MAKASSAR, wahdah.or.id – Pascaliburan semester ganjil, STIBA Makassar kembali memulai kegiatan perkuliahan. Kuliah Perdana menjadi momentum awal kegiatan belajar mengajar di semester genap tahun ini.
Ketua STIBA Makassar Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D. menjadi pembicara pertama dalam Kuliah Perdana yang digelar Senin (23/01/2023) tersebut. Dalam orasinya, Ustaz Akhmad banyak menjelaskan tafsir ayat yang dibacakan qari di pembukaan acara.
“Tema Kuliah Perdana kita Jalan Ilmu, Jalan Pejuang Surga. Maka seperti yang dibaca qari tadi, ilmu adalah jihad, karenanya orang-orang yang menuntut ilmu adalah mujahid, para pejuang. Ayat yang tadi dibacakan menjelaskan kepada kita bagaimana motivasi perjuangan itu dalam menuntut ilmu, karena dari sisi alur ayat, sebelum ayat 122 di Surah At-Tawbah,
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Tawbah: 122).
Sebelum ayat ini disebutkan, kata Ustaz Akhmad, alur ayat-ayat sebelumnya bercerita tentang jihad. Bahwa jihad itu memang harus menghadapi masalah. Pasti capek. Pasti melelahkan. Tantangannya banyak.
“Maka setelah itu Allah menjelaskan bahwa ada medan jihad yang lain. Tidak semua kaum muslimin harus turun gelanggang mengahadapi musuh secara fisik, tapi harus ada yang berjihad melawan hawa nafsu. Melawan segala yang dapat melenakan kita dari jalan menuntut ilmu. Maka bahasanya juga bahasa jihad. Kata-kata liyanfiru dan liyundziru adalah bahasa jihad,” ujar Ustaz Ahmad di Masjid Anas bin Malik, Senin (23/01/2023).
Lebih lanjut, Ustaz Akhmad menjelaskan bahwa menuntut ilmu adalah jalan jihad para penuntut ilmu. Karenanya perlu kesungguhan. Apalagi setelahnya Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً ۚ
“Hai kamu yang beriman, berjuanglah untuk orang-orang di sekitarmu, dan biarlah mereka menemukan kekerasan darimu.” (QS. At-Tawbah: 123).
Sebagai bagian dari bentuk jihad, menuntut ilmu juga memiliki konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggung oleh para penuntut ilmu yang sedang berada di front jihad.
“Maka yang namanya jihad pasti ada yang terluka, ada yang sedih, menangis, bahkan ada yang gugur. Tapi semuanya akan bernilai pahala di sisi Allah kalau kita benar-benar komitmen, jujur di atas kebenaran jalan menuntut ilmu ini,” tegas Wakil Ketua Dewan Syariah Wahdah Islamiyah tersebut.
Di bagian akhir sambutannya, Ustaz Akhmad mengutip dua bait syair dari Imam Syafii rahimahullah:
“Ketinggian diraih berdasarkan ukuran kerja keras…
Barang siapa yang ingin meraih puncak maka dia akan begadang.
Barang siapa yang mengharapkan ketinggian/kemuliaan tanpa rasa letih…
Maka sesungguhnya ia hanya menghabiskan usianya untuk meraih sesuatu yang mustahil…
Engkau mengharapkan kejayaan lantas di malam hari hanya tidur saja?
Orang yang mencari mutiara harus menyelam di lautan
Orang pandai dan beradab tak kan diam di kampung halaman.
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Pergilah kan kau dapatkan pengganti dari kerabat dan teman..
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang..
Aku melihat air yang diam menjadi rusak karena diam tertahan..
Jika mengalir menjadi jernih, jika tergenang menjadi keruh/berbau..
Singa tak kan pernah memangsa jika tak tinggalkan sarang..
Anak panah jika tak tinggalkan busur tak kan mengenai sasaran..
Jika saja matahari di orbitnya tak bergerak dan terus diam..
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang..
Biji emas bagai tanah biasa sebelum digali dari tambang..
Setelah diolah dan ditambang manusia ramai memperebutkan..
Kayu gaharu tak ubahnya kayu biasa di dalam hutan
Jika dibawa ke kota berubah mahal seperti emas..
Kuliah Perdana kali ini menghadirkan Sekretaris Dewan Syariah Wahdah Islamiyah, Ustaz Muhammad Ikhsan Zainuddin, Lc., M.Si., Ph.D. sebagai narasumber. Dalam pemaparannya, Ustaz Ikhsan memulai dengan menyebutkan kisah Abu Darda radhiyallahu ‘anhu yang didatangi oleh seorang pria dari negeri yang jauh untuk belajar satu hadis.
“Jalan ilmu jalan perjuangan, tapi apa artinya perjuangan tanpa ada surga di pengujungnya. Maka seandainya tidak ada dalil lain yang menjelaskan keutamaan menuntut ilmu selain hadis ini maka itu sudah cukup untuk kita bersabar meniti jalan ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan ‘begitu kalian menempuh jalan ini’, beliau tidak mempersyaratkan bahwa Anda harus jadi ulama besar, harus menamatkan kitab ini kitab itu dulu, tapi begitu Anda menempuh jalan ini, maka Allah mudahkan jalan Anda menuju surga,” urainya.
Kuliah Perdana tersebut dibuka secara resmi oleh Ketua Senat STIBA Makassar Ustaz Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A., Ph.D. Dalam sambutannya, Ustaz Yusran mengingatkan mahasiswa tentang mabda’ (titik start) dan muntaha (finis) mereka.
“Kita harus sadar bahwa kita adalah pejuang yang sementara berjalan. Ada mabda’ dan muntaha kita. Orang berjalan yang tidak tahu bagaimana memulai maka dia akan salah orientasi. Dan orang yang tidak tahu sampai kapan dan ke mana tujuannya maka dia akan terus berkeliling dan tersesat dalam perjalanannya. Kita adalah thalibul ilmi yang merupakan pejuang Allah dan kita berjalan dalam rangka thalabul ilm. Muntaha kita bukan selesai di STIBA dapat gelar S-1, S-2, S-3, tapi kita tidak akan berhenti dalam perjuangan ini sampai ajal mendatangi kita,” tegasnya.
Rep: Humas STIBA
Editor: Muh Akbar