Aku dan Wahdah Islamiyah
(Tarbiyah Mengubah Hidup Anak Metal)
Cuplikan naskah peserta lomba menulis Wahdah Islamiyah 2016
Oleh: Fulana
Saya adalah penggemar musik Metal. Bermula dari bangku SMP, hingga kuliah strata 1 di Universitas Halu Oleo Kota Kendari. Gemar memakai baju hitam. Bergaul dengan laki-laki adalah wajar bagiku. Saya sangat identik dengan musik keras tapi bukan minuman keras. Mengoleksi kaset penghambaan pada syetan. Ketika menonton konser maupun mendengar lewat kaset, kepala pasti terayun-ayun.
Sejak awal perkuliahan, pergaulan makin meluas. Bersahabat dengan non muhrim maupun dengan para ukhti yang berhijab. Kadangkala saya merasa asing. Ketika melihat wanita mengenakan hijab menjulur jauh kebawah. Gamis yang luas dan besar. Menyisir habis debu jalanan. Fikiran mengumpat, ah berlebihan sekali, belum tentu akhlaknya baik. Mungkin dipakai menutupi keburukannya. Itulah yang tertanam dalam fikiranku selama bertahun-tahun. Terlebih lagi wanita yang bercadar, sudah pasti kami gunjing.
———————-
Sinar Matahari tidak menyisakan bayang-bayang . Kujulurkan kaki di taman depan kelas. Disebelah kananku terlihat perempuan-perempuan berjubah besar. Berombongan menuju pelataran mesjid kampus. Wajah mereka tertunduk seperti sedang menghitung hitung langkah amalan ibadah.
Terhenyak. Tiba-tiba merasa kagum. Sungguh berbeda dengan suasana kampung halaman. Jarang kutemui wanita seperti mereka. Aku menghela nafas panjang. Tatapan kosong pada langit. Sepuluh detik. Telinga menangkap panggilan namaku. Kupalingkan wajah. Tampaklah tiga muslimah sekelasku.
Anti melambaikan tangan. Penuh semangat. Mereka berpakaian gamis jilbab segi empat menutupi dadanya menambah anggunnya ketiga sosok wanita muslimah ini dan kakinya yang tertutup dengan kaos. Kuraih batang pohon ketapang, lalu berdiri dan menyambutnya. Senyum tipis sedikit terpaksa.
“Assalamualaikuuum”, Anti mengayunkan tangannya.
“Waalaikumsalam , kalian dari mana?”, sambil kuraih salamnya.
“Dari ngaji icha..”.
“Hah, ngaji?? kalian tidak tahu ngaji yah??, sahutku mendesis.
“Hehehe…tau kok Icha”, mereka pun kompak tersenyum.
“Ohh….saya kira”.
“Kamu mau ikut ngaji gak? hari selasa ada liqo di pelataran mesjid kampus”. Lanjut Anti.
“mmm…. boleh deh”, ucapku tak bersemangat. Hanya untuk menghargai mereka.
———-
Akhirnya hari itu tiba. Menjelang dhuhur. Mereka mendatangiku meminta persetujuan. Saya pun mengiyakan. Sepanjang jalan saya mengira seperti belajar mengeja huruf hijaiyyah.
Gugup. Ada puluhan gadis menunggu. Mereka memakai rok dan beragam motif jilbab. Hati bergetar. Aneh. Pertemuan di buka oleh seorang wanita bergamis hitam dan berjilbab hitam polos tanpa hiasan. Dia membuka majelis. Suaranya lembut, bersahaja. Cahaya ilmu tampak pada matanya. Kagum. “Ya Tuhan begitu jauhnya derajat dia dengan saya di mataMu” , hati meringis.
