Di antara sunnah – sunnah dalam menjalankan ibadah puasa adalah :
1. Mengakhirkan Sahur
Sebagaimana telah ketahui bahwa disunnahkan bagi orang yang hendak berpuasa untuk makan sahur.
Dalam makan sahur, disunnahkan untuk mengakhirkannya hingga menjelang fajar. Hal ini dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia berkata :
“Kami pernah makan sahur bersama Nabi. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid, ”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh 1 dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50 ayat”2. Dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Sekitar membaca 50 atau 60 ayat.”
Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Maksud sekitar membaca 50 ayat artinya waktu makan sahur tersebut tidak terlalu lama dan tidak pula terlalu cepat.” Al–Qurthubi rahimahullahmengatakan, “Hadits ini adalah dalil bahwa batas makan sahur adalah sebelum terbit fajar.”
Bolehkah Makan Sahur Setelah Waktu Imsak (10 Menit Sebelum Adzan Shubuh)?
Dalam hal ini Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah pernah ditanya :
“Beberapa organisasi dan yayasan membagi-bagikan Jadwal Imsakiyah di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Jadwal ini khusus berisi waktu-waktu shalat. Namun dalam jadwal tersebut ditetapkan bahwa waktu imsak (menahan diri dari makan dan minum) adalah 15 menit sebelum adzan shubuh. Apakah seperti ini memiliki dasar dalam ajaran Islam? “
Syaikh rahimahullah menjawab:
Saya tidak mengetahui adanya dalil tentang penetapan waktu imsak 15 menit sebelum adzan shubuh. Bahkan yang sesuai dengan dalil Al Qur’an dan As Sunnah, imsak (yaitu menahan diri dari makan dan minum) adalah mulai terbitnya fajar (masuknya waktu shubuh). Dasarnya firman Allah Ta’ala,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
Artinya : “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. al-Baqarah : 187).
Juga dasarnya adalah sabda Nabi :
الفَجْرُ فَجْرَانِ ، فَجْرٌ يُحْرَمُ الطَّعَامُ وَتَحِلُّ فِيْهِ الصَّلاَةُ ، وَفَجْرٌ تُحْرَمُ فِيْهِ الصَّلاَةُ (أَيْ صَلاَةُ الصُّبْحِ) وَيَحِلُّ فِيْهِ الطَّعَامُ
Artinya : “Fajar ada dua macam: [Pertama] fajar diharamkan untuk makan dan dihalalkan untuk shalat (yaitu fajar shodiq, fajar masuknya waktu shubuh) dan [Kedua] fajar yang diharamkan untuk shalat shubuh dan dihalalkan untuk makan (yaitu fajar kadzib, fajar yang muncul sebelum fajar shadiq).”
Dasarnya lagi adalah sabda Nabi :
إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
Artinya : “Bilal biasa mengumandangkan adzan di malam hari. Makan dan minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.”3
Seorang periwayat hadits ini mengatakan bahwa Ibnu Ummi Maktum adalah seorang yang buta dan beliau tidaklah mengumandangkan adzan sampai ada yang memberitahukan padanya “Waktu shubuh telah tiba, waktu shubuh telah tiba.”4
2. Menyegerakan Berbuka
Rasulullah bersabda :
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
Artinya : “Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”5
Dalam hadits yang lain disebutkan :
لَا تَزَالُ أُمَّتِى عَلَى سُنَّتِى مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُجُوْمَ
Artinya : “Umatku akan senantiasa berada di atas sunnahku (ajaranku) selama tidak menunggu munculnya bintang untuk berbuka puasa.”6
Dan inilah yang ditiru oleh Rafidhah (Syi’ah), mereka meniru Yahudi dan Nashrani dalam berbuka puasa.Mereka baru berbuka ketika munculnya bintang. Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan mereka.7
Nabi biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat maghrib dan bukanlah menunggu hingga shalat maghrib selesai dikerjakan. Inilah contoh dan akhlaq dari suri tauladan kita. Sebagaimana Anas bin Malik berkata, “Rasulullah biasanya berbuka dengan ruthab (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering).Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.”8
3. Berbuka Dengan Kurma Jika Mudah Diperoleh atau Dengan Air.
Dalilnya adalah hadits yang disebutkan di atas dari Anas.Hadits tersebut menunjukkan bahwa ketika berbuka disunnahkan pula untuk berbuka dengan kurma atau dengan air.Jika tidak mendapati kurma, bisa digantikan dengan makan yang manis-manis. Di antara ulama ada yang menjelaskan bahwa dengan makan yang manis-manis (semacam kurma) ketika berbuka itu akan memulihkan kekuatan, sedangkan meminum air akan menyucikan.
4. Berdo’a Ketika Berbuka
Perlu diketahui bersama bahwa ketika berbuka puasa adalah salah satu waktu terkabulnya do’a. Nabi bersabda :
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
Artinya : “Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terdzalimi.”9
Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do’a karena ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri.10
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ketika berbuka beliau membaca do’a berikut ini :
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya : Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)”11
Adapun do’a berbuka :
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)”12Do’a ini berasal dari hadits dha’if (lemah).
Begitu pula do’a berbuka :
اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu” (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka).
Mala ‘Ali Al-Qari rahimahullah mengatakan, “Tambahan “wa bika aamantu” adalah tambahan yang tidak diketahui sanadnya, walaupun makna do’a tersebut shahih.13 Sehingga cukuplah do’a shahih yang kami sebutkan di atas (dzahabazh zhama’ …) yang hendaknya jadi pegangan dalam amalan.
5. Memberi Makan Pada Orang yang Berbuka.
Rasulullah bersabda :
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Artinya : “Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.”14
6. Lebih Banyak Berderma dan Beribadah di Bulan Ramadhan
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Nabi adalah orang yang paling gemar melakukan kebaikan. Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan lebih lagi di bulan Ramadhan yaitu ketika Jibril a menemui beliau. Jibril a datang menemui beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al-Qur’an ) hingga Al-Qur’an selesai dibacakan untuk Nabi. Apabila Jibril a datang menemuinya, beliau adalah orang yang lebih cepat dalam kebaikan dari angin yang berhembus.”15
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi lebih banyak lagi melakukan kebaikan di bulan Ramadhan. Beliau memperbanyak sedekah, berbuat baik, membaca Al-Qur’an , shalat, dzikir dan i’tikaf.”16
Dengan banyak berderma melalui memberi makan berbuka dan sedekah sunnah dibarengi dengan berpuasa itulah jalan menuju surga17. Dari ‘Ali, ia berkata, Nabi bersabda, artinya :“Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya.” Lantas seorang arab baduwi berdiri sambil berkata, “Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Untuk orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa dan shalat pada malam hari diwaktu manusia pada tidur.”18
1Yang dimaksudkan dengan adzan di sini adalah adzan kedua yang dilakukan oleh Ibnu Ummi Maktum, sebagai tanda masuk waktu shubuh atau terbit fajar (shadiq). (Lihat Fathul Bari, 2/54)
2 HR. Bukhari no. 575 dan Muslim no. 1097
3HR. Bukhari no. 623 dalam Adzan, Bab “Adzan sebelum shubuh” dan Muslim no. 1092, dalam Puasa, Bab “Penjelasan bahwa mulainya berpuasa adalah mulai dari terbitnya fajar”
4Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 15/281-282
5HR. Bukhari no. 1957 dan Muslim no. 1098, dari Sahl bin Sa’ad
6HR. Ibnu Hibban 8/277 dan Ibnu Khuzaimah 3/275. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih
7 Sifat Shaum Nabi
8HR. Abu Daud no. 2356 dan Ahmad 3/164. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih
9HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
10Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7/194
11HR. Abu Daud no. 2357. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan
12HR. Abu Daud no. 2358, dari Mu’adz bin Zuhroh. Mu’adz adalah seorang tabi’in. Sehingga hadits ini mursal (di atas tabi’in terputus). Hadits mursal merupakan hadits dho’if karena sebab sanad yang terputus. Syaikh Al Albani pun berpendapat bahwasanya hadits ini dha’if. (Lihat Irwaul Ghalil, 4/38). Di antara ulama yang mendho’ifkan hadits semacam ini adalah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah. (Lihat Zaadul Ma’ad, 2/45).
13Mirqotul Mafatih, 6/304
14HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5/192, dari Zaid bin Kholid Al Juhani. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
15HR. Bukhari no. 1902 dan Muslim no. 2308
16Zaadul Ma’ad, 2/25
17Lihat Lathaa’if Al–Ma’arif, 298
18HR. Tirmidzi no. 1984. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan