotensi untuk menjadi orang yang baik dan saleh. Hanya saja – dalam kasus yang ditanyakan – karena sudah terlanjur ada rasa suka dalam diri penanya maka syaithan bisa saja menggelincirkan “aktivitas bernasehat” yang niat awalnya adalah untuk menasehati, menjadi fitnah yang dapat mengganggu atau bahkan merusak hati. Hal itu disebabkan karena usaha untuk menasehati dan memperbaiki orang lain yang ideal membutuhkan waktu, perhatian dan interaksi yang intens antara yang menasehati dan yang dinasehati. Karena itu jalan yang terbaik untuk menasehati wanita tersebut adalah dengan mengarahkannya kepada wanita-wanita shalihah dan Da’iyah yang kemudian akan menjalankan tugas dan fungsi nasehat, dakwah dan tarbiyah kepadanya sehingga dengan izin Allah dia akan berubah dan memiliki kualitas keislaman yang lebih baik. Wallahu Ta’ala A’lam.
Dijawab oleh ust Saiful Yusuf, Lc
(Alumni Fakultas Syariah Universitas Islam Medinah Tahun 1419 H/1998 M dan Mahasiswa S2 Jurusan Fiqh di King Saud University Riyadh)
————–
Buat anda yang ingin konsultasi masalah agama islam, silahkan ke ➡ http://wahdah.or.id/konsultasi-agama/