Tibalah pada pertemuan pekan ketiga. Seperti biasa saya memakai celana jeans dan memakai baju warna hitam bertajuk tengkorak di tutupi kemeja lengan panjang. Kamipun masuk keruangan. Hah.. Mulutku mendesis. Tersentak. Gadis-gadis yang dulunya berpakaian cerah dan jilbab segitiga, berubah total. Sempurna tertutup. Risih bercampur malu. Pembahasannya pun seputar hijab dan kewajiban menutup aurat secara sempurna. Pandangan mereka tertuju padaku. Semua itu tambah membuat batinku tertekan. Saya tidak bisa berubah dalam sekejap!. Seharusnya hati yang lebih dahulu ditutup. Pikiranku membela diri.
Hari demi hari berlalu. Alasan demi alasan terucap. Menghindar!. Saya merasa tidak pantas duduk dalam pengajian, karena memang pada saat itu tinggal saya yang memakai celana jeans, baju ketat dan menggulung lengan kemeja sampai setengah pergelangan datang dalam pengajian, saya merasa orang tak pantas ada dalam pengajian ini bersama wanita-wanita sholehah. Dan akhirnya pergaulanku berubah arah awalnya biasa ke tempat pengajian sekarang ke tempat perkumpulan anak metal,orang-orang yang identik dengan musik keras, campur baur laki-laki dan perempuan. Suatu waktu, mereka mengajak ke tempat pengajian. Bertepatan dengan konser band Metal “Burgerkill” yang datang di kota Kendari. Saya berkelit. Memilih menonton konser. Menurutku mereka terlalu serius dengan kehidupan. Pembahasannya surga dan neraka saja.
———-
Siapa yang tidak bahagia saat libur lebaran. Berkumpul dengan sanak saudara, tetangga dan teman lama. Namun libur lebaran bagi kampusku selalu singkat. Perkuliahan cepat berlangsung. Reuni demi reuni tak sempat kuhadiri. Teman STM ku pun selalu menggunjing. Ada yang mengatakan sudah nikah siri, jadi sibuk urus suami. Sebagian mengatakan hamil diluar nikah.
Ibu terkejut seusai mendengar berita tersebut. Beliau menyusulku ke Kendari. Memastikan!. Malamnya kami ke dokter. Sepanjang jalan mata ibu berkaca-kaca. Satu bulir akhirnya terjatuh. Saya merasa berdosa. Nafas-nafas kami memburu. Menunggu hasil laboratorium. Pukul 21.26 WITA ibuku langsung memelukku erat. Kubisikkan kata-kata maaf. Alhamdulillah hasilnya negatif.
———-
Setelah lulus dari bangku kuliah. Pada 19 Oktober 2014 saya mengikuti ujian masuk pegawai di Jakarta Selatan. Saya berharap Tuhan membantuku. Berharap usaha tidak mengkhianati hasil. Siang malam berkutat dengan buku. Namun disaat pengumuman. Sekali lagi Tuhan tidak mengabulkan.
Menangis. Hati perih. Mencaci maki Tuhan; Kurang usaha apa lagi ya Allah. Saya telah maksimal. Ibadah telah kuperbaiki. Kurang apa lagi?. Orang yang tidak pernah mengingatMu, selalu Engkau berikan rezeki. Orang-orang kafir, engkau berikan yang mereka inginkan. Tidak adil !. Engkau bohong Tuhan!. Baik. Mulai saat ini saya tidak akan beribadah lagi. Beribu makian terucap.
Sepekan seusai pengumuman itu saya ke Makassar. Berjumpa dengan teman-teman sekolah, merekalah yang memfitnahku. Tiada dendam bersemayam dilubuk hati. Mereka mengajak reuni. Sholat Fardhu mulai tertunda. Terkadang tidak sholat dalam sehari. Tenggelam dalam urusan dunia. Kursus bahasa inggris. Jalan-jalan ke Mall. Lanjut ke Bioskop. Akhirnya terkapar letih di Mess karyawan PT. Aneka Tambang. Ini berlangsung selama empat bulan.
Saya habiskan waktu untuk menghilangkan rasa kecewa pada Tuhan. Cobaan yang berentetan. Tanpa ada celah untuk keluar dari masaalah. Sekali lagi orang tua kecewa.
