wahdah.or.id — Seperti baru kemarin ia hadir. Hari ini pun, kepergiannya telah nyata. Ramadan telah menggulung karpet hidangannya untuk orang-orang beriman. Ia hadir, agar semua hamba-Nya menjadi semakin bertakwa kepada-Nya. Dan ayat 183 pada qur’an surah al-baqarah itu, yang telah familiar di telinga kita sejak malam pertama Ramadan datang, menyebutkan tujuan seorang Mukmin berpuasa yaitu agar ia semakin bertakwa.
Ramadan 1444 H telah beranjak. Dia bisa saja datang lagi tahun depan. Namun, belum tentu dengan kita. Kenapa? Karena kita yang punya nyawa, ketika jadwal kematian menjemput, ia pun tak bisa dimajukan atau diundurkan.
Firman-Nya,
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٞۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمۡ لَا يَسۡتَأۡخِرُونَ سَاعَةٗ وَلَا يَسۡتَقۡدِمُونَ
Terjemahannya, “Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (Qs. Al-A’raf: 34)
Hingga seseorang yang sembunyi di benteng kokoh sekali pun, tetap ia akan dijemput tanpa kata dan tanpa harus permisi, oleh kematian.
Firman-Nya,
أَيۡنَمَا تَكُونُواْ يُدۡرِككُّمُ ٱلۡمَوۡتُ وَلَوۡ كُنتُمۡ فِي بُرُوجٖ مُّشَيَّدَةٖۗ
Terjemahannya, “Dimanapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kokoh.” (Qs. An-Nisa’: 78)
Ramadan tersisa kenangan karena ia telah pergi. Takkan ada lagi tarawih tiap malamnya. Bulan al-qur’an itu telah beranjak. Takkan ada lagi moment bebas menghatamkan qur’an sebanyak-banyaknya, sesuka-sukanya.
Bulan puasa itu kini telah pergi. Takkan ada lagi lapar dan dahaga selama sebulan. Bulan mulia dengan malam seribu bulannya itu telah melambai perlahan menjauh. Takkan ada lagi perlombaan memberi buka puasa disetiap maghribnya. Dan Ramadan pun tau-taunya sudah pergi. Pahala ibadah selama sebelas bulan mendatag takkan sama dengan bulan mulai ini. Dialah Ramadan.
Jika ia pergi dengan begitu banyak moment, kenangan serta keutamaannya. Jika ia pergi dan telah membuat kita semangat di dalamnya tuk semakin taat pada-Nya. Semoga saja, ketika ia telah pergi, kita pun tidak pergi untuk tetap menjadi hamba-Nya yang Rabbaniyyun dan bukan yang Romadhoniyyun.
Jika semua ibadah dengan moment spesialnya telah pergi bersama perginya Ramadan. Maka, kita harus ingat. Bahwa kita tetap harus beribadah dan taat pada-Nya hingga kita dijemput oleh yang namanya kematian.
Firman-Nya,
وَٱعۡبُدۡ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأۡتِيَكَ ٱلۡيَقِينُ
Terjemahannya, “dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu.” (Qs. Al-Hijr: 99)
Ramadan bisa saja kembali tahun depan. Namun, diri kita yang belum jelas apakah bisa berjumpa dengannya di tahun 1445 H atau tidak.
Selamat jalan Ramadan 1444 H.
Doa kami selama enam bulan setelah engkau pergi, seperti doanya para salaf as sholeh terdahulu, “ya Allah, terimalah semua amalan kami di Ramadan.”
Selamat jalan Ramadan 1444 H.
Semoga Allah panjangkan umur kami tahun depan untuk berjumpa denganmu di tahun 1445 H.
Dan di situ, sebelum engkau datang. Kami akan berusaha selama enam bulan lagi seperti salaf dahulu, berdoa pada Allah agar kami diperjumpakan untuk kesekian kalinya denganmu, “Allahummaa ballighnaa Ramadhan…”
Taqabbalallaahu minnaa wa minkum shaalihal ‘a maal.
Semoga semua amalan-amalan kita di Ramadan, Allah terima. Maafkan dan ampuni kami ya Allah, jika masih banyak kelalain selama tamu agung nan mulia itu menyapa kami sebulan.
Oleh: Tim Media DPP WI