Pengiriman Sariyah (Detasemen) Pada Jeda Perang Uhud dan Perang Ahzab
Oleh: Syamsuddin Al-Munawiy (Pengajar Sekolah Siroh)
Perang Uhud dan perang Ahzab merupakan dua peperangan “paling menegangkan” dari seluruh ghazawat di masa Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam. Pada perang Uhud kaum Muslimin sempat dipukul mundur, walau tidak sampai kalah telak. Sedangkan perang Ahzab atau Khandaq dapat dikatakan sebagai perang “paling menegangkan”, karena dalam Al-Qur’an digambarkan, kaum Muslimn saat itu ‘’digoncang dengan goncangan yang dahsyat”, bahkan sampai, “berpasangka yang bukan-bukan kepada Allah”.
Namun selain perang Uhud dan Ahzab, peritiwa lain jeda dua perang ini patut menjadi perhatian. Sebab peristiwa yang terjadi diantara keduanya masih memiliki keterkaitan erat dengan perang sebelumnya dan setelahnya.
Krisis Pasca Uhud
Perang Uhud walau dimenangkan oleh pasukan Muslim, namun menyisakan ‘’shok” bagi kaum Muslimin. Pasalnya pada perang ini pasukan Nabi sempat dipukul mundur akibat kelengahan dari pasukan pemanah yang ditempatkan di atas bukit Rumah. Selain itu pada perang ini juga sempat tersiar isu, Nabi terbunuh.
BACA JUGA:
Tadarus Sirah (01): Di Senja Peradaban (1)
Tadarus Sirah (02): Di Senja Peradaban (2)
Tadarus Sirah (03): Risalah Langit
Walaupun demikian pemenang perang ini tetaplah kaum Muslimin. Sebab pasukan Musyrikin Quraisy gagal mewujudkan target mereka pada perang ini. Mereka berharap dapat menghabisi nabi Muhammad dan pasukannya sebagai balas dendam atas kekalahan pada perang Badar. Namun target tersebut meleset.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri, bahwa krisi di uhud menimbulkan dampak psikologis yang tidak ringan bagi kaum Muslimin. Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri menyatakan, “Krisis di Uhud menimbulkan dampak negatif terhadap citra baik kaum Muslimin. Akibatnya, kekuatan mereka lenyap dan wibawa mereka tidak lagi menakutkan bagi lawan. Berbagai kesulitan, baik dari dalam maupun dari luar semakin mendera. Sementara di sini lain bahaya dari berbagai penjuru mengintai Madinah”.
Masih menurut catatan penulis Ar-Rahiq Al-Maktum, di tengah krisis wibawa ini kaum Yahudi dan kalangan Munafiqin juga semakin ‘’berani”, bahkan secara terang-terangan menampakkan permusuhan kepada kaum Muslimin. Padahal sesungguhnya mereka terikat perjanjian damai dengan Nabi melalui Piagam Madinah. Mungkin karena melihat krisis mental yang menimpa kaum Muslimin sebagai dampak dari perang Uhud membuat mereka makin jumawa dan mulai menampakan watak asli kebencian dan permusuhan kepada Nabi dan kaum Muslimin.
Selain kaum Yahudi dan Munafiqin, pihak yang turut memanfaatkan kondisi krisis pasca Uhud ini adalah orang-orang Badui sekitar Madinah. Mereka juga mulai berani melancaman dan teror kepada kaum Muslimin di Madinah. Dua bulan pasca perang Uhud Bani Asad menyiapkan serangan ke Madinah. Akram Dhiya Al-Umari mengutip dari Thabaqah Ibnu Sa’ad dan Zad al-Ma’ad-nya Ibnu Qayim menyatakan bahwa rencana serangan dipimpin oleh dua bersaudara; Thalhah bin Khuwailid al-Asadi dan saudaranya Salamah bin Khuwailid al-Asadi. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 4 H.
Sebulan kemudian di tahun yang sama, tepatnya pada bulan Shafar 4 H, kabilah ‘Adhl dan Qarah melancarkan siasat licik. Mereka datang ke Madinah dan pura-pura memohon bantuan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Harapan mereka adalah Nabi berkenan mengutus beberapa orang Sahabat untuk mengajarkan Islam kepada mereka. Tapi ternyata mereka licuk dan berkhianat. Utusan yang dikirim Nabi diserang oleh hampir 200an pasukan bani Lahyan atas permintaan bani Hudzail. Menurut Syekh Shafiyyurrahman serangan ini menyebabkan 10 sahabat gugur.
BACA JUGA:
Kisah Mush’ab Bin Umair Mempertahankan Bendera Tauhid Dalam Perang Uhud
Nu’aim bin Mas’ud Tokoh Kunci Perang Ahzab
Di bulan yang sama terjadi ‘’Tragedi Bi’r Maunah” akibat siasat licik Bani Amir. Tragedi keji ini bermula dari kedatangan Abu Barra Malik bin Amir (si pemain tombak) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi mengajaknya masuk Islam. Namun dia menolak. Tapi dia meminta Nabi mengutus sahabatnya untuk mendakwahi penduduk Bani Amir memeluk Islam. Awalnya Nabi ragu, namun dia memberi jaminan. Tapi kepercayaan Nabi justru dkhianati. 70 Qurra yang ditus Nabi dibantai secara tragis di sebuah tempat bernama bi’r Ma’unah.
Pada bulan berikutnya, Rabiuul Awal 4 H muncul pengkhiantan oleh Bani Nadzir. Bani Nadhir adalah suku Yahudi Madinah yang bersekutu dengan Khazraj yang merupakan warga pribumi Madinah. Mereka terikat perjanjian dengan Nabi, namun mereka berkhianat. Mereka melakukan percoban pembunuhan terhadap Rasulullah dan memprovokasi orang-orang Quraisy untuk menyerang Rasulullah dan kaum Muslimin.
Nabi Bangkit dan Membangkitkan Spirit Perlawanan
Di tengah krisis multi dimensi yang mendera, Nabi bangkit melawan dan membangkitkan semangat perlawanan. Sebagai pemimpin dan panglima beliau tidak larut dalam kesedihan akibat krisis Uhud dan berbagai tragedi yang pasca Uhud. Dalam kondisi masyarakat Madinah sedang ditimpa penurunan semangat, beliau mengembalikan wibawa dan mengobarkan kembali militansi kaum Muslimin.
Langkah stategis pertama yang dilakukan adalah pengejaran sisa-sisa milisi Quraysy hingga ke Hamratul Asad. Lewat aksi ini Nabi hendak mengirim pesan, walau dipukul mundur di Uhud, tapi kaum Muslimin belum menyerah. Madinah masih eksis dan mampu melakukan perlawanan. Dengan demikian citra dan wibawa kaum Muslimin terjaga, militansi perlawanan bangkit kembali.
Alhasil, Nabi sang Panglima berhasil mengobarkan semangat juang para Shabat. Satu demi satu sariyah (detasemen) diutus untuk menumpas para pengkhianat. Delegasi dikirim untuk menghalau serangan musuh. Laporan Intelijen Madinah menjadi data dan modal awal untuk menghalau dan melakukan serangan balik.
Nabi mengutus sariyah Abu Salamah, delegasi Abdullah bin Unais, detasmen Ar-Raji, memabalas darah para Sahabat yang syahid di bi’r Ma’unah dan mengusir Bani Nadhir yang berkhianat. Penjelasan dari masing-masing peristiwa ini, akan disampaikan pada tulisan berkitnya.[]
Penulis: Syamsuddin Al-Munawiy (Pengajar Sekolah Siroh)