Salah satu amalan yang dianjurkan pada bulan Ramadhan adalah shalat tarawih atau shalat lail. Allah ta’la berfirman:
“Hai orang-orang berselimut, laksana-kanlah qiyamullail di malam hari kecuali sedikit dari padanya” (QS. Al Muzzammil : 1 – 2)
DEFENISI
Shalat tarawih adalah shalat lail/ tahajjud yang dikerjakan pada bulan Ramadhan. Shalat lail mempunyai banyak nama yang disebutkan para ‘ulama berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, diantara-nya adalah “Qiyamullail, shalat tahajjud, shalat witir, qiyam ramadhan dan shalat tarawih”. Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar ketika menjelaskan perkataan Imam Al-Bukhari: Kitab Shalat At-Tarawih dalam kitab shahihnya, “Dan At-Tarawih adalah bentuk jama’ dari Tarwihah yang berarti istirahat yang satu kali seperti salam yang satu kali dalam shalat”.
Tidak didapatkan seorangpun dari ‘ulama salaf yang mempermasalahkan penamaan/ istilah shalat tersebut ditinjau dari segi bahasa. Hal ini disebabkan kaedah yang dikenal diantara mereka (tidak ada pertentangan/ perdebatan dalam hal istilah). Karenanya sangat-lah mengherankan apabila ada orang di akhir zaman mencoba memperma-salahkan dan menggugat istilah shalat tarawih, padahal ulama dahulu telah menamakannya demikian Wallahul Musta’an.
Hukum Dan Fadhilah Shalat Tarawih
Shalat lail merupakan salah satu diantara shalat sunnah yang hukum-nya sunnah muakkadah yang sangat ditekankan untuk dilaksanakan, dan dia merupakan shalat sunnah yang paling afdhal. Rasulullah bersabda:
“Shalat yang paling afdhal sesudah shalat wajib adalah shalat lail”. (HR. Muslim)
Karena itu shalat lail pada bulan Ramadhan yang dikenal dengan shalat tarawih, lebih dianjurkan dan dikuatkan hukumnya dari bulan-bulan lainnya karena dikerjakan pada bulan yang paling afdhal. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah mengan-jurkan (untuk melaksanakan) qiyam ramadhan namun Beliau tidak mewajibkan atas kaum muslimin, Beliau bersabda :
Disyariatkannya Shalat Tarawih Secara Berjama’ah
Salah satu dalil khusus tentang keutamaan shalat tarawih dikerjakan secara berjama’ah adalah qaul (per kataan) dari Rasulullah sebagaimana yang disebutkan oleh hadits Abu Dzar berkata: “Kami telah berpuasa (pada bulan Ramadhan) dan Rasulullah belum pernah shalat bersama kami, hingga tersisa tujuh malam dari bulan Ramadhan lalu Beliau shalat bersama kami hingga lewat sepertiga malam, kemudian Beliau tidak shalat bersama kami pada malam berikutnya dan Beliau shalat bersama kami pada saat lima malam terakhir pada bulan Ramadhan hingga lewat perte-ngahan malam, lalu kami berkata: “Wahai Rasulullah seandainya engkau menambah (shalatmu) kepada kami dari sisa seperdua malam ini”, maka Beliau bersabda:
Dalil tadi menunjukkan kepada kita bahwa shalat tarawih afdhal dila-kukan secara berjama’ah di masjid, adapun yang menyebabkan Rasulullah kadang meninggalkannya itu disebabkan kekhawatiran Beliau jika akan diwajibkan kepada ummatnya yang akan memberatkan mereka sebagaimana disebutkan dalam hadits:
“Akan tetapi (yang menyebabkan saya tidak mengerjakan shalat tarawih ber-jama’ah secara terus menerus) karena saya khawatir akan diwajibkan atas kalian shalat lail (secara berjama’ah) lalu kalian tidak sanggup melaksanakan-nya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Waktu Shalat Tarawih
Waktu shalat tarawih/ lail adalah sesudah shalat Isya hingga terbit fajar.
Sabda Rasulullah :
“Sesungguhnya Allah ta’la menambah untuk kalian satu shalat yaitu witir, maka shalat witirlah antara (sesudah) shalat isya hingga (masuknya) shalat subuh.” (HR. Ahmad).
Dan afdhalnya jika dikerjakan pada akhir malam namun jika terjadi masalah antara shalat di awal malam secara berjama’ah ataukah shalat di akhir malam secara sendiri, maka shalat di awal malam secara ber-jama’ah lebih afdhal, demikian pendapat Imam Ahmad Wallahu A’lam.
Jumlah Raka’at Shalat Tarawih
Jumlah raka’at shalat tarawih tidak ada batasannya. Rasulullah bersabda:
‘Aisyah berkata :
“Adalah Rasulullah tidak pernah menambah di bulan Ramadhan dan bulan yang lainnya dari 11 raka’at… “ (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun khabar dari Aisyah ini tidaklah merupakan batasan mak-simal shalat tarawih yang tidak boleh ditambah, karena khabar tersebut sekedar menceritakan tentang jumlah raka’at yang selalu dikerjakan oleh Nabi dan adalah Beliau jika me-ngerjakan suatu shalat selalu melaksa-nakannya secara dawam (kontinyu) sebagaimana yang disebutkan oleh Aisyah.
