Menjadi Penengah Pada Peletakkan Hajar Aswad (Serial Sirah Nabawiyah [12] dari Kitab Al-Khulaashoh al-Bahiyyah fiy Ahdaats as-Siyrah an-Nabawiyah, Karya Syekh Wahid Abdus-Salam Bali)
ولمّا بلغ صلى الله عليه وسلم الخامسة والثلاثين اختلفت قريش في وضع الحجر الأسود في مكانه فحكم بينهم
“Ketika nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mencapai usia 35 tahun, orang-orang Quraisy berselisih tentang siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya, maka Nabi menetapkan hukum secara adil diantara mereka”.
Penjelasan
Pada saat Nabi Muhammad berusia 35 tahun, orang-orang Quraisy melakukan renovasi Ka’bah. Tatkala pekerjaan sampai pada bagian Hajar Aswad, mereka berselisih tentang siapa yang paling berhak mendapatkan kehormatan meletakkan kembali Hajar Aswad di posisinya semula.
Perselisihan tersebut sangat tajam. Menurut penelusuran Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dalam Ar-Rahiqul Makhtum, “pertikaian terus berlanjut selama empat atau lima hari, tanpa ada keputusan. Bahkan perselisihan itu semakin meruncing dan hampir saja terjadi peperangan yang dahsyat di tanah suci”.
Di tengah perselisihan sengit ini tampillah Abu Umayyah bin Mugahirah Al-Makhzumi degan ide brilannya. Ia mengusulkan agar urusan ini (mengembalikan Hajar Aswad di tempatnya semula) diserahkan kepada siapa pun yang lebih dahulu masuk melalui pintu Masjid. Mereka menerima usulan ini. Dan ternyata yang pertama masuk adalah Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam yang masuk melalui pintu Bani Syaibah. Tatkala melihatnya, mereka berseru, “Inilah al-Amin, kami rela (dengan keputusannya), inilah Muhammad (yang terpuji)”.
Baca Juga Tulisan Sebelumnya
Nabi Muhammad Menikah dengan Khadijah
Pertemuan dengan Pendeta Buhaira
Mendapat kepercayaan dan kehormatan meletakkan Hajar Aswad di tempatnya semula, Nabi meminta selelai selendang. Lalu beliau meletakkan Hajar Aswad di selendang tersebut. Kemudian meminta perwakilan dari pembesar Quraisy untuk mengangkat kain tersebut tinggi-tinggi. Ketika sampai pada posisi Hajar Aswad beliau mengambil Hajar Aswad dengan tangannya yang mulia dan meletakannya di tempatnya semula.
Peristiwa ini, kata Syaikh Dr. Akram Dhiya al-‘Umari mengungkapkan dengan jelas kedudukan dan posisi Nabi di tengah-tengah masyarakat Quraisy. Mereka sepakat menerima Nabi sebagai pemutus perkara diantara mereka saat mereka mengalami perselisihan sengit. Dan mereka rela dengan cara Nabi menyelesaikan perselisihan yang nyaris menyulut peperangan tersebut.
Peristiwa ini juga menunjukkan secara nyata bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok yang dekat masyarakatnya sejak usia muda. Pembangunan Ka’bah terjadi lima tahun sebelum kenabian. Dan keterlibatan Nabi dalam proyek ini menjadi bukti nyata bahwa Nabi merupakan bagian penting dari masyarakat Quraisy dan jazirah Arab secara umum. Tentu saja hal ini menjadi modal sosial Nabi sebagai Nabi yang membawa misi perbaikan dan perubahan.