TANGGUNG JAWAB PENUNTUT ILMU SYAR’I

Date:

Di dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda: .

يَحْمِلُ هَذَا اْلعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُوْلُهُ، يُنْفُوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الغَالِّيْنَ وَتَأْوِيْلَ الجَاهِلِيْنَ وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ.

Artinya:”Ilmu (agama) ini akan dibawa oleh orang-orang terpercaya dari setiap generasi. Mereka akan meluruskan penyimpangan orang-orang yang melampaui batas, ta’wil orang-orang jahil, dan pemalsuan orang-orang bathil”. [lihat Al-Jaami’ li-Akhlaqir-Raawi wa Adabis-Saami’oleh Al-Khathib Al-Baghdadi dan dinyatakan shahih oleh syaikh Albani].

Sesungguhnyah hadits ini bisa menjadi lentera bagi kaum muslimin dalam membela dan memperjuangkan agama Allah –Subhanahu wa Ta’ala-, dan menggugah jiwa segenap kaum muslimin bahwa mereka memiliki tanggung jawab yang harus dipikul untuk agama ini.

Beberapa pelajaran penting yang bisa kita petik dari hadits diatas:

  1. Bahwa agama islam akan tegak diatas dunia ini sampai waktu yang dikehendaki oleh Allah, dan diantara pilar tegaknya agama ini adalah orang-orang pilihan  Allah -subhanahu wa ta’ala- yang hidup pada setiap generasi, yang memiliki semangat menyala-nyala untuk mengusung dan menyebarkan ajaran agama yang mulia ini, maka hal menjadi tantangan bagi kita segenap kaum muslimin, untuk bergabung dengan barisan ini.
  2. Sesungguhnya generasi-generasi sebelum kita telah menorehkan nama mereka dengan tinta emas dalam mengemban tanggung jawab menjaga dan mengajarkan agama ini kepada kita, dan pada generasi ini tongkat estafet berpindah ke tangan kita, maka langkah pertama yang harus tertanam di dalam sanubari kita adalah Al-istisy’ar bil mas’uliyah (menanamkan rasa tanggung jawab di dalam dada) untuk memperjuangkan agama ini, bahwa segenap kaum muslimin memiliki tanggung jawab terhadap agamanya -baik sedikit ataupun banyak- dalam memperjuangkan dan menegakkan agama yang mulia ini, dan ini merupakan tugas mulia yang diemban oleh para Nabi dan Rasul, yang kemudian diwariskan kepada ummat, yang dikomandoi oleh para ulama dan para duat, Rasulullah bersabda:

العُلَمَاءُ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ

Artinya:”Para ulama merupakan pewaris para Nabi”.

  1. Hadits ini menjelaskan kepada kita, bahwa setiap generasi yang ingin menapaki jalan para Nabi ini, yakni menegakkan dan mendakwahkan agama Allah, hendaknya berbekal dengan ilmu syar’i, maka seorang pejuang islam harus berupaya untuk membekali dirinya dengan ilmu syar’i yang mumpuni, sehingga ilmu tersebut memandunya ke jalan yang benar ketika memperjuangkan dan membela agama ini, dan hal ini telah dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul, Allah berfirman:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي

Artinya:”Katakanlah (wahai Nabi Muhammad), ini adalah jalanku, yaitu berdakwah di jalan Allah diatas jalan ilmu, dan ini adalah jalanku dan orang-orang yang mengikuti aku”.[QS Yusuf 108].

Dan sesungguhnya salah satu jalan bagi kejayaan ummat ini adalah dengan mengamalkan dan berdakwah diatas jalan ilmu, Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah mengatakan:

فإن الله أقام الدين بالحجة والبيان والسيف والسنان وكلاهما في نصره أخوان شقيقان

Artinya:”Sesungguhnya Allah menegakkan agama dengan hujjah dan penjelasan dan (mengangkat) senjata (yaitu jihad), dan keduanya (berdakwah dan berjihad) merupakan pilar yang tidak bisa dipisahkan dalam menegakkan agama Allah”.[Al-Furusiyah 84].

Sesungguhnya, ilmu yang paling berberkah dan bermanfaat adalah ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah, olehnya Rasulullah berpesan kepada segenap kaum muslimin untuk berpegang dengan keduanya ketika fitnah datang menerjang, Rasulullah bersabda dalam Hadits Irbadh bin Sariyah:

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا، وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

Artinya:”Sesungguhnya barang siapa diantara kalian yang hidup setelah wafatku, pasti akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur Rosyidin (yang memerintah) pasca wafatku, berpegangteguhlah dengannya, dan gigitlah dengan gigi geraham kalian”.[HR Ahmad, No Hadits: 17145].

Ibnul Qoyyim memberikan saham dalam mendefinisikan ilmu, beliau mengatakan:

العلم قال الله وقال رسوله                   قال الصحابة هم أولو العرفان

Artinya: Ilmu (yang sejati) adalah Allah berfirman (Al-Qur’an) dan Rasulullah bersabda (Hadits), dan para Sahabat berkata (Atsar), dan para sahabat adalah ahli ilmu.