Bulan keempat. Seorang teman pria. Dokter muda. Mengajakku bersama Fatimah adikku, mengunjungi seorang ibu yang akan dioperasi. Dia berasal dari Bau-Bau. Kami berkenalan singkat. Tiga minggu kemudian ibu itu kritis. Meninggal sebelum di operasi.
Sekali lagi saya bersedih. Bukan karena kematiannya saja. Ada pesannya untukku. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, dia berkata; “Khalid tolong sampaikan pesanku buat icha; “Dia selalu bercerita tentang penderitaan dan kekecewaannya kepada Tuhan, katakan padanya bahwa Allah merindukannya, cobaan yang selama ini dia alami, adalah cara Tuhan agar dia kembali padaNya, agar dia beribadah dengan ikhlas, bukan karena mengharapkan sesuatu kecuali hanya untuk mengharap ridhoNya, katakan lagi perbaiki niatnya, mungkin saja niatnya selama ini yang salah. Janganlah dia berputus asa atas Rahmat Allah”.
Setelah mendengar semua itu, saya lalu mengambil air wudhu. Air mata terburai. Semakin kubasuh semakin deras. Rindu dan sesal beradu. Merasa bersalah pada Allah Azza wa Jalla.
Pada saat mengangkat takbir, kerinduan itu semakin menderu. Nafas tersengal. Dada bergemuruh. Ada yang berbeda. Sesuatu telah terjadi padaku. Segalanya tumpah dikala sujud. Sejak saat itu saya berjanji, akan meninggalkan Makassar dan kembali memperbaiki ibadahku.
———-
Sendiri. Lembayung senja membentuk sayap rajawali. Di langit pantai losari. Helainya mengepak-epak memanggil malam. Aku ingin dekat dengan Tuhanku. Aku ingin berubah!. Sayup-sayup terdengar Adzan berkumandang. Lamunanku terhenti. Aku lalu berjalan menuju mesjid.
Seusai sholat magrib, hatiku mengetuk. Carilah majelis dzikir!. Semoga ketenangan menyapamu. Saya mengingat seorang sahabat media sosial. Dia kuanggap religius. Saya memintanya untuk mencarikan tempat pengajian terdekat. Beberapa saat kemudian dia memberikan nomor telepon salah seorang Ustad. Silahkan dihubungi, dia bisa memberi solusi atau menunjukkan tempat menuntut ilmu Agama.
Keesokan harinya saya menelpon Ustad tersebut. Dia menyarankan agar saya mondok di pesantren Al Fatah, di Jeneponto. Disana ada kelas untuk orang dewasa. Dengan masa empat bulan sampai setengah tahun. Namun ada syaratnya, tidak bisa membawa telpon genggam dan tidak boleh berkomunikasi dengan keluarga. Plak.. syarat yang tidak masuk akal. Saya lalu berkonsultasi dengan Bapak. Beliau menentang keras. Beliau takut karena banyaknya aliran sesat. Saya mencoba merayu tapi hasilnya nihil.
Kembali batinku menangis, “Ya Allah saya ingin hijrah”. Airmata berderai. “Mengapa keinginanku untuk kembali terhalang oleh manusia?”. Di akhir keputusasaan saya memutuskan untuk kembali ke kampung. Hampa. Rindu sang Pencipta.
Sebulan sudah saya di Pomalaa. Ada rasa gelisah. Mengurung diri dalam rumah. Beban pikiran semakin hari semakin menekan. Siaran televisi hiburanku. Akhirnya saya menemukan tv rodja. Bertepatan dengan itu, penceramahnya mengatakan “menuntut ilmu agama itu wajib bagi setiap muslim, maka datangilah majelis-majelis ilmu”. Perkataan itu membuatku sesak. Mengingat penolakan bapak. Tiga bulan lebih mengurung diri. Saya pun berusaha keluar rumah. Saat itu adik saya yang berumur 11 masuk mengaji. Saya pun mengantarnya.
Memasuki pelatarannya yang luas. Tiga ruko berjejer. Bangunannya bersih. Berwarna putih dengan sudut di cat warna kebiruan. Masing-masing atapnya berbentuk prisma. Timpa’laja bertingkat tiga. Menandakan bangsawan suku bugis.
Aneh. Ada semangat ketika akan mengantar adikku. Setelah berpamitan dengan ustadzahnya. Sayapun kembali. Tujuh langkah kedepan saya terhenti. Terpaku. Sebuah tulisan pada Baliho. Berdampingan dengan tempat adikku. “FORUM MUSLIMAH AL-QONITAAT POMALAA Wadah belajar Al-Qur’an orang dewasa, Belajar Tajwid dan Menghapal Al-Qur’an juz 30”. Penasaran.
Keesokan harinya saya sengaja lewat. Tidak ada tanda-tanda orang belajar mengaji. Akhirnya saya memberanikan diri mengetuk. Muncul seorang wanita berumur 28 tahun. Mengenakan khimar berbahan kaos. Berwarna hijau lumut. Menjulur keseluruh tubuh. Senyumnya membias. Sorot mata tawadhu. Tergesa-gesa saya mengutarakan maksud.
“Assalamualaikum, kak saya mau mengaji hari ini?, Bisa?.
“Waalaikumsalam, afwan.. duduk dulu yuk?, tangannya menunjuk sofa coklat disampingku.
“ Nah, sekarang kita kenalan dulu, nama adik siapa?
“ Icha kak. Saya mau mengaji…bisakah saya mengaji sekarang?, dengan nada setengah memaksa.
“Hehe.. kalau sekarang belum bisa, disini ada jadwalnya. Ta’lim rutin tiap sabtu. Kalau kelas mengaji nanti saya carikan kelas ya.
“Oh iya kak”. Sahutku sambil menggaruk-garuk kepala. Ta’lim itu apa ya?.
“Bisa minta nomor hpnya dek?, nanti saya hubungi kalau ada kelas baru dan ta’lim”.
“Oh iye kak, ini 085256(pent)”.
Saya pun berpamitan. Pandangan melirik kekiri. Terlihat disela horden. Beberapa wanita berpakaian hitam-hitam. Salah satunya melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Terenyuh. Sayapun berlalu.
Sepekan berlalu. Sms yang kunanti telah masuk. “Bismillah, afwan ukhti sebentar ada jadwal mengaji jam 01:30 pm di Forum Muslimah Al-Qonitaat Pomalaa, datang ya?”. Allahu akbar.. “ukhti?”, ukhti itu apa yah?. Sisa setengah jam. Akupun beranjak dari kursi ruang tamu. Bersiap!.
Takjub. Lidah kelu. Menapak lantai ruang ta’lim. Tirai terpasang setinggi 3 meter. Dalam hati bertanya tanya, apakah ini ajaran islam yang sebenarnya? bahkan mendengar ta’lim/ceramah jika yang membawa kajian adalah seorang ustadz dan yang menjadi pendengarnya adalah akhwat maka kita dipisahkan oleh tirai atau biasa orang bilang hijab agar tidak terjadinya campur baur. Kami bergegas untuk mendengar ta’lim. Dibalik tirai terdengar suara asing. Seorang ustadz. Masya Alloh. Ini adalah pertama kali saya mengalaminya. Ta’lim berlangsung lancar. Materi dipaparkan oleh ustadz Zulfikar. Saya menyimak sambil menulis poin-poin penting. Setelah ceramah beliau langsung menghilang di balik tirai. Wajahnya tak pernah terlihat. Semua akhwat bersalaman. Sayapun turut serta. Sebagian menanyakan namaku.
Mereka ramah dan sopan. Prasangkaku selama ini salah besar!. Penampilan dan akhlak sejalan. Wanita sholehah berakhlak mulia. Ketika akan berpamitan, saya di panggil oleh wanita yang pertama saya temui. Ternyata beliau pemilik rumah yang di tempati ta’lim. Dan beliau adalah seorang rifqah /ketua di FMQ.
“Kakak, saya pamit pulang”.
“Tapi balik lagi kesini ya! Sahutnya.
“Kenapa kak?” sambutku kebingungan.
