Afwan ustadz, ada seorang lelaki yang pernah menyatakan ingin melamar saya dan saya arahkan untuk menyampaikan hal ini langsung kepada ayah saya. Namun ia belum bisa segera menyampaikan hal tersebut kepada orang tua saya karena masih ingin berbakti kepada kedua orang tuanya (merenovasi rumah orang tuanya dan memberangkatkan umroh sehingga belum siap secara materi).

Setelah mengutarakan hal tesebut melalui whatsapp, kami tidak pernah berhubungan lagi, namun saya mendengar kabar dari seseorang bahwa dia akan melamar 10 bulan ke depan. Saya merasa waktu tersebut terlalu lama untuk menunggu karena tidak bisa dipungkiri, penyakit hati mudah sekali mengusik dan saya takut melakukan zina hati dalam jangka waktu penantian tersebut. Bagaimana nasihat ustadz untuk kami, dan apa yang harus saya sampaikan kepada lelaki tersebut? Syukran.

Mutmainnah – makassar

Jawaban:

Wa alaikum salam warahmatullah..

Hayyakillahu ya ukhti..
Sesungguhnya janji dari seorang ikhwah kepada akhwat untuk melamarnya bukanlah akad syar’i yang mengikat, mungkin saja ikhwah tersebut dapat memenuhi janjinya dan mungkin juga ada kendala yang lain sehingga tidak dapat melaksanakan janjinya.

Oleh karena itu,, sebenarnya kendali dalam masalah ini ada di tangan ukhti, maka solusinya tergantung kecenderungan dan kehendak ukhti.

1. Ukhti bisa memberikan nasehat ke ikhwah tersebut untuk tidak menunda kebaikan dan ibadah “menikah” manakala sudah mampu dan mapan, sebab menunda-nunda hal tersebut padahal sudah mampu dan mapan bisa saja merupakan bagian dari was-was yang ditanamkan oleh setan,, ingatkan dia dengan Hadits Nabi:

يا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ

“Wahai para pemuda, jika kalian telah memiliki kemampuan maka menikahlah.”

Dan bisa juga diberikan peringatan bahwa mengulur waktu dan memberi harapan kepada seorang wanita untuk mengkhitbahnya dapat menghadirkan dampak buruk bagi keduanya, diantaranya berupa tersanderanya hati dengan kegelisahan dan kekhawatiran, dan dipenuhinya dengan angan-angan dan pikiran palsu, bahkan bukan tidak mungkin setan menjerumuskan ke dalam hubungan yang terlarang.

Namun dalam menyampaikan nasehat ini, sebaiknya ukhti tidak melakukannya sendiri, bisa meminta bantuan dengan orang-orang terpercaya sehingga tidak membuka kesempatan bagi setan untuk merusak hati.

2. Ukhti juga bisa ‘bersabar’ menunggu pinangan dari ikhwah tersebut, khususnya jika ada indikasi bahwa dia baik agamanya dan akhlaknya.  Namun sikap ini bukan tanpa resiko,, justru ada resiko besar yg mengancam,, berupa terfitnahnya hati dengan masalah ini, dan terjajahnya kalbu dengan kegalauan dan kegelisahan, Rasulullah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا، أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ ، فَزِنَا العَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ المَنْطِقُ ، وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي ، وَالفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ وَيُكَذِّبُهُ

“Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi manusia bagiannya dari zina, dan ia pasti akan mendapatkannya,, zina nya mata adalah melihat, zinanya lisan berbicara, dan zinanya hati berangan-angan dan berhasrat,, dan kemaluan kemudian yang mewujudkan (zina) tersebut atau tidak.”

Tentu ini merupakan musibah, yang dapat melemahkan iman di dalam dada, olehnya jika ukhti memilih sikap ini, diperlukan upaya yang tidak kecil agar terhindar dari fitnah, usul kami adalah:

A. Anggap tidak ada janji ikhwah tersebut kepada ukhti, karena janji tersebut bukan akad yang mengikat, dan tidak memiliki konsekuensi apapun terhadap hubungan laki-laki dan wanita, karena jika ukhti senantiasa mengingat janji tersebut, maka bisa melambungkan angan-angan ukhti ke langit yang tertinggi kemudian berpotensi untuk terfitnah.

B. Sibukkan diri dengan aktifitas yang bermanfaat, sehingga bisa membantu mengaburkan dan melupakan janji tersebut.

C. Memutus komunikasi dengan ikhwah tersebut, sehingga tidak dimanfaatkan oleh setan untuk menaburkan fitnah ke dalam hati.

D. Tanamkan dalam hati bahwa jika ada ikhwah lain yang datang meminang, dan dia baik agama dan akhlaq, dan ukhti juga telah meminta petunjuk kepada Allah dengan istikharah, maka hendaknya diterima lamaran tersebut, dan jangan menolak hanya dikarenakan “janji” yang belum tentu ditepati.

3. Ukhti juga bisa bersikap “tegas”, dengan menetapkan waktu untuk mengkhitbah, jika batasan waktunya telah lewat, maka tidak ada penantian untuknya dan ukhti dapat menampakkan sikap keberatan untuk menunggu janji tersebut. Mungkin sikap ini terlalu ‘kejam’, namun banyak sisi positif yang dipetik, diantaranya adalah terjaganya dari fitnah.

Dan jika ukhti melaksanakan hal ini dengan penuh kejujuran, ingin menjaga kesucian hati ukhti dan demi menggapai ridho ilahi,, niscaya Allah akan membalas dengan yang lebih baik, Rasulullah bersabda:

من ترك شيئا لله،، عوضه الله خيرا منه.

“Barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik dari yang ditinggalkan.”

Akhirnya,, untaian doa kami menutup nasehat ini,, semoga ukhti diberi pilihan yang terbaik oleh Allah, Amiin.
Wallahu a’lam.[]

Dijawab oleh Ust. Lukman Hakim, Lc
(Alumni S1 Fakultas Hadits Syarif Universitas Islam Medinah Munawwarah dan Mahasiswa S2 Jurusan Dirasat Islamiyah Konsentrasi Hadits di King Saud University Riyadh KSA)

————–
Buat anda yang ingin konsultasi masalah agama islam, silahkan ke  https://wahdah.or.id/konsultasi-agama/

Artikulli paraprakUstadz Zaitun Doakan Raja Salman
Artikulli tjetërPENERIMAAN MAHASANTRI BARU TA. 2-017/2018 AKADEMI AL-QUR’AN & DAKWAH

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini