Sebab Da’wah Tugas Kita Bersama

Date:

 

Aku dan Wahdah Islamiyah

(Sebab Da’wah Tugas Kita Bersama)

Cuplikan naskah peserta lomba menulis Wahdah Islamiyah 2016

Oleh Muh Ramli

Selaksa sore masih sama seperti kemarin. Datang dan pergi sesuai dengan garis takdir yang Allah tentukan untuknya. Dan selalu menyimpan dan mengukir kisah seiring dengan derap langkah yang telah aku lalui bersama dengan nikmat-Nya yang Dia guyurkan bak hujan deras di tengah musim paceklik. Menuntutku untuk senantiasa mengaliri setiap desahan nafas dan deyutan nadiku dengan dzikir serta rasa syukur pada-Nya yang terwujud dengan kesibukan pada jalan-jalan kebaikan menuju ketaatan pada-Nya. Sebab, jika kita melalaikan diri dalam kesibukan menuju ketaatan pada-Nya, maka kita akan berada dalam kesibukan untuk bermaksiat pada Allah azza wajallah.

Hari ini, aku terbangun dari mati kecilku dengan rahmat dari-Nya meskipun aku terlalu sering melalaikan perintah-Nya dan membuat-Nya cemburu dengan kesibukan meninggalkan perintah yang Dia syari’atkan pada umat manusia, termasuk diriku. Aku terbangun dengan prinsip hidup serta inspirasi yang sama; “Jabir radhiyallahu’anhuma bercerita bahwa Rasulullah shallallahu’alahi wasallam bersabda: “Sebaik-baik manusia, adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”[HR. At-Thabarani. Hadits dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no. 3289]. Yah, aku sangat terinspirasi dari lisan mulia manusia agung yang paling baik akhlaknya, yakni Rasulullah shallallahu’alahi wasallam. Maka setiap kali aku terbangun, selalu saja ada tanya yang terus menuntut untuk terjawab dalam bentuk aplikasi nyata. Dan pertanyaan itu selalu sama; apa yang sudah aku perbuat? Sudahkah aku memberi manfaat? Untuk diriku? Keluargaku? Maupun agamaku? sudah seberapa besar aku melakukan sesuatu untuk memberi manfaat untuk manusia?. Pertanyaan-pertanyaan itu terus saja mengusikku. Hingga pada liburan semester tiga, Allah memberiku jalan untuk menjawab pertanyaanku. Allah memberiku garis takdir untuk mengetahui diriku, apakah sudah memberi manfaat atau malah sebaliknya!

***

Mentari menyapa bumi dengan bias-bias sinar yang terus menghujami bumi. Semua tersistematis dalam pengaturan Sang Maha Pengatur; Allah azza wajallah. Liburan semester tiga, Allah memberiku kesempatan untuk bersafar ke salah satu destination yang aku tulis dalam salah satu ‘buku mimpiku’ (Berlibur ke Kota Tarakan). Dan aku sangat bersyukur sekali sebab perjalananku dimudahkan oleh-Nya. Perjalanan tiga hari dua malam dengan Kapal Pelni Bukit Siguntang, aku ni’mat dengan sensasi yang berbeda. Dan tepat dihari yang ketiga pada pagi hari, aku telah menginjakkan kakiku di kota Bais tersebut. Sebuah pemandangan yang sangat menarik dan berbeda.