“Ada kelas Tarbiyah dik”
Saya hanya mengangguk dan mengiyakan. Istilah yang tidak kumengerti
Setelah dari rumah saya kembali, kami duduk setengah melingkar. Didepan ada seorang wanita bercadar. Awalnya masih risih. Ternyata beliau adalah murobbiku. Memperkenalkan dirinya dengan tutur kata bersahaja, ramah, dan berwibawa. Namanya Siti Fatimah. Panggilannya Ummu Mardiyah. Untuk sekian kalinya saya terkagum. Masya Allah. Beliau membahas tentang pentingnya menuntut ilmu.
Beberapa bulan saya mengikuti tarbiyah. Pola pikir berubah haluan. Mulai peduli dengan agama. Hati bergumam; “belum ada yang saya lakukan untuk Agama Allah”. Saya terlalu menuntut banyak dariNya.
Inilah Tarbiyah tujuannya untuk memperbaiki manusia. Dengan tarbiyah saya mendapatkan pengetahuan, harga diri, kekuatan dan persatuan. Saya selalu dibimbing. Rasa percaya diri di bangun di halaqoh tarbiyah. Diajar untuk kuat melangkah. Diatas kerikil kehidupan. Ukhuwa yang kami jalin dapat merobohkan kedengkian, permusuhan dan terpecah belahnya umat. Tarbiyah menjawab semua belenggu hidup selama empat tahun. Saya meninggalkan semua hal-hal yang dahulu sulit untuk melepasnya. Termasuk musik metal yang saya gemari. Bukankah Allah mengatakan “Jika kau meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik”. “ Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu dia memberikan kecukupan (QS. 93:8)
Tanggal 22 November 2015, tepat empat bulan saya mengikuti tarbiyah. Saya memutuskan untuk menggunakan hijab syar’i. Masya Allah. Sesuatu yang pernah saya hina, saya caci, dan saya fitnah dengan mengatakan wanita yang terlalu berlebihan dalam agama. Itulah pemahamanku dahulu karena kurangnya ilmu yang saya ketahui.Ternyata mereka membalut tubuhnya dengan pakaian yang syar’i karena mereka dituntut untuk mengatur segala apa yang ada dalam kehidupannya sesuai dengan tuntutan islam sesuai Al Qur’an dan Sunnah. Alhamdulillah saya mulai merasa tenang dalam menghadapi hidup. Tarbiyah menguatkan ketika iman mulai menurun, tarbiyah mengajarkan menjadi manusia yang berguna untuk orang lain. Tarbiyah hadir dalam kehidupan saya bagaikan setetes embun di tengah keringnya dan gersangnya hidup, dan melalui tarbiyah kini hidayah menyapaku. “Maka nikmat Tuhanmu mana lagi yang kau Dustakan?”Ayat ini selalu membuatku menangis sesuatu yang tidak dapat ditukar dengan apapun didunia ini adalah hidayah karena hidayah mendatangkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Tarbiyah bagi wanita muslimah hendaknya mampu menumbuh kembangkan berbagai sifat positif dalam kepribadiaan, sehingga lahirlah proses tarbiyah yang berkesinambungan.
Sekian lama mencari jati diri. Akhirnya hidayah Allah itu ada di kampung halaman. Forum Muslimah Al-Qonitaat Pomalaa dan ternyata Forum tersebut dinaungi oleh Ormas Wahdah Islamiyah. Dan kini Forum Muslimah Al-Qonitaat telah berubah nama menjadi Lembaga Muslimah Dewan Pimpinan Cabang Wahdah Islamiyah Pomalaa Kabupaten Kolaka.
———-
Malam bergulir dihiasi perenungan, menilik kembali masa-masa jahil. Kebutahan mata hati sungguh membelit dan menutup pandangan, sehingga tak tahu jalan yang lurus!. Dahulu kami bermujahadah untuk bermaksiat kepada Rabb. Lalu ketika hidayah datang, akankah kita melemah dalam mujahadah? Bantu kami Ya Robb. Mata kami buta, telinga kami tuli, hati kami keras, namun ketika Engkau sirami dengan setitik hidayah, akankah kami ujub dan sombong? Lindungi kami ya Robb.
