Dalam Shahih Imam Bukhari (6690) dan Imam Muslim (2769), terdapat suatu hadis dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu’anhu bahwa ia berkata kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam:
[arabic-font]
يا رسول الله إن من توبتي أن أنخلع من مالي صدقة إلى الله وإلى رسوله صلى الله عليه وسلم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «أمسك بعض مالك، فهو خير لك»[/arabic-font]
Artinya: Wahai Rasulullah, sesungguhnya diantara bentuk kesempurnaan taubatku adalah mengeluarkan semua hartaku sebagai sedekah untuk Allah dan Rasul-Nya. Namun Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam berkata: “Simpanlah sebagian hartamu, sebab itu lebih baik bagimu”.
Hadis ini disebutkan secara panjang dan singkat oleh Imam Bukhari dalam sekitar 10 bab dalam Shahihnya. Hadis ini merupakan bagian dari hadis panjang tentang ketidakikutsertaan Ka’ab bin Malik dan dua orang sahabat lainnya (yaitu Murarah bin Rabi’ dan Hilal bin Umayyah) dalam Perang Tabuk tanpa udzur. Sehingga mereka diboikot oleh Rasulullah dan para sahabatnya selama lima puluh hari. Setelahnya, Allah pun mengampuni mereka lewat turunnya Surat At-Taubah ayat 118: Artinya: dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Setelah itu iapun mendatangi Rasulullah, dan memberitahukan untuk bersedekah sebagai salah satu konsekuensi taubatnya kepada Allah ta’ala.
Perbuatan sahabat Ka’ab bin Malik ini merupakan salah satu sunnah yang mahjurah/dilalaikan oleh banyak orang yang bertaubat pada zaman ini, bahkan banyak para penulis dan ustadz spesialis sedekah dan zakat jarang menyinggung permasalahan ini, padahal ia merupakan salah satu sunnah agung, yang mesti dihidupkan dan dijadikan sebagai salah bentuk taubat dan kembalinya seorang hamba ke jalan Allah. Syaikh Hamzah Muhammad Qasim rahimahullah menyebutkan bahwa diantara faedah hadis ini adalah sunatnya atau dianjurkannya untuk bersedekah, dan berbuat kebaikan tatkala bertaubat kepada Allah ta’ala. (lihat: Manaar Al-Qaari: 5/21).
Alasan Bersedekah Tatkala Bertaubat
Dalam men-syarah hadis ini para ulama menyebutkan beberapa rahasia, yang menjelaskan alasan utama kenapa harus ada anjuran bersedekah ketika bertaubat kepada Allah ta’ala. Berikut alasannya:
Pertama: Sedekah mendatangkan pahala yang besar disisi Allah ta’ala, sehingga pahala tersebut dapat menjadi pembanding dari adanya banyaknya dosa, sehingga pahala yang banyak tersebut kemudian bisa menghapus dosa-dosa. Ini sesuai ayat:
[arabic-font]إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ[/arabic-font]
Artinya: Sesungguhnya perbuatan- perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan- perbuatan yang buruk. (QS Hud 114).
Kedua: Orang yang menerima sedekah tersebut tentunya akan terus mendoakan orang yang memberinya sedekah sehingga ini bisa menjadi penghapus dosa dan datangnya ampunan Allah ta’ala.
Poin pertama dan kedua ini disinggung oleh Syaikhul-Islam Ibnu Daqiq Al-‘Ied rahimahullah dalam kitabnya “Ihkaam Al-Ahkaam (hal.672)”. Syaikh Abdullah Al-Bassaam menambahkan dalam kitabnya “Taisir Al-‘Allaam 2/349”: “Sedekah merupakan salah satu sebab penghapus dosa karena ia adalah penyebab adanya ridha Rabb tabaaraka wata’ala, bentuk amalan baik terhadap fakir miskin, dan sebab utama agar mereka mendoakan (ampunan untuk orang yang bersedekah)”.
