Betapa banyak keutamaan ilmu yang dijanjikan oleh Alloh dan Rasulnya dalam Al Qur’an maupun As Sunnah.
Dan setiap kata “ilmu” yang terdapat dalam Al Qur’an dan As Sunnah, maka yang dimaksud adalah ilmu syariat.
Adapun ilmu duniawi maka tergantung dari niat pencari dan pemiliknya.
Jika ilmu tersebut diniatkan untuk kemajuan islam dan menegakkan kalimatulloh serta membantu kaum muslimin, maka ia menjadi sangat-sangat mulia.
Namun jika niatnya hanya untuk mencari kenikmatan dunia semata, maka ia menjadi tercela dan tidak bermanfaat baginya di akhirat.
Ilmu sangat banyak cabang-cabangnya. Dan diantara ilmu yang paling mulia dan paling bermanfaat untuk dipelajari adalah ilmu tentang batasan-batasan.
Khususnya batasan dalam syariat.
Pengetahuan tentang batasan perkara yang diperintahkan, dianjurkan, dibolehkan, dibenci dan yang dilarang.
Dengan memahami batasan-batasan, kita tidak akan memasukkan sesuatu yang berada di luar batas ke dalam syariat. Dan tidak akan mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam syariat keluar batasan.
Semakin paham terhadap batasan, maka akan makin kuat keislaman seseorang.
Dan semakin tidak paham batasan, imbasnya semakin ingkar pada Alloh.
Alloh berfirman,
الْأَعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا وَأَجْدَرُ أَلَّا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Orang-orang Arab Badui itu lebih kuat kekafiran dan kemunafikannya, dan sangat wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana”.
(Surat At-Taubah 97)
Maka orang yang bijak adalah orang yang tidak melanggar batasan syariat.
Baik dalam akhlak, ibadah, muamalah, berpakaian, dst..
Dan semakin tinggi ketaqwaan seseorang ia akan lebih berhati-hati dalam batasan yang dibolehkan syariat sekalipun.
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
[رواه البخاري ومسلم]
Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata,
“Saya mendengar Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
‘Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya.
Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan.
Ketahuilah bahwa dalam tubuh terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati“.
(HR. Bukhori dan Muslim)
✍? Oleh Ustadz Reky Abu Musa, Lc