Tarbiyah Ber-Marhalah

Date:

Tadarruj (metode berjenjang) dalam menapaki alur kehidupan ini merupakan tuntutan fitrah dan tabiat utama setiap insan. Ia juga merupakan sunatullah sekaligus tuntunan dan dasar syariat islam yang mesti diaplikasikan dalam proses ta’lim atau proses belajar mengajar dan tarbiyah atau pembinaan. Urgennya metode tadarruj ini bisa dipahami dari makna definisinya sendiri, sebagaimana yang dipaparkan oleh Syaikh Yusuf Abu Halalah bahwa ia adalah “perpindahan dari suatu marhalah (jenjang) ke marhalah lain yang lebih tinggi dengan misi meraih tujuan yang dicita-citakan.” (Lihat: At-Tadarruj fi Thalabil-‘Ilmi: 23).

Syariat Allah Ta’ala yang diturunkan pada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sangat memperhatikan metode tadarruj dalam membumikan nilai-nilai iman dan takwa di hati para sahabat radhiyallahu’anhum. Sehingga, pembinaan diri para sahabat melewati beberapa marhalah; pembinaan pertama para sahabat terpusat pada pemurnian tauhid dan penguatan iman, lalu beralih pada marhalah penegasan akan perintah kewajiban-kewajiban paling urgen semisal salat, lalu setelahnya marhalah pemantapan seluruh syariat dan hukum-hukum islam. (Lihat: At-Tarbiyah Al-Jamaa’iyah fil-Islaam: 123).

Tujuan utama metode tadarruj dalam pembinaan para sahabat ini adalah agar mereka lebih mudah mengaplikasikan nilai-nilai ketakwaan dan meninggalkan amal-amal jahiliyah, karena jiwa manusia biasanya merasa terbebani dengan ragam kewajiban yang diembankan padanya sekaligus, sehingga dengan adanya marhalah-marhalah ini, ia lebih akan sanggup menerimanya dan mengaplikasikannya step by step. Inilah yang diisyaratkan oleh Ibunda Aisyah radhiyallahu’anha dalam ucapannya:

إنما نزل أول ما نزل منه سورة من المفصل، فيها ذكر الجنة والنار، حتى إذا ثاب الناس إلى الإسلام نزل الحلال والحرام، ولو نزل أول شيء: لا تشربوا الخمر، لقالوا: لا ندع الخمر أبدا، ولو نزل: لا تزنوا، لقالوا: لا ندع الزنا أبدا.

Artinya: “Sesungguhnya ayat-ayat yang pertama kali turun darinya (Al-Quran) adalah surat-surat dari Al-Mufashshal (yang merupakan bagian Al-Quran dari surat Qaaf hingga An-Naas_pent), di mana di dalamnya terdapat penjelasan tentang surga dan neraka. Sehingga ketika manusia (para sahabat) telah lebih memahami dan meyakini islam ini, turunlah penjelasan tentang halal dan haram. Seandainya ayat-ayat yang pertama kali turun adalah larangan “Janganlah kalian meminum khamar!”, niscaya mereka akan menjawab, “Kami tidak akan meninggalkan khamar.” Juga seandainya bila ayat yang pertama turun adalah larangan “Janganlah kalian berzina”, niscaya mereka akan menjawab, “Kami tidak akan meninggalkan zina.” (Shahih Bukhari: 4993)

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah memaparkan: “Di sini, beliau (Aisyah) mengisyaratkan tentang hikmah ilahiyah terkait jenjang pengaturan turunnya wahyu, yakni bahwasanya kandungan ayat-ayat Al-Quran yang pertama kali adalah seruan kepada tauhid, pemberian kabar gembira berupa surga bagi seorang mukmin, dan ancaman berupa neraka bagi orang kafir dan ahli maksiat. Ketika jiwa-jiwa mereka telah terbina dan terbiasa dengan hal itu, diturunkanlah ayat-ayat yang mengandung hukum-hukum (halal dan haram).” (Fathul-Bari: 9/40).

Di antara proses atau metode tadarruj yang populer terjadi dalam pembinaan diri para sahabat nabi di masa mereka adalah tarbiyah atau pembinaan diri mereka untuk meninggalkan khamar dan riba secara ber-marhalah dan bertahap, bukan langsung diharamkan satu kali sekaligus. (Lihat: Qawaa’id At-Tadabbur Al-Amtsal li Kitaabillaah: 58-63)

Oleh karena itu, praktek tarbiyah dan ta’lim wajib menerapkan metode tadarruj atau ber-marhalah, diawali dengan persoalan-persoalan yang ringan dan lebih urgen, lalu secara berjenjang beralih ke persoalan yang lebih berat dan rumit. Ibnu Abdil-Barr rahimahullah berkata: “Menuntut ilmu itu memiliki jenjang dan tingkatan yang tidak boleh dilangkahi begitu saja. Siapa yang melangkahinya seluruhnya (tanpa berjenjang) maka ia telah menyelisihi metode para salaf rahimahumullah. Siapa yang menyelisihi mereka secara sengaja niscaya ia tersesat, dan siapa yang menyelisihi mereka lewat pandangan dirinya maka ia akan tersalah.” (Jaami’ Bayaanil-‘Ilmi wa Fadhlihi: 438)

Proses tadarruj atau ber-marhalah ini juga merupakan karakteristik utama para ulama, murabbi, dai dan penuntut ilmu rabbani yang mensinkronkan dalam diri mereka ilmu, amal, dan dakwah dalam seluruh lini kehidupan, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah Ta’ala dalam Al-Quran:

وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ [آل عمران: 79]

Artinya: “Hendaklah kalian menjadi orang-orang rabbani; karena kalian selalu mengajarkan Kitab dan disebabkan kalian tetap mempelajarinya.” (QS Aali ‘Imran: 79).

Tentang makna kata “Rabbani” dalam ayat ini, Imam Bukhari rahimahullah menukilkan bahwa sebagian ulama mendefinisikannya dengan ungkapan:

الرباني الذي يربي الناس بصغار العلم قبل كباره

Artinya: “Makna Rabbani adalah orang yang mengajarkan dan mengkader manusia dari ilmu yang ringan sebelum ilmu yang berat”. (Shahih Bukhari: 1/24)

Dalam Fathul-Bari (1/121), Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah memperjelas bahwa makna ungkapan sebagian ulama ini adalah mengajarkan ilmu pada manusia dengan metode tadarruj.

Hal ini kemudian dipertegas lagi oleh Syaikh AbdurRahman As-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya bahwa makna Rabbani adalah para ulama bijak yang mengajarkan manusia dan mentarbiyah mereka dengan memulai dari ilmu yang ringan sebelum ilmu-ilmu yang berat dan rumit, serta mengaplikasikan ilmu tersebut. (Tafsir As-Sa’di: hal. 136).

Terkait metode tadarruj ini, Imam Ibnul-Qayim rahimahullah juga menegaskan: “Dalam hadis ini juga (yaitu hadis “para ulama adalah pewaris para nabi”) terdapat peringatan bagi ahli ilmu agar mereka mentarbiyah umat ini sebagaimana orang tua mentarbiyah anak-anak mereka, sehingga mereka harus mentarbiyah mereka dengan metode tadarruj dan taraqqi (berjenjang) dari jenis ilmu yang ringan lagi mudah menuju ilmu yang berat lagi rumit, serta membebankan mereka terlebih dahulu ilmu yang mereka bisa pikul; sebagaimana berjenjangnya seorang ayah dalam memberikan jenis-jenis makanan pada anaknya.” (Miftaah Daar As-Sa’aadah: 1/66).

Kesimpulannya, tarbiyah atau pembinaan umat di berbagai aspek dan bidang kehidupan mereka dengan metode tadarruj atau ber-marhalah atau berjenjang bukan hanya tuntunan syariat dan tuntutan fitrah manusia, namun ia juga adalah tangga utama menuju kesuksesan dan kemapanan diri mereka, sebagaimana yang disebutkan oleh sebagian ulama:

التدرج معراج التخرج

“Tadarruj adalah tangga menuju kesuksesan.”

Wallaahu a’lam.

Oleh: Maulana La Eda, Lc. MA.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Kolaborasi WIZ dan ASBISINDO: 139 Anak Yatim dan Dhuafa Dapat Santunan Serta THR

MAKASSAR, wahdah.or.id - LAZNAS WIZ bersama Perkumpulan Bank Syariah...

Pekan Terakhir Ramadan, 750 Paket Iftar Didistribusikan WIZ dan KITA Palestina ke Jalur Gaza

GAZA, wahdah.or.id - Kehidupan masyarakat di Gaza Palestina saat...

Pondok Pesantren Abu Bakar Ash-Shiddiq: Wadah Baru untuk Pendidikan dan Dakwah Islam di Kawasan Bontobahari Bulukumba

BULUKUMBA, wahdah.or.id - Proses pembangunan Pondok Pesantren Abu Bakar...

Mitra Wahdah di Gaza: Terima Kasih Wahdah, Terima Kasih Indonesia

MAKASSAR, wahdah.or.id - Wahdah Islamiyah dan Komite Solidaritas (KITA)...