Kecintaan kepada dunia terkadang telah melenakan kita dalam menggapai keridhaan Allah. Kepakaan akan perintah Allah seakan tumpul disebabkan karena manisnya dunia yang fana ini. Terkadang karena mengejar harta, ibadahpun tergadaikan. Tak terelakkan pula istri dan anak-anak menyebabkan semangat dakwah pun seakan tidak lagi seperti sewaktu masih menjadi aktivis. Adakah kita tidak malu dengan kisah Hanzhalah bin Amir ra, dimana beliau adalah merupakan seorang sahabat Nabi yang agung.
Hanzhalah bin Amir ra menikah dengan Jamilah binti Ubay pada malam jum’at sehari sebelum perang Uhud. Sebelum subuh beliau mendengar seruan “Mari kita berjihad-berjuang”. Hanzhalah segera meninggalkan istrinya dimalam pengantin yang indah, ia mengambil baju besi, pedang dan menunggang kudanya. Ia berangkat ke medan perang Uhud dengan gagah berani. Ketika pertempuran berkecamuk, ia pun menerjang barisan musyrikin dan ia dapatkan Abu Sofyan berteriak meminta tolong kepada pasukan musyrikin quraisy. Mereka segera menyerang dan menebas leher Hanzhalah sampai ia gugur sebagai syahid.
Ketika itu Rasulullah, melihat dan berkata kepada para sahabat, “Sesungguhnya aku telah melihat para malaikat memandikan Hanzhalah ditengah-tengah langit dan bumi dengan air hutan-dalam sebuah bejana dari perak” (HR Tirmidzi dan Imam Ahmad). Para sahabatpun segera mendatangi Hanzhalah, tiba-tiba mereka melihat kepala Hanzhalah meneteskan air dan tubuh beliau seperti habis dimandikan. Merekapun menmbawa jenazah Hanzhalah kepada istrinya dan menanyakan perihal keberangkatan suaminya kemedan perang. Dengan tenang dan ikhlas Jamilah Binti Ubay menjawab ” Sesungguhnya ketika ia mendengar suara seruan berperang, ia segera keluar menyambut seruan itu, padahal ia dalam keadaan junub, lalu dimandikan para malaikat”
Subhanalah, itulah sosok Ghazlul malaikah, yang dimandikan oleh malaikat,karena belum sempat mandi junub kemudian menyambut syahidnya. Ditinggalkannya malam yg demikian indah (malam bulan madu), untuk menyambut seruan Allah. Bandingkan dengan kita hari ini disaat pengantin baru justru kita meminta cuti 3 bulan untuk bulan madu. Disaat ada tugas dakwah, terkadang begitu banyak alasan yang dilontarkan untuk menghindar dari tugas tersebut hanya karena ingin bersenang-senang dengan istri. Saat mempunyai anak yang lucu-lucu semakin berkurang semangat untuk Trabiyah dan menuntut ilmu syar’i apatah lagi dakwah.
Pantaslah para sahabat Rasulullah mendapatkan kedudukan yang sangat tinggi, sementara kita hanya terpaku dan terpara serta terheran-heran membaca kisah mereka tanapa ada tindakan pasti untuk ummat dan dakwah. Mereka para sahabat telah mengamalkan ayat
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik” (QS. 9 : 24)
Perhatikanlah bahwa kecintaan terhadap Allah, Rasulnya serta jihad jauh lebih mereka utamakan kebanding yang lainnya. Sementara kita hari ini,,,,,,,, hmm, dimana kah nilai kita dibanding mereka.
Semoga bermanfaat
Sebuah Renungan
Date: