Aku dan Wahdah Islamiyah
(Satu hal yang insya Allah bisa membuat hati kita tenang yaitu dengan “cahaya ilmu”)
Cuplikan naskah peserta lomba menulis Wahdah Islamiyah 2016
Oleh Hapsah

Aku memandang bayanganku di cermin ternyata betul badanku semakin kurus, mataku sembap. Lingkaran hitam semakin nampak di bawah kantung mataku. Bagaimana tidak hampir dua bulan Aku mengurung diri di kamar.

Sebuah Brosur dengan desain berwarna biru di tanganku dengan jenis font 30 calibri ‘Penerimaan Mahasiswa Baru’. Pada Tahun 2011 Aku mulai berfikir untuk kuliah di universitas favoritku dengan melewati jalur SPMB dan ujian tes yang lainnya. Keinginanku di dukung oleh kedua orang tuaku yang berpenghasilan pas-pasan, setelah sebelumnya butuh pelobian yang meyakinkan untuk mereka agar aku bisa kuliah.

Setelah gagal di dua universitas yang kuinginkan, Aku lulus sebagai mahasiswi di universitas yang tidak kuinginkan. Yah… universitas yang bagiku terlihat gersang, dari luar nampak mahasiswa membludak bak sarang semut yang keluar masuk. Itupun yang mengurus proses administrasiku selama ini adalah sepupuku. Akhirnya dengan kelapangan hati yang tengah berproses Aku memasuki pintu gerbang kampus. Aku mengurus sisa administrasi yang belum terselesaikan. Mungkin inilah yang terbaik.

Aku melewati hari-hariku menjadi mahasiswi baru, baju baru, sepatu baru, teman-teman baru dan pengalaman baru dengan rasa penuh keceriaan. Aku begitu bahagia menjalani hari-hariku menjadi seorang mahasiswi di kampusku. Berteman dengan siapa saja, dan mengikuti gaya trend berpakaian seperti mahasiswi muslimah yang lainnya. Pergi ke Mall di setiap akhir pekan bersama teman-teman meskipun  Aku termaksud orang yang paling sering di traktir. Hemmh…

Setengah semester pun berlalu, hingga pada suatu hari Aku di hadapakan oleh sebuah masalah yang tak dapat ku terima dengan akal sehatku. Hatiku seolah hancur, tangisku tumpah, seketika membawaku pada penderitaan yang sangat panjang dengan perasaan hati yang benar-benar terluka. Pasalnya seorang pria yang mencintaiku setahun terakhir, sebulan yang lalu melamarku datang bersama ibunya, namun kabar terakhir yang ku dengar ternyata pria itu jatuh cinta dengan wanita lain dan mengaku tak bisa meninggalkannya.

Bayang-bayang kebahagiaan yang pernah kubangun setinggi awan seketika  ambruk. Aku terlunta-lunta menerima pahitnya kenyataan dan hanya bisa menangis. Beberapa kali Aku mendatangi rumahnya namun yang kudapatkan tak berarti apa-apa. Aku dipaksa untuk memaklumi semuanya. Aku memeluk ibuku yang berusaha menghiburku, Ibuku menangis meski ia terlihat menyembunyikannya. Oh… Ya Rabb. Aku tak pernah mengingatmu sedikitpun. Inikah balasan yang selama ini kulakukan yang kerap membohongi Ibu.

Sepanjang perjalanan hidupku, ini adalah kali pertamanya aku merasakan ujian yang begitu besar setelah kemarin rasanya aku hidup bak anak kecil yang tak mengerti apa-apa akan makna hidup yang sebenarnya. Dunia seakan menghimpit, hatiku remuk. Aku hanya bisa menangis setiap hari menelan sepahit- pahitnya luka penghianatan. Aku bagai terhina dengan semuanya, seolah tak percaya. Orang yang sudah berani mengikat janji, tiba-tiba datang mengambil paksa pemberiannya.

Aku memandang bayanganku di cermin ternyata betul badanku semakin kurus mataku sembap, lingkaran hitam semakin nampak di bawah kantung mataku. Bagaimana tidak hampir dua bulan Aku mengurung diri di kamar. Terkadang  Aku hanya menunggu di balik jendela setiap hari, bahkan berjam-jam memandangi halaman rumah. Aku terbawa akan angan-angan panjang semu bahwa akan ada rombongan lamaran yang akan datang menuju rumahku, dengan suara gendang pengantin. Namun sampai hari ini itu tak pernah ada.

Kendatipun Aku tetap menjalani aktifitas kuliahku. Melihat harapan yang pernah di titipkan oleh kedua orang tuaku begitu besar, sosok diam, sabar dan pekerja kerasnya Ayahku adalah semangat yang masih kupelihara dalam meneruskan cita-citaku. Karena bagi kami kuliah itu tidak sedikit biaya yang di keluarkan. Aku berusaha mengobati lukaku sendiri. tatkala sahabat di kelasku mengatakan “Kenapako seperti mayat hidup ?” aku hanya menjawabnya dengan senyuman. Aku tidak tahu sampai kapan akan menjalani ini. Aku hanya takut. Sadar akan Aku yang dulunya ceria tiba-tiba menjadi sosok yang pendiam dan bicara seadanya saja.

