Telaga Rasulullah ﷺ Dan Orang-Orang Yang Terusir Darinya
Oleh: Ustadz Maulana La Eda, Lc., MA.
Sudah menjadi cita seorang muslim tuk berjumpa dengan Sang Nabi, sosok teladan yang namanya tak pernah luput dari lisan dan hatinya, yang senantiasa menghiasi untaian syahadat, dan rangkaian shalawat dalam kesehariannya. Perjumpaan indah yang seringkali diharap oleh setiap orang yang masih beriman dengan hari akhirat dan kebangkitan, baik ia muslim yang shalih ataupun yang bergelimang dalam maksiat dan dosa. Lalu kapankah seorang muslim akan berjumpa pertama kali dengan beliau diakhirat kelak ? Sebuah tanda tanya yang membutuhkan jawaban indah seindah angan dan impian perjumpaan tersebut.
Ia adalah perjumpaan sakral dipinggir telaga suci beliau di Padang Mahsyar. Setiap umat –dalam suhu panas dan kondisi telanjang- kan mencari Nabi mereka yang menanti ditelaga-telaga yang telah disediakan oleh Allah ta’ala untuk setiap Nabi. Adapun Nabi kita maka ia memiliki Telaga Al-Kautsar yang air berkahnya terpancar dari sebuah sungai dalam surga yang juga dikenal dengan sebutan Sungai Al-Kautsar. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman, artinya: “Sesungguhnya Kami memberimu anugrah Al-Kautsar” (QS Al-Kautsar: 1).
Disanalah setiap umat Muhammad shallallahu’alaihi wasallam kan berbondong-bondong mencari tempat berteduh dan seteguk air penghilang dahaga dibawah teriknya mentari Padang Mahsyar. Dalam perihal ini Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya setiap Nabi memiliki telaga (di Padang Mahsyar), mereka saling berbangga telaga siapakah diantara mereka yang paling banyak pengunjungnya? Dan saya berharap telagaku menjadi yang terbanyak pengunjungnya” (HR Tirmidzi: 2443, dan dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Al-Shahihah: 1589).
Pada dasarnya, Al-Kautsar adalah nama sungai dalam surga yang khusus disediakan kepada Nabi kita, hanya saja karena telaga beliau yang ada di Padang Mahsyar kelak mengalir dari Sungai Al-Kautsar tersebut sehingga telaga itupun dijuluki juga dengan nama Telaga Al-Kautsar. Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma Rasulullah bersabda: “Al Kautsar adalah sungai di surga. Tepiannya terbuat dari emas. Salurannya adalah mutiara dan batu permata. Tanahnya lebih harum dari minyak kasturi. Airnya lebih manis dari madu dan lebih putih dari salju.” (HR Tirmidzi: 3361, shahih).
Demi memotivasi umatnya, Rasulullah seringkali menyebutkan sifat-sifat Telaga Al-Kautsar ini dihadapan para sahabatnya, bahkan seringkali menjawab pertanyaan yang diajukan pada beliau seputar telaga ini. Diantara kriteria telaga ini disebutkan dalam hadis-hadis berikut:
–Mengenai sifat-sifat air dan sumbernya, Tsauban radhiyallahu’anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Airnya lebih putih dari susu, lebih manis dari madu, airnya mengalir dengan deras ke dalamnya melalui dua pancuran dari surga (sungai Al-Kautsar). Salah satunya terbuat dari emas dan yang kedua dari perak.” (HR Muslim: 2301).
–Adapun aroma dan jumlah bejananya, maka disebutkan dalam hadis Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma: “Airnya lebih putih dari susu, aromanya lebih harum dibandingkan minyak kasturi. Jumlah bejananya bagaikan bintang-bintang di langit. Barang siapa minum darinya; niscaya ia tidak akan pernah merasa dahaga selamanya” (HR Bukhari: 7579 dan Muslim: 2292)
–Sedangkan luasnya maka disebutkan oleh beliau dalam banyak hadis, diantaranya: “Telagaku itu panjangnya sejarak satu bulan, tepi-tepinya juga sejarak itu.” (HR Muslim: 2292). Dalam hadis lain: “Sesungguhnya panjang telagaku antara Mekah ke Baitul Maqdis” (HR Ibnu Abi ‘Aashim dalam Al-Sunnah: 723). Juga hadis: “Sesungguhnya panjang ukuran telagaku sebagaimana dari Ailah (Palestina) dan Shan’a (Yaman)” (HR Bukhari: 6580 dan Muslim: 2303). Dalam hadis lain: “(Pangang telagaku adalah antara) tempatku ini (Madinah) dengan Oman”. (HR Muslim: 2301). Dalam HR Bukhari: 6577: “bahwa jaraknya antara Jarbaa’ dan Adzru’ (Dua tempat didaerah Syam)”.
Hadis-hadis ini secara tekstual saling bertentangan satu sama lain karena masing-masing menyebutkan jarak atau luas telaga yang berbeda, namun hal ini dijelaskan oleh Imam Al-Qurthubi rahimahullah: “Sebagian orang menyangka bahwa penetapan jarak atau luas telaga dalam hadis-hadis ini saling kontradiksi, namun kenyataannya tidaklah demikian. Sebab utama Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengungkapkan hadis-hadis tentang luas telaga ini dengan banyak kali dan dengan teks berbeda karena beliau ingin memberikan gambaran jelas kepada setiap para sahabat yang mendengarkannya dengan jarak yang mereka ketahui dinegerinya masing-masing. Sehingga beliau bersabda kepada Penduduk Syam bahwa luasnya antara Adzru’ dan Jarbaa’ (karena keduanya berada di Syam), dan bersabda kepada Penduduk Yaman bahwa luasnya antara Shan’a ke Aden (karena keduanya berada di Yaman), dan demikian seterusnya. Dan dalam kali yang lain beliau menyebutkan luasnya dengan jarak perjalanan dengan sabdanya: panjangnya sejarak satu bulan perjalanan. Dan maksud semuanya adalah bahwa telaga ini sangatlah luas antara lebar dan panjangnya… Wallaahu a’lam”. (Al-Tadzkirah: 706).
Dengan sifat dan kriteria telaga diatas tentunya sangat pantas bila siapa saja yang meminumnya maka tidak akan pernah merasa dahaga lagi selama-lamanya. Bahkan dengan luasnya telaga ini, tentunya seluruh umat islam akan sangat leluasa untuk bisa menimba air darinya dengan bejana yang jumlahnya tak terhingga lalu memuaskan dahaga Padang Mahsyar yang tentunya sangat menyiksa. Namun ternyata tak semua umat islam dibolehkan untuk mendekati telaga ini, akan ada diantara umat Muhammad shallallahu’alaihi wasallam yang akan dihardik dan terusir darinya bahkan tak akan pernah bisa meneguk satu tetespun dari air telaga yang berkah ini. Siapakah mereka dan apa kriteria mereka ? Dalam mengkaji hadis-hadis orang-orang yang terusir dari telaga Rasulullah, maka kita akan mendapati mereka terbagi dalam empat golongan;
Pertama: Orang-orang yang beriman dan berjumpa dengan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, namun kemudian murtad sebelum beliau wafat atau setelah wafat. Mereka ini kebanyakan berasal dari bangsa arab badwi dan yang membantu Musailamah Al-Kadzdab dalam memerangi umat islam dibawah pimpinan Khalifah Abu Bakr radhiyallahu’anhu.
Kedua: Kaum Munafik. Mereka ini adalah orang-orang munafik yang menampakkan keimanan kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam, dan menyembunyikan kekufuran.
Dua golongan inilah yang dipanggil oleh Rasulullah dengan julukan “sahabatku” tapi karena mereka telah murtad setelah beliau wafat atau menyembunyikan kekufuran, akhirnya mereka terusir dari telaganya sebagaimana dalam hadis: “Sungguh akan datang pada telagaku orang-orang yang pernah menjadi sahabatku, sehingga ketika aku telah melihat mereka dan mereka ditampakkan padaku, merekapun dijauhkan dariku. Maka sayapun berkata: “Ya Rabb, mereka adalah sahabatku, mereka adalah sahabatku. Maka dikatakan padaku: Sesungguhnya engkau tidak pernah tahu apa yang telah mereka ada-adakan (dalam perkara agama ini) setelahmu” (HR Bukhari: 6211 dan Muslim: 2304).
