Anugrah terindah yang dikaruniakan Allah kepada manusia adalah cahaya hidayah. Sebab itu Dia tidaklah mengutus para nabi dan rasul serta menurunkan kitab-Nya melainkan demi sebuah hidayah dan petunjuk, agar tercurahkan sebagai rahmat terbesar bagi kehidupan manusia. Sehingga tak heran bila dalam surat pertama dan teragung yang dibaca setiap muslim dalam setiap rakaat shalat, permohonan pertama dan utama yang senantiasa wajib terