Wahdah Kehilangan Lagi Satu Kader Kesehatan Terbaik
dr. Ira Yusnita –rahimahallah-
- Ustadz Abu Raihanah Persembahkan Syair Duka " Selamat Jalan Saudariku"
Jumat Dini Hari, Sekitar Pukul 03.00, seorang kader kesehatan terbaik di Lembaga Wahdah Islamiyah, seorang pimpinan Departemen Kesehatan di Lembaga Muslimah Pusat Wahdah, telah mendahului kita menghadap-Nya.
Istri tercinta dari Dr.Faisal Abdillah ini, menghembuskan nafas terakhirnya yang sementara mengandung bayinya yang jalan delapan bulan.
Menurut keterangan dari Dokter Ahli Kandungan Rumah Bersalin Wihdatul Ummah tempat pemeriksaan terakhir kandungan beliau, tekanan darah dan kondisi kesehatan beliau normal, dan sudah dijadwalkan untuk operasi sesar 3 April mendatang, sebagaimana diketahui bahwa dua anak beliau sebelumnya juga lahir dari operasi sesar.
Jenasah dishalatkan di Masjid Wihdatul Ummah Jl.Dg.Sirua yang dipadati oleh jamaah ikhwan di lantai dua dan akhawat di lantai satu. kemudian dikebumikan di Pekuburan Islam Keluarga Besar Wahdah Islamiyah, Al Baqie’ Moncongloe di dekat Stiba, belakang perumahan Bukit Baruga 2.
Segenap Pimpinan, Pengurus Dewan Pimpinan Pusat dan Keluarga Besar Wahdah Islamiyah merasa kehilangan satu kader kesehatan terbaiknya. Semoga Amal Ibadah beliau diterima disisi-Nya dan Keluarga yang ditinggalkan, khususnya Sang Suami Dr.Faisal Abdillah dapat sabar dan tegar menerima musibah ini (*)
CP: Dr.Faisal Abdillah 08124215512
SELAMAT JALAN SAUDARIKU
Menjulang dalam hidup dan saat meninggal
Kau benar satu mukjizat
Seolah mereka mengitarimu, kala utusan berdiri
Menyerumu di hari-hari perjamuan…
Kala perut bumi menyempit
Mereka kubur kemuliaan itu
Mereka condongkan cuaca sebagai kuburmu
Dan kini yang sisa adalah isak-isak tangis
Ada gunduk tanah untukmu, namun tak kukatakan
Sebab kau adalah hujan lebat yang turun menerus
Duhai, bagimu salam dari Sang Rahman
Dengan berkat hat-hati yang wangi
Karena kebesaran jiwamu
Kau selalu meraih penjagaan…
Saudariku…izinkan kami persembahkan syair duka Abul Hasan al-Anbariy ini padamu. Sebab engkau pantas mendapatkannya. Siapapun yang mengenalmu tak dapat menyangkal. Memang engkau layak menyandangnya. Namun saudariku, ketahuilah, engkau kembali menoreh duka yang telah hampir kering. Mengalirkan kembali air mata yang hampir pupus. Duhai, setelah kehilangan saudari dan sahabat kami tercinta, dr. Munirah Said, S.Pd, kami pun harus menanggung beban duka mendalam kepergian dirimu. Memikul sedih dan lara mengenang jasa kebaikanmu. Semangatmu. Himmah dan cita-citamu. Serta kecintaanmu terhadap Agama ini.
Kami tahu engkau pergi membawa senyum kemenangan. Kami sadar engkau titipkan pada kami titah amanah agama ini. Telah sampai waktunya engkau harus istirahat. Menuai jerih payah, tetesan keringat dan air mata yang selama ini kau semai untuk dakwah dan agama Allah. Sebab engkau tahu. Kami pun paham. Bahwa dunia ini bukan tempat istirahat. Bahwa tempat istirahat itu adalah negeri yang sekarang engkau berjalan menuju padanya.