Sekte Syiah Rafidhah -yang sesat lagi menyesatkan- menjadikan hadis ini sebagai celaan dan kutukan terhadap seluruh para sahabat Nabi dan menyatakan bahwa mereka murtad sepeninggal beliau sehingga mereka terusir dari telaga. Namun pemahaman mereka ini sangatlah fatal, karena makna hadis tidak demikian dan sama sekali bertentangan dengan banyak ayat Al-Quran dan teks hadis-hadis yang menyimpulkan bahwa para sahabat telah diridhai Allah dan mereka kekal dalam surga-Nya. Adapun makna hadis ini adalah sebagaimana yang disebutkan dalam dua golongan diatas. Syaikh Abdul-Qahir Al-Baghdadi rahimahullah berkata: “Semua umat islam sepakat bahwasanya umat islam yang murtad setelah wafatnya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam adalah berasal dari kabilah Kindah, Hanifah, Fazarah, Bani Asad, dan Bani Bakr bin Wail, dan sama sekali tidak ada yang murtad dari kalangan Anshar ataupun Muhajirin (seperti yang diklaim syiah-pent)… dan seluruh Ahli Sunnah sepakat bahwa yang ikut serta dalam Perang Badr adalah masuk surga, demikian pula yang ikut serta dalam Baiat Ridwan di Hudaibiyah”. (Al-Farq Baina Al-Firaq: 353).
Ketiga: Ahli Bid’ah yang membuat-buat perkara baru dalam agama islam seperti Sekte Khawarij, Syiah, Mu’tazilah, dan lainnya. Hal ini disebutkan dalam teks hadis: “Sesungguhnya aku akan berdiri di atas telaga, sehingga aku akan melihat beberapa orang akan datang kepadaku diantara kalian (umatku), dan beberapa manusia dihalau dariku, dan aku akan berkata, “Ya Rabb, mereka dari golonganku, bagian dari ummatku.”
Kemudian akan dikatakan, “Apakah kamu mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu? Demi Allah, mereka telah berbalik ke belakang (murtad).” (HR Bukhari: 6593, dan Muslim: 2293, dari Asma’ bin Abi Bakr radhiyallahu’anhuma).
Juga termasuk orang yang melaksanakan sunnah tapi dengan niat untuk mendapatkan harta/manfaat dunia, sebagaimana disebutkan Imam Al-Syathibi rahimahullah ketika menjelaskan hadis ini: “Kategori (orang yang terjauhkan dari telaga) ini juga termasuk orang yang meyakini adanya sunnah dan mengamalkannya namun dengan niat untuk meraih harta dunia semata, bukan dengan niat beribadah kepada Allah, karena hal itu merupakan tabdil (bentuk perubahan) pada sunnah tersebut dan bentuk pengeluarannya dari kedudukan syar’inya” (Al-I’tisham: 1/96).
Keempat: Orang-orang muslim yang suka tenggelam dalam maksiat dan dosa besar. Ini diisyaratkan oleh hadis: “Akan ada diantara kalian (umatku) para penguasa, yang memerintahkan kalian apa yang mereka tidak kerjakan, maka barangsiapa yang membenarkan kedustaan mereka dan membantu mereka dalam menjalankan misi kezaliman mereka, maka ia bukanlah bagian dariku, dan saya bukan bagian darinya, dan ia tidak akan bisa mendatangi telagaku (diakhirat kelak)”. (HR Ahmad: 9/514, hasan). Wallaahu a’lam.
Semoga Allah Ta’ala menganugrahkan kita semua; sebuah perjumpaan indah dengan Rasul-Nya ditelaga beliau, dan tidak mengharamkan kita dari meneguk air telaganya. Aamiin.[]