Diantara bentuk terapi terhadap penyakit futur adalah melazimkan muraqabatullah dan banyak berdzikir (mengingat dan menyebut nama-Nya).
Hakikat muraqabah (merasa diawasi oleh Allah) adalah, “Hendaknya kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, (yakinlah) sesungguhnya Dia melihatmu.” Muraqabah kepada Allah berkonsekuensi sebagai berikut:
– Khauf dan khasyyah kepada-Nya.
– Mengagungkan-Nya.
– Beriman secara mutlak pada ilmu dan kekuasaan-Nya.
– Mencintai dan mengharap-Nya.
Siapa saja yang menjaga rukun-rukun ini tidak mungkin akan melewatkan sesaat saja tanpa muraqabah kepada Allah dan ibadah kepada-Nya. Dan di antara perkara-perkara yang dapat memudahkan seorang muslim untuk itu adalah memperbanyak dzikir kepada Allah, memuji-Nya, dan mengagungkan-Nya. Itulah sebabnya ada banyak ayat dan hadits yang memerintahkan berdzikir kepada Allah. Allah berfirman,
Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya.” (Al-Ahzab [33): 41)
“Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain).” (Al-‘Ankabūt [29]: 45) “Dan ingatlah kepada Rabbmu apabila engkau lupa.” (AlKahf (18]: 24)
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. (Ar-Ra’ad [13]: 28)
Adalah Rasulullah menyifati adzan sebagai ‘da’wah tâmmah’, seruan yang sempurna’. Dan adalah lisan beliau tidak pernah lengang dari dzikir kepada Allah. Dan untuk itulah beliau bersabda, “Hendaklah lisanmu selalu basah dengan dzikir kepada Allah.
Membaca Al-Qur’an adalah dzikir yang paling utama. Karena itu hendaknya setiap muslim memiliki wirid harian dari Kitabullah. Dan hendaklah dia berhati-hati dari menjadi orang yang menjauhi Al-Qur’an. Yaitu orang yang disebut oleh Rasulullah (dan diabadikan oleh Allah dalam firman-Nya, -pent.),
“Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al Qur’an ini diabaikan.” (Al-Furqan [25]: 30)
Bentuk mengabaikan Al-Qur’an adalah dengan tidak mengimplementasikannya, juga dengan tidak membacanya.
Dan hendaklah setiap muslim mentadabburi Al-Qur’an dan mentafakkurinya, supaya Al-Qur’an menjiwai ilmu dan amalnya. Alah berfiman,
“Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur’an kah hati mereka sudah terkuncil Muhammad [47]: 24)
Baca Juga:
Di antara yang mesti diperhatikan oleh sebagian juru dakwah dan penuntut ilmu di zaman ini, menyepelekan hal ini dan lakannya. Sampai-sampai ada di antara mereka yang tidak menyempurnakan dzikir seusai melaksanakan shalat Fardhu dan dak membaca dzikir pagi dan petang, dengan alasan disibukkan dakwah dan menuntut ilmu. Sungguh, ini adalah bisikan tan, Adalah para salaf berdisiplin di dalam berdzikir kepada Allah. Allah telah menyifati mereka dengan firman-Nya, “Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadan berbaring Ali Imran (3]: 191)
Dan marilah kita memperhatikan ayat berikut ini: “Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. (Al-Baqarah [2]: 152
Apakah ada seseorang yang senantiasa berdzikir kepada Allah itu menjadi lemah atau terhinal?
Ibnul Qayyim menulis, “Sesungguhnya dzikir memberikan energi bagi orang yang melakukannya. Bisa saja saat berdzikir seseorang melakukan sesuatu. Sesuatu yang tidak mampu dilakukannya saat tidak berdzikir! Sungguh, saya telah menyaksikan kekuatan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di dalam berjalan, berbicara, bersikap berani, dan menulis. Kekuatan yang menakjubkan. Dalam satu hari beliau mampu menulis sebanyak yang ditulis oleh seseorang selama satu pekan. Para tentara pun telah menyaksikan kekuatan beliau di medan peperangan.
Masih tentang faedah dzikir, Ibnul Qayyim menulis, la adalah nutrisi bagi hati dan ruh. Apabila seorang hamba tidak berdzikir, maka perumpamaannya adalah laksana tubuh tidak diberi makan. Suatu saat saya mendapati Syaikhul Islam selepas shalat Subuh. Beliau berdzikir kepada Allah menjelang tengah hari. Kemudian beliau berpaling kepadaku seraya berkata, “Inilah sarapanku. Jika aku tidak mengonsumsinya, energiku akan sima. sampai
Imam Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari (Abdullah bin Qais) bahwa Nabi bersabda, Wahai Abdullah bin Qais!” “Saya penuhi panggilanmu, wahai Rasulullah!” jawabku. “Maukah kamu kuberitahu suatu kalima yang termasuk perbendaharaan surga?” tanya beliau. Tentu saja wahai Rasulullah,” jawabku. “Yaitu, La haula wa la quwwata illa billah (Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah),” sabda beliau.
Menurut versi lain, beliau bersabda, “Wahai Abdullah bin Qais! Ucapkanlah, ‘Lâ haula wa la quwwata illa billah Sesungguhnya kalimat itu adalah satu perbendaharaan dari perbendaharaan-perbendaharaan surga.
Ibnul Qayyim menulis, “Kalimat ini memiliki pengaruh yang mengagumkan untuk menghadapi berbagai kesulitan, menanggung beban berat, menghadapi penguasa, dan bagi siapa saja yang takut menghadapi suasana yang mencekam. []