Dan jika seorang muslim telah berbekal dengan ilmu yang bersumber dari referensi-referensi diatas, maka dia layak untuk dilabeli dengan Ulama atau Da’I yang Rabbani, yang dapat memberikan solusi bagi problematika ummat sesuai dengan bimbingan wahyu yang menghiasinya, Ibnul Qoyyim mengatakan:

والجهل داء قاتل وشفائه             أمران في التركيب متفقان

نص من القرآن أو من السنة        وطبيب ذاك العالم الرباني

Artinya: Dan kebodahan (terhadap ilmu Syar’i) adalah penyakit kronis bagi ummat ini, obatnya adalah dua perkara yang tidak bisa dipisahkan, Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan dokternya adalah seorang ‘Alim Rabbani”.

 

Maka hendaknya kaum muslimin untuk menapaki jalan yang mulia ini, yaitu jalan ilmu syar’i. Tuntutlah Ilmu ini dari para ulama dan asatidzah yang terpercaya dan mumpuni ilmunya, serta berada diatas manhaj yang dibawa oleh Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam– dan para sahabatnya.

  1. Diantara faedah yang dapat kita petik dari hadits ini, Kalimat ‘udul yang tertera dalam Hadits, adalah kalimat yang pendek namun memiliki makna yang sangat dalam bahkan mungkin sulit untuk ungkapkan dengan kata-kata, namun makna ringkasnya adalah seseorang yang memiliki ilmu syar’i dan yang berhias dengan ketakwaan kepada Allah -subhanahu wa ta’ala-, maka hendaknya para pengusung dakwah untuk mengumpulkan antara dua pilar pokok dalam mengemban tugas yang mulia, yaitu ilmu syar’i dan ketakwaan kepada Allah.
  2. Kalimat ‘udul dalam Hadits adalah bentuk jamak, makna yang tersirat dari bentuk ini adalah perjuangan ini tidak bisa diemban oleh satu orang, namun memerlukan banyak orang yang bekerjasama bahu membahu dalam berjuang dan berdakwah, jika para Nabi sebelum kita membutuhkan bantuan dari yang lain sebagaimana firman Allah tentang Nabi Dzulkarnain:

فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا

Artinya”Maka kalian bantulah aku untuk membuat penghalang bagi ya’juj dan ma’juj”.[QS Al-kahfi 95].

Dan Allah juga menasehati Nabi Muhammad:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

Artinya :”Dan bersabarlah engkau dengan orang-orang yang berdoa kepada tuhan mereka dengan ikhlas setiap pagi dan petang, dan jangan engkau Palingkan pandanganmu dari mereka demi untuk mendapatkan kenikmatan dunia”.[QS Al-Kahfi  28].

Dua ayat ini memerintah kita untuk hidup bersatu dan saling bekerjasama dalam kebaikan, maka diantara nasehat kami kepada segenap kaum muslimin untuk saling berta’awun di dalam kebaikan dan ketakwaan, dan saling memberikan nasehat jika ada yang terjatuh ke dalam kemaksiyatan dan penyimpangan.

  1. Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

يُنْفُوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الغَالِّيْنَ وَتَأْوِيْلَ الجَاهِلِيْنَ وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ

Artinya:”Mereka akan meluruskan penyimpangan orang-orang yang melampaui batas, ta’wil orang-orang jahil, dan pemalsuan orang-orang bathil”.

Penggalan hadits diatas menjelaskan kepada kita tetang salah satu tugas para duat dan asatidzah di kalangan kaum muslimin, yaitu “An-Nahyu anil Mungkar”, atau mencegah kemungkaran atau menghilangkannya, dan tugas ini relative lebih berat dibandingkan Al-Amru bil Ma’ruf (menyeru kepada kebaikan), apalagi pada zaman ini, yang banyak tersebar keburukan, kemaksiyatan, bid’ah dan kesyirikan. Dan salah satu diantara perkara yang dapat melemahkan umat ini adalah tersebarnya keburukan dan kemungkaran tersebut, maka salah satu tugas berat yang dipikul oleh seorang mushlih (orang yang melakukan perbaikan) adalah mencegah terjadinya kemungkaran atau menghilangkannya dari tubuh umat ini.

Oleh Ust. Lukman Hakim, Lc
(Alumni S1 Fakultas Hadits Syarif Universitas Islam Medinah Munawwarah dan Mahasiswa S2 Jurusan Dirasat Islamiyah Konsentrasi Hadits di King Saud University Riyadh KSA)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Pondok Pesantren Abu Bakar Ash-Shiddiq: Wadah Baru untuk Pendidikan dan Dakwah Islam di Kawasan Bontobahari Bulukumba

BULUKUMBA, wahdah.or.id - Proses pembangunan Pondok Pesantren Abu Bakar...

Mitra Wahdah di Gaza: Terima Kasih Wahdah, Terima Kasih Indonesia

MAKASSAR, wahdah.or.id - Wahdah Islamiyah dan Komite Solidaritas (KITA)...

Rakyat Gaza Kembali Diserang, Wahdah Islamiyah Respon Kondisi Terkini dengan Aksi Bela Palestina

MAKASSAR, wahdah.or.id - Menjelang sepuluh hari terakhir Ramadan 1446...

Gagas Perubahan: Pemudi Wahdah Perkuat Kolaborasi Antar Komunitas di Ramadan Talk

MAKASSAR, wahdah.or.id - Sebanyak 70 pemuda perwakilan komunitas, remaja...