Tidak sampai disitu saja ujian hidup yang ku jalani. Kondisiku semakin parah lantaran antara sadar dan tidak, yang ku tahu aku terdeteksi gangguan jin.  Karena kami tidak paham, maka Ibu dengan paniknya mencari dukun kesana-kemari untuk mengobatiku dan jika mengingat itu  Aku tak bisa menahan air mataku. Itu karena kami tidak paham saat itu. Apa yang menjadi saran orang-orang diluar sana itu yang diikuti oleh Ibu untuk bagaimana aku bisa sembuh. Hidup enggan, mati tak mau. Itulah yang kurasakan.

Hingga pada suatu hari seolah Allah menyingkap tabirNya. ‘Minadzulumati ilannuur” ‘Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya ‘iman’**. Hari itu, di kelas perkuliahan. Kami menunggu dosen yang belum datang dari jadwal yang telah ditentukan. Seperti biasa tanpa dosen di kelas, sesuatu hal yang aneh jika seisi kelas tidak ribut. Akulah mungkin satu-satunya orang yang hanya diam di kelaskut. Hingga jam kuliahpun usai Dosen yang di tunggu tak kunjung datang. Seketika Kelaspun kosong kecuali diriku dan teman kelasku yang berstyle jilbab besar hitam, panjang kali lebar.  Yah… dahulunya ρ x ι itu adalah sebuah ungkapan ejekan Aku dan beberapa teman akrabku ketika melihat akhwat.

Dia menghampiriku dan menyalamiku “ Assalmualaikum Ukhty, bagaimana kabarta, baik-baik jeki ?”.

Dia memberondongku dengan pertanyaan-pertanyaan, sementara Aku sedang berkemas untuk pulang.

“Alhamdulillah, baik”. Jawabku.

Sebelumnya kami memang sekelas tapi tak pernah akrab, namun sapaannya bagaikan saudara yang telah terjalin begitu lama. Dia mempertanyakan perihal perubahanku dan kondisiku yang sering sakit. Nasehatnya menggugah hatiku bak air hujan menyirami tanah yang gersang tertimpa kemarau panjang. Tanpa sadar kamipun mengobrol dan air mataku pun jatuh bersama luapan emosi yang tak dapat ku bendung .

“Aku tidak tau jalan keluarnya, setiap hari saya hanya merasa takut”.  Ucapku dengan deraian air mata yang tak henti-hentinya mengalir.

“Ukhty, Allah tidak pernah menguji seorang hamba, klu dia tidak mampu, klu kita tidak mampu, maka Allah tidak akan memberikannya. Tapi ukhty, ada satu hal yang insya Allah bisa membuat hati kita tenang yaitu dengann”

“Apa itu ukhty ?” tanyaku memotong pembicaraannya.

“cahaya ilmu”. Jawabnya dengan tatapan yang tenang. Dalam kurung Daurah.

Saat itu Aku tidak peduli apapun namanya, yang jelasnya hal itu bisa mengeluarkanku dari masalahku dan bisa menenangkan hatiku. Hari berlalu aku menunggu kegiatan menuntut ilmu yang pernah di janjikan oleh Ukhty. Tapi masih tak ada kabar untuk kegiatan itu. Hingga Aku mendapatkan sms untuk datang di sebuah pertemuan ‘Tarbiyah’ namanya. Entahlah seumur-seumur kata itu begitu asing di telingaku. Idealnya sebelum Tarbiyah di daurah dulu. Tapi Aku malah langsung tarbiyah beberapa kali baru setelah itu daurah.

Allah menuntunku dan mungkin inilah jalannya. Tarbiyah pertama kali layaknya jatuh cinta pada pandangan pertama. Akupun berada dalam lingkaran tarbiyah dengan ilmu dan nasehat yang mengalir dari seorang Murobbiku, seolah menjalari semua ingatan-ingatanku atas kelalaianku. Seperti setetes mata air segar yang jatuh di atas ubun-ubunku memercikkan air keseluruh tubuhku hingga menembus epidermis kulitku, alangkah sejuknya, seperti noda hitam di hati yang rontok satu demi satu. Mungkin kata ini tidak cukup untuk menggambarkan betapa indahnya tarbiyah.

Aku mulai memperbaiki shalat dan ibadah-ibadah nafilahku yang mungkin dahulunya  betapa sangat sering dahulu Aku meninggalkannya. Jauh dari ilmu agama pun membuatku tidak tau dimana letak musholla kampusku sendiri yang selama ini ternyata setiap hari Aku lewat di depannya. Subehanallah, Aku melewati hari-hari dengan begitu tenang dan khusyu’ mengingat Allah. Perlahan meninggalkan semua kebiasaan buruk ku mulai dari mendengar musik, meski hal itu butuh waktu lama hingga Aku benar-benar meninggalkannya. Sampai kepada berpakaian yang tidak menutup aurat dengan baik, tapi setelah mendengar ilmu akan wajibnya seorang muslimah menutup aurat, maka Aku termaksud orang yang begitu cepat memutuskan untuk berhijab syar’i. Yah…panjang dan lebar yang menutup lekuk tubuh.