Dan Nabi sendiri tidak pernah membuat batasan tertentu tentang jumlah raka’at shalat tarawih, karena-nya tidak kita dapati dari kalangan ‘ulama salaf yang membatasi jumlah raka’at. Berkata Imam Syafi’i : “Saya mendapati penduduk Madinah melaksanakn sebanyak 39 raka’at, dan di Mekkah 23 raka’at dan tidak ada kesempitan (pembatasan) dalam hal tersebut (yaitu jumlah raka’at shalat tarawih)
Beberapa Kaifiyat Pelaksanaan Shalat Tarawih
1. Shalat sebanyak 13 raka’at dimulai dengan dua raka’at yang ringan kemudian dua raka’at yang panjang sekali kemudian dua raka’at yang lebih ringkas dari sebelumnya dan demikian seterusnya hingga jumlah 12 raka’at lalu witir.
2. Shalat 13 raka’at, dimulai dengan delapan raka’at dan bersalam setiap dua raka’at kemudian witir dengan 5 raka’at dan tidak duduk dan tidak pula salam kecuali pada raka’at ke-5.
3. Shalat sebanyak 11 raka’at ber-salam setiap dua raka’at kemudian witir dengan satu raka’at.
4. Shalat sebanyak 11 raka’at, mengerjakan 4 raka’at lalu salam kemudian 4 raka’at lalu salam kemudian witir dengan 3 raka’at.
5. Shalat sebanyak 11 raka’at yaitu mengerjakan 8 raka’at dengan tidak duduk kecuali pada raka’at ke-8 lalu membaca tasyahud dan shalawat kepada nabi kemudian berdiri tanpa salam lalu witir dengan satu raka’at kemudian salam maka jumlahnya sembilan lalu ditambah 2 raka’at dalam keadaan duduk.
Adapun witir yang dikerjakan dengan tiga raka’at, maka tidak boleh duduk pada raka’at ke dua lalu salam pada raka’at ke-3, karena cara tersebut sama dengan shalat Magrib, padahal nabi bersabda:
Dan jangan kalian serupakan (shalat witir) dengan shalat magrib”. (HR. Ath Thohawy)
karena itu barang siapa yang berwitir dengan tiga raka’at boleh dilakukan dengan dua cara:
1. Bersalam antara raka’at ke-2 dan raka’at ke-3.
2. Tidak duduk kecuali pada raka’at ke-3.
Adapun yang melaksanakannya lebih dari 11 atau 13 raka’at, maka caranya dua-dua raka’at lalu menu-tupnya dengan witir.
Jadi shalat tarawih boleh dikerjakan dengan berbagai cara seba-gaimana yang dicontohkan oleh Nabi dan cara yang paling umum adalah mengerjakannya dengan dua raka’at dua raka’at kemudian ditutup dengan witir.
Beberapa Hal Yang Berkaitan Dengan Witir
1. Bagi yang melaksanakan witir sebanyak tiga raka’at, maka sunnah baginya membaca surah Al Kafirun pada raka’at ke-2 dengan surah Al-Ikhlas pada raka’at ke-3 dan kadang menambah pada raka’at ke-3 dengan surah Al Falaq dan surah An Naas. Namun bacaan ini tidaklah wajib karena Rasulullah pernah membaca 100 ayat dari surah An Nisaa’ pada raka’at shalat witir.
2. Sunnah membaca Qunut pada raka’at terakhir dari shalat witir sebelum atau sesudah ruku’ dengan bacaan yang ma’tsur (yang berdasar-kan dalil).
3. Termasuk sunnah membaca pada akhir witir sebelum/ sesudah salam
“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu dan dengan pemafaan-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari diri-Mu, aku tidak (kuasa) menghitung pujian atas-Mu Engkau (Maha Terpuji) sebagaimana engkau pujikan atas diri-Mu”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albany) dan selesai salam hendaknya membaca:
“Maha Suci Allah yang memiliki kerajaan Maha Suci, 3 kali”. (HSR. Abu Daud dan Nasai)
membaca tiga kali dengan meman-jangkan suara serta meninggikannya pada bacaan yang ke-3 dan boleh menambah pada bacaan yang ke-3 dengan:
“Tuhannya para malaikat dan Jibril” (HR. Ad Dharaquthny dan dishahih-kan sanadnya oleh Al Arnouth)
4. Bagi yang yang telah melaksanakan shalat witir pada awal malam kemu-dian terbangun pada akhirnya diboleh-kan baginya melaksanakan shalat namun hendaknya tidak mengulangi witir karena tidak ada dua witir dalam satu malam dan hendaknya shalat pada waktu malam jumlahnya ganjil. Wallahu A’lam (Al Fikrah)
-Abu Naufal-
Dinukil dari Silsilah Ramadhan (1)
Shalat Tarawih (Qiyam Ramadhan) Oleh Muhammad Yusran Anshar, Lc.