Saudariku…. engkau adalah saudari, sahabat, murid sekaligus guru bagi kami. Engkau saudari kami dalam perjuangan dakwah ini. Dirimu ibarat dermaga di satu senja merah tempat melabuhkan penat. Menawarkan getirnya hari-hari kami dengan doa dan munajatmu. Merapati kegalauan kami dengan kesejukan. Kami tahu betul harapan terbesar dalam hidupmu… Kebaikan kaummu. Agar mereka sadar akan agungnya agama mereka. Agar mereka menikmati pula kehangatan ukhuwah dan persaudaraan dalam agama ini.
Saudariku, engkau adalah sahabat kami yang bersama tegak dalam shaf-shaf perjuangan. Mengumpulkan patahan-patahan asa kami. Nampak di wajahmu gurat-gurat kegetiran waktu lantaran perjuangan ini. Sebab engkau bukan kemarin mulai risau terhadap agama Allah. Tapi sudah begitu lama. Sepanjang jengkal-jengkal nafasmu saat dititahkan beban taklif atasmu. Bahkan dirimu telah tampil saat kawan-kawan sebayamu justru hanyut dalam lalai dan syahwat.
Boleh dikata engkau pun murid kami. Karena engkau seorang penuntut ilmu. Kami mengenalmu di majelis ilmu. Walau tak pernah berjumpa langsung. Namun hamparan semangatmu begitu mewarnai. Gejolak ghirahmu sangat membekas. Ada tujuan agung terselip dalam setiap kata dan langkahmu. Bahkan jujur saja, seringkali kami malu terhadap dirimu.
Disamping itu semua, tak dapat kami pungkiri, bahwa engkau adalah guru bagi kami. Kami belajar darimu hakikat sebuah ketulusan, istiqomah, kebersahajaan, tanggungjawab, kerja keras, kesabaran dan keteguhan di jalan dakwah. Entahlah, berapa banyak saudari-saudarimu yang telah merengkuh hidayah Allah melalui tangan dan lisanmu. Merasakan manisnya iman dan Islam. Ah, dalam duka seorang kawan berbisik, “Waktu masih di bangku SMA dulu, setiap membersihkan mushollah sekolah, ternyata dirimu telah berada di sana. Shalat dhuha dan baca al-Qur’an”. Itu dulu, waktu masih SMA. Dan itu terjadi setiap hari…
Namun kini engkau telah pergi. Meski sebelumnya kami harus mendustai diri kami. Bahkan berusaha untuk berhusnu dzon. Bahwa terjadi kesalahan dalam SMS berita kepergianmu. Namun takdir Allah berkata lain. Sang Kekasih dan terkasih telah ingin bertemu. Dan cinta kami pada ketetapan Sang Rahman lebih tinggi dari cinta padamu. Kami harus relakan engkau pergi. Walau hati perih bak tersayat sembilu. Biarlah mata kami mengalirkan tetes-tetes air mata duka. Biarlah kesedihan meruangi hati kami. Tapi kami tidak berkata-kata melainkan apa yang diridhai Rabb kami.
Rabb, izinkan kami terus berdo’a. Walau jiwa kami belum pernah sesedih ini. Padahal banyak berita duka berseliweran dalam hari. Namun tidak untuk saat ini, jum’at 11 maret 2011. Kami bahkan tak kuasa menahan isak tangis. Tangisan duka mendalam. Tuk seorang saudari, sahabat, murid sekaligus guru kami. Dalam hening, di antara dua khutbah jum’at, kami titipkan doa keampunan bagimu. Dari shaf paling belakang kala menyolati jenazahmu, hati ini khusyu’ memohon, “Duhai Rabb, ampuni dosa saudariku, rahmati ia, lapangkan kuburnya, dan masukkan ia ke dalam rahmat dan surgaMu…!!”. Selamat jalan saudariku !.
Mengenang Saudari, Sahabat, Murid dan Guru kami
dr. Ira Yusnita –rahimahallah-
Jum’at ba’da Isya, 11 Maret 2011
Abu Raihanah