Ketiga: Bahwa sedekah ini merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah ta’ala atas taubatnya, karena Dia telah menyelamatkannya dari maksiat dan dosa serta mengeluarkannya dari kebinasaan. Al-‘Allaamah Ibnu Al-Mulaqqin rahimahullah dalam kitabnya “Al-Taudhih 17/242” berkata: “Barangsiapa yang diberikan taubat oleh Allah ta’ala atau dikeluarkan dari sebuah masalah (musibah dan maksiat), maka pantas baginya bersyukur kepada Allah ta’ala atas hal tersebut baik dengan sedekah atau selainnya dari jenis-jenis amalan baik”.
Juga hal ini dinyatakan oleh Imam Qadhi ‘Iyadh dalam Ikmaal-Al Mu’lim 8/282 dalam ucapannya: “Ucapan Ka’ab (sesungguhnya diantara bentuk kesempurnaan taubatku adalah mengeluarkan semua hartaku sebagai sedekah) merupakan ungkapan rasa syukur atas nikmat Allah ta’ala dengan melakukan amalan shalih dan mengeluarkan sedekah, Allah ta’ala berfirman: “Jikalau kalian bersyukur niscaya Kami akan menambahkan (karunia Kami)” (QS Ibrahim: 7).
Imam Qadhi ‘Iyadh rahimahullah seakan mengisyaratkan bahwa sedekah merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat adanya taubat, sehingga dengan adanya rasa syukur (dalam bentuk sedekah ini) nikmat berupa taubat dan pengampunan tersebut bisa ditambah, diperbesar dan ditingkatkan oleh Allah ta’ala. (Lihat juga Syarah Shahih Muslim oleh Imam Nawawi rahimahullah: 17/96)
Keempat: Bila faktor utama adanya maksiat adalah harta, maka diantara cara/bentuk terbaik untuk bertaubat adalah dengan menyedekahkan harta tersebut agar tidak lagi terus-terusan menjadi faktor dan penyebab adanya dosa. Faidah yang sangat detail ini dapat dipahami dari ucapan Imam Ibnul-Jauzi rahimahullah dalam kitabnya “kasyfu Al-Musykil 2/129”. Ia menyatakan bahwa keputusan Ka’ab bin Malik radhiyallahu’anhu untuk menyedekahkan seluruh hartanya adalah keputusan yang cerdas, karena faktor utama adanya dosa yang ia lakukan yaitu tidak ikut serta dalam perang tabuk adalah harta atau panen kebunnya. Setelah taubatnya benar-benar nasuha, iapun ingin memutus penyebab adanya dosa tersebut yaitu harta dengan menyedekahkannya. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tidaklah melarang hal ini, namun hanya sedikit menasehatinya agar yang disedekahkan hanyalah sebagian saja.
Kelima: Sedekah merupakan bentuk kesempurnaan taubat seorang muslim. Makna inilah yang penulis jadikan sebagai terjemahan dari hadis diatas (sesungguhnya diantara bentuk kesempurnaan taubatku adalah mengeluarkan semua hartaku sebagai sedekah). Makna seperti inilah yang disimpulkan oleh Al-‘Allaamah Al-Baidhawi dalam “Tuhfah Al-Abraar 2/446”, Al-‘Allaamah Al-Kirmani dalam kitabnya “Al-Kawwakib Al-Daraari 7/196″ dan juga Al-‘Allaamah Badruddin Al-‘Aini dalam kitabnya ” ‘Umdatul-Qaari 8/294″. Bahkan Al-‘Allaamah Mula Ali Qari rahimahullah menegaskan bahwa sedekah ini merupakan konsekuensi dari besarnya maksiat yang dilakukan oleh Ka’ab bin Malik, sehingga seakan-akan tidak bisa terhapus secara sempurna kecuali dengan sedekah. Tentunya hal ini bisa diqiyaskan pula dengan dosa-dosa besar lainnya. (Lihat: Mirqaat Al-Mafaatiih 6/2249).
Demikain, semoga Allah ta’ala menganugerahkan pada kita semua ampunan dan maghfirah-Nya, dan menjadikan kita sebagai orang-orang dermawan yang senantiasa bersedekah dijalan Allah ta’ala, aamiin.
Oleh Maulana La Eda, L.c