Setiap detik engkau turunkan nikmat dan setiap detik pula kami kufur kepadaMu. Setelah Engkau buka hati kami, jagalah.. karena Engkau adalah sebaik-baik penjaga. Satu persatu teman, sahabat, orang tak dikenal bahkan musuh sekalipun Engkau datangkan hanya untuk memberikan pelajaran akan makna kehidupan.
Ya Robb….Tiada yang sia-sia, terima kasih.
Akhirnya Allah Azza wa Jalla memberikan saya kekuatan untuk menutup akses kepada masa lalu dan teman laki-laki. Berat memang awalnya. Perasaan disangka sombong, tapi yang haq tetaplah yang haq dan perlahan hati sudah bisa membedakan.
Suasana kian berbeda dari hari kehari, sibuk dengan Tadarrusan, Tarbiyah, murojaah dan menambah hapal hadits, menjaga pandangan, menjaga akhlak, dan yang pasti menjaga hati insya Allah. Hidup semakin menantang!, challenge everyday!, seperti iklan game need for speed. Ukhti-ukhti yang berakhlak mulia selalu menghibur agar tetap istiqomah di jalur yang haq ini. Jalur/genre nubuwah. Mereka siap menjadi bahu penyangga ketika duka dan menjadi pendengar setia di kala suka.
Tepatnya sekitar 15 Desember 2015 saya di undang oleh ketua Lembaga Muslimah Dewan Pimpinan Cabang Wahdah Islamiyah Pomalaa yaitu Kak Ria yang biasa di panggil Ummu Inayah untuk menghadiri musyawarah, dan saya tidak pernah membayangkan saya di masukkan dalam kepengurusan. Masya Allah, saya sangat berterima kasih kepada Allah, karena saya di berikan kesempatan untuk bergabung bersama aktifis-aktifis dakwah penolong agama Allah Lembaga Muslimah Dewan Pimpinan Cabang Wahdah Islamiyah Pomalaa.
Selain sibuk dengan Tarbiyah, taklim, dan dakwah. Kami menjalin hubungan dengan masyarakat pesisir kota. Mengadakan bakti sosial. Membagikan bahan makanan, gamis dan jilbab. Mengajak mereka untuk mengaji dengan sistem Dirosa. Selain itu kami juga mengadakan Daurah dan Tabliq Akbar.
Alhamdulillah setelah bergabung di dalam kepengurusan, beberapa bulan kemudian saya di beri kepercayaan oleh kak Ria (Rifqah LM DPC WI Pomalaa), untuk mengajar di Halaqoh Dirosa, sebuah kepercayaan yang mulia. Akhirnya saya bisa berdakwah. Meski berawal dengan metode Dirosa“Sebaik-baik kamu adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya (HR. Bukhori). Inilah hasil dari tarbiyah yang telah membangkitkan kepercayaan diri saya yang telah lama tertimbun dan sekarang menjadi wanita muslimah kuat, memiliki kepribadian sebagai wanita yang aktif mengajak masyarakat melakukan kebaikan dan mencegah kemungkaran dari keburukan diatas petunjuk Al-Qur’an dan As Sunnah.
——————
Menjelang subuh hari 14 rabiul akhir, saya terjaga karena dikejutkan dering sms. “Pasti ada yang genting” celetuk hatiku. Lalu kulihat mirip nomor yang telah kuhapus.
Fiuuuhh….ada apa ini?? Ujarku bingung. Lalu ku hapus smsnya dan kuletakkan disamping tumpukan buku Lu’lu wal Marjan. Kokok ayam jantan mengiringi langkahku menuju tempat wudhu. Dingin menusuk kulit namun menenangkankan hati. Duduk diatas sajadah. Lalu berujar “ Janganlah bengkokkan jalanku
ya Rabb setelah Engkau tunjukkan jalan yang lurus”. Saya telah bersyukur, saya yakin pertemuanku dengan Ormas tersebut bukanlah sesuatu yang kebetulan tapi memang sesuatu yang engkau telah atur untukku.