Hari demi hari terus berlalu dan aku melalui dengan adabtasi dan berkenalan dengan warga sekitar. Hingga suatu hari, aku bertemu dengan salah satu mahasiswa dari UNHAS Makassar  yang juga mengisi liburannya. Kami berkenalan dan sering bertemu dalam diskusi ringan selepas sholat berjama’ah di masjid Al-Muhajirin dekat tempat kami. Dari diskusi ringan itulah kami melahirkan sebuah ide dan merumuskan visi yang sama; melakukan sebuah perubahan untuk generasi muda yang terlanjur jauh dari masjid dan kehilanmgan jati diri. Dari visi itulah, kami menggalang sedikit demi sedikit pemuda sekitar yang memiliki visi yang sama dengan kami. Hingga waktu terus berlalu dan Allah-pun mengirimkan pemuda-pemuda pilihan-Nya yang membantu visi kami. Dan terbentuklah kelompok diskusi yang membahas tentang ketaatan kepada Allah Ta’ala. Dari beberapa ikhwah yang bergabung dalam kelompok diskusi kami, sebagian besar dari mereka adalah aktivis da’wah di organisasi Wahdah Islamiyah. Apa itu Wahdah Islamiyah? Aku tidak tahu sama sekali. Yang aku tahu adalah mereka yang anggotanya selalu ‘duduk tasyahud awal’ ketika sholat dua rakaat seperti sholat subuh dan sholat sunnah.  Belakangan barulah aku tahu bahwa duduk itu adalah ‘duduk iftriroshy’. Yah aku hanya tahu sebatas itu. Maka tidak terlalu menarik perhatianku untuk bergabung, di samping aku juga telah bergabung dan menjadi kader aktif di salah satu organisasi terbesar di Indonesia. Namun, Allah-lah yang mengatur dan memberikan kebaikan pada hamba-hamba-Nya menurut-Nya bukan menurut hamba-Nya.

Dan pada bulan sebelum masuk ramadhan organisasi Wahdah Islamiyah melakukan kegiatan ke-Islaman yang dikenal dengan ‘Daurah’. Ikhwah yang masuk dalam kelompok diskusi mengajak semua anggota diskusi untuk mengikuti kegiatan tersebut, termasuk diriku. Kami berangkat pagi-pagi menuju tempat kegiatan yang merupakan markas utama dari Wahdah Islamiyah Tarakan yakni di Kel. Gunung Lingkas Jl. Kusuma Bangsa Gang Akasia tepatnya di masjid At Tauhid. Kegiatan berlangsung dengan lancar dan khidmat. Materi demi materi dipaparkan oleh ustadz dan aku menyimaknya sambil menuliskan poin-poin penting. Namun pada materi terakhir aku memilih pulang cepat dikarena ada agenda yang telah aku susun jauh hari sebelum kegiatan ‘Daurah’ juga diagendakan. Sehingga pada sesi pembagian ‘Halaqah atau kelompok Kajian Islam’ sebagai follow up dari kegiatan tersebut aku tidak termasuk di dalamnya.

Setelah kegiatan ‘Daurah’ beberapa hari lalu, semakin menjadikan kami semangat dalam da’wah dan melakukan perubahan. Kelompok diskusi yang kami bentuk intensif melakukan pertemuan dan kami menyepakati memberinya nama Halaqah Ashaabul Kahfi. Da’wah tak selalu mulus, akan selalu ada batu kerikil yang menjadi penghalang. Dan batu kerikil itupun kini telah merabah dengan kecurigaan masyarakat terhadap kelompok kami yang dianggap asing dan merupakan indikasi jaringan teroris. Lahaulah walaquata illah billah. Hanya kepada Allah-lah kami mengadu dan memohon pertolongan atas segala masalah yang menerpa kami. khususnya diriku lah yang paling dicurigai sebagai dalang dari jaringan teroris tersebut dikarena beberapa alasan seperti aku adalah pendatang dan melakukan kegiatan baru di dalam masjid yang tidak pernah dilakukan oleh pemuda sekitar. Serta yang paling menguatkan adalah ketua remaja masjid Al-Muhajirin kini bergabung bersama beserta beberapa pemuda di sekitar masjid. Namun, disitulah kami sadar bahwa Allah ingin menjadikan kami semakin kuat dalam ikatan ukhuwah dan mendewasakan kami dalam menghadapi masalah sehingga kami mampu untuk mencarikan problem solving atas segala masalah yang menerpa kami. Kami berfikir positif dan terus berprasangka baik pada Allah bahwa ini adalah tanda cinta-Nya.

Waktu terus berlalu. Ramadhan pun telah berlalu. Tapi aku masih belum mengenal apa itu Wahdah Islamiyah. Hanya saja mengusik hatiku tentang akhlak dan adab orang-orang yang bergabung di dalamnya. Aku kagum dan sangat tersentuh melihat persatuan dan bingkai ukhuwah Islamiyah yang begitu hangat serta mengetarkan hatiku. Bahkan membuat air mata ini mengalir membasahi pipi ketika hari Idul Fitri mereka memelukku dengan sentuhan pipi kanan dan kiri. “Ya Allah, aku ingin menjadi bagian dari orang-orang ini. Aku ingin menjadi saudara mereka, ya Rabb.” Bisikku dalam hati kala itu.

Hari-hariku bersama ikhwah aktivis dari Wahdah Islamiyah kulalui dengan banyak diskusi. Dan bertanya tentang konsep ukhuwah Islamiyah yang mereka terapkan dalam organisasinya serta bertanya tentang etika mereka berpakaian yang pada akhirnya membuatku mengerti tentang isbal dan meninggalkannya. Dulu aku adalah salah satu dari kumpulan orang-orang yang memiliki paradigma bahwa ‘tidak mengapa isbal asalkan tidak sombong.’ Ketika aku bertanya tentang isbal, ia tidak menjelaskannya padaku tentang apa itu isbal tapi menyodorkanku sebuah buku kecil yang ditulis oleh ‘Abdullah bin ‘Abdul Hamid, ‘Abdul Karim al Juhaiman dan ‘Abdullah bin Jarullah Alu Jarullah dengan judul JENGGOT YES! ISBAL NO! Dan berpesan padaku untuk membaca tuntas buku tersebut dan merenunginya. Saat pulang ke rumah, aku membacanya dengan seksama dan penuh keseriusan hingga tak sadar air mata ini mengalir dengan hangat menyadari betapa besarnya kebodohan diri ini yang selama ini berargument bahwa tidak mengapa isbal yang jelas tidak sombong. Dan hari itu pula setelah membaca tuntas Allah memberikanku pemahaman dan kemudahan dalam menerima kebenaran ilmu-Nya sehingga aku mantapkan azzam untuk meninggalkan isbal dan memotong seluruh celanaku hingga di atas mata kaki.

***

Waktu libur pun telah usai dan aku kembali melanjutkan hari kuliahku di semester empat. Dan penampilan baruku dengan celana di atas mata kaki memgundang banyak isu dan ledekan di antara teman-teman kampus dan orang-orang di kampungku. Namun semua kujadikan sebagai bahan intropeksi diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dan kekagumanku pada akhlak aktivis dakwah organisasi Wahdah Islamiyah membuatku mencari tahu organisasi tersebut di kotaku. Dan semua berjalan mulus sebab salah satu teman kuliahku ternyata merupakan pengurusnya. Maka kusampaikan niatku untuk bergabung dan disambut baik. Langkah pertama yang diamanahkan kepadaku adalah mengikuti tarbiyah pekanan dengan kelompok yang telah terbentuk yakni Kelompok Kajian Islam (KKI) Salman al Farisi. Aku mengikutinya setiap pekan dengan kesungguhan dan penuh gairah yang besar.

Dari sinilah awal mulanya aku mengerti bagaimana seharusnya berbuat yang memberi manfaat kepada manusia. Tarbiyah mengajarkanku bagaimana pentingnya menuntut ilmu syar’i yang merupakan kewajiban dan sudah lama aku tinggalkan. Mengajarkanku bagaimana kita harus berhati-hati dalam berpendapat dan memberikan dalil dari setiap pertanyaan yang diajukan kepada kita. Dan semua itu butuh ilmu (berilmu sebelum berkata dan beramal). Dari tarbiyah ini mengajarkanku konsep managment waktu yang harus menjadi perhatian besar yang pada akhirnya menjadikanku banyak mengukir prestasi demi prestasi di kampus dan berhasil menjadi Alumni Terbaik Pertama di seluruh Fakultas dengan predikat Cumlaude.

Tarbiyah-lah yang mendidikku menjadi pemuda yang harus senantiasa berkarya dan memberi yang terbaik untuk umat manusia dan agama. Menerpaku dengan konsep paling sempurna dibawah naungan Al-Qur’an dan Hadits. Menjadikanku mengerti bahwa da’wah ini bukan hanya tugas orang-orang yang telah diberi label sebagai seorang ustadz. Namun da’wah adalah tugas kita bersama. Menyampaikan risalah kenabiaan. Menyampaikan kepada saudara, kerabat dan orang-orang yang ada disekitar kita. Menyadarkan bahwa Islam adalah sebaik-baik ajaran yang tidak hanya untuk kita hafalkan konsep ajarannya namun untuk kita aplikasikan dalam akhlak yang mulia dikeseharian kita.

Berlalu waktu dengan ketentuan takdir dari-Nya. Seiring dengan semangat belajarku di kelompok tarbiyah yang begitu besar dan sampai ketika aku diamanahkan untuk menjadi salah satu pengurus di organisasi Wahdah Islamiyah pada Deprtement Kaderisasi DPD Sinjai. Aku menyadari ini adalah amanah yang sangat besar sebab ini adalah organisasi da’wah yang bermanhaj ahlussunnah waljama’ah. Manhaj yang dilalui oleh orang-orang pendahulu kita. Manhaj yang dilalui oleh Rasulullah shallallahu’alahi wasallam, para sahabat beliau dan orang-orang yang senantiasa ittibah dengan beliau shallallahu’alahi wasallam. Maka inilah waktu yang Allah berikan kepadaku untuk berkhidmat dan memberikan yang terbaik untuk Islam. Aku sadar bahwa kita tidak semata-mata melakukan da’wah ini untuk membesarkan organisasi Wahdah Islamiyah tapi organisasi ini hanyalah wadah supaya da’wah kita terorganisir, tersistemasi dan menyatukan visi-misi sehingga tidak ada kekliruan dalam penerapan Islam di lapangan yang mengakibatkan citra Islam buruk.

Kegiatan demi kegiatan terus dilaksanakan dan aku selalu menyibukkan diriku untuk menjadi panitia di dalamnya. Menjadi bagian dari orang-orang yang berbuat untuk kemaslahatan umat dan memberikan peran serta kontribusi maksimal untuk agamaku. wahdah Islamiyah telah menjadi jembatan dan wadah bagiku untuk melakukan hal-hal besar yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits. Menjadikanku mengerti makna hidup dan tujuan yang sesungguhnya. Membuka cakrawala berfikir dan paradigmaku bahwa berbuat sesuatu bukan untuk diri sendiri dan kelurga saja tapi juga untuk umat manusia. Dan yang paling penting melalui organisasi Wahdah Islamiyah telah menjadikanku aktivis da’wah yang harus senantiasa tawadhu dan terus memperbaiki diri setiap saat. Terus menebar manfaat dan berbuat banyak untuk manusia dan agama namun tidak melupakan diri sendiri.

Sekarang aku sadar bahwa tarbiyah bukanlah segala namun segalanya butuh tarbiyah dan berawal dari tarbiyah. Dan kegiatan da’wah yang dilakukan oleh Wahdah Islamiyah bukan untuk menjadikan orang-orang sebagai Wahdah Islamiyah namun untuk mengajarkan dan mengajak orang-orang untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam yang diperjuangkan oleh Organisasi Wahdah Islamiyah. Sebab da’wah tugas kita bersama. Dan aku bangga menjadi kader Wahdah Islamiyah. Serta mengambil peran dalam da’wah ini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Pelajari Pengelolaan Sampah Dengan Lalat, Wahdah Islamiyah Studi Banding Ke Agro Farm Econesia Cyclevalue

PANGKEP, wahdah.or.id - Dewan Pengurus Daerah (DPD) Wahdah Islamiyah...

Wahdah Islamiyah Kalimantan Tengah Gelar Mukerwil dan Mukerda, Teguhkan Soliditas untuk Dakwah dan Umat

PALANGKA RAYA, wahdah.or.id - Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Wahdah...

Menghadapi Tantangan Dakwah, Wahdah Sulbar Adakan Lokakarya Tuk Tingkatkan Kapasitas dan Komitmen Kader

MAMUJU, wahdah.or.id – Dalam upaya memperkokoh dakwah yang berbasis...

Programkan Gerakan 5T, Mukerwil VII DPW Wahdah Banten Siap Wujudkan Banten yang Maju dan Berkah

BANTEN, wahdah.or.id – Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Wahdah Islamiyah...