Aku pun mulai mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah seperti makan dan minum dengan duduk, berdo’a sebelum tidur, serta senantiasa mengawali setiap perkara dengan basmalah, yang dulunya mungkin Aku sama sekali tidak mengetahui apa-apa dan hidup bagaikan robot setiap harinya tanpa amalan-amalan bermanfaat. Subehanallah… Segala yang kudapatkan dalam rutinitas tarbiyahku bukan hanya ku pakai dalam keseharianku yang islami saja, tapi mampu menjadi penguat tatkala menjalani aktifitas akademik di kampus. Aku yang dulunya gemetar ketika tampil di hadapan dosen. Sebuah keyakinan bahwa semuanya menjadi terasa mudah dengan keyakinan kepada Allah.

Waktu berjalan begitu cepat, hingga Allah memimilihku menjadi salah seorang aktifis dakwah di kampusku. Al hasil bin Alhamdulillah kami pun menjadi bagian orang-orang yang mengajak orang lain untuk cinta dengan agama mereka, untuk mereka juga dekat dengan  Rabb mereka dan menjadikan Al-Qur’an sebagai cahaya di hati mereka. Bukan mudah menjalani diri sebagai aktifis dakwah. Penuh onak dan duri. Ah… inilah perkataan yang paling sering ku dengar dari kakak-kakak ku. Aku berproses dengan semuanya, meski bukan tanpa ujian. Hampir-hampir Aku tak bisa menghitung sampai hari ini, berapa kali Aku ingin lari dari jama’ah, ingin jauh dan benci dari jama’ah. Sadar ataupun sedang dalam keadaan tidak sadar, karena sampai hari ini Aku masih terdeteksi semacam gangguan jin misionaris yang tidak suka dengan perubahanku. Pernah suatu ketika pada kegiatan musyawarah, aku berdiri di tengah-tengah majelis dan marah-marah lalu pulang kerumah dan berjanji tak akan kembali. Serta banyak lagi alasan-alasan untuk tak kembali, tapi entah  sampai hari ini Aku masih tetap bersama mereka, berjuang bersama mereka.

Ketika ku gambarkan nikmatnya di jalan dakwah ini, maka tak seorangpun akan meninggalkan profesi aktifis dakwah dalam dirinya. Betapa tidak, memang ku akui penuh onak dan duri tapi ketika sudah dibumbui dengan indahnya Ukhuwah. Maka semuanya menjadi indah. Inilah masa muda yang terindah karena Aku bertemu, mengenal, bermulazamah dengan akhwat- akhwat tangguh. Semakin bersemangat tatkala di sulutkan kobaran kisah-kisah para sahabat-sahabat Rasulullah terdahulu ketika menolong Agama Allah. Tak jarang saat itu mata memerah menahan air mata.

Tatkala Aku berada pada barisan jama’ah shalat bersama akhwat-akhwat, rasa-rasanya air mataku ingin tumpah sebanyak kesyukuran dalam hati.  kemudian berada dalam barisan dakwah. Hmmh… siapalah diri ini, dengan karunia yang begitu amat besar, mengingat akan semua dosa. Kadang Akupun takjub dengan diri dan perubahanku. Tak sedetikpun Aku menjangkau, berfikir diri ini akan menjadi seorang Akhwat. Merasa bahwa kita tak pernah tahu rahasia Allah dengan segala takdirNya dan belajar untuk berprasangka baik terhadap ujian yang Allah berikan.

Kendati begitu, semua yang Aku jalani butuh proses, pengorbanan dan air mata untuk mendapatkan ke ridho’an orang tua dan orang-orang yang ada di sekelilingku. Karena ketika kita ingin jadi baik, dan ketika kita ingin berada di atas jalanNya maka Allah akan menguji kita lewat cintaNya. Inilah hadiah yang paling terindah dari Rabb kita untuk seorang hamba yakni sebuah hidayah, maka karena hidayah itu begitu mahal harganya maka saat itu pulalah kita harus menjaganya karena apabila ia telah terlepas maka wajib bagi kita untuk menghawatirkan diri kita.

Belajar dan mengajarkan bagaimana berusaha berkomitmen di atas jalanNya, meski kerap berkali-kali jatuh. Karena dalam aturan Bahasa Indonesia kata ‘Jatuh’ itu tidak sendiri, melainkan dia memiliki antonim bernama ‘Bangun’ dalam artian kita JATUH BANGUN menuju Rabb kita di tengah-tengah begitu banyaknya fitnah akhir zaman. Jika di tanya seberapa jauh Aku mengenal wahdah Islamiyah. Maka ku jawab Dia hanyalah sebatas teman. Tapi teman yang memberiku dan mengajarkanku begitu banyak hal, serta mengajarkan akan peduli terhadap kaum muslimin dan persatuan cinta akan tanah air.

Artikulli paraprakTabligh Akbar “Sejuta Cinta Untuk Indonesia” Wahdah Gowa
Artikulli tjetërPENERIMAAN SANTRI BARU TAHFIDZ WAHDAH ISLAMIYAH BOGOR T A 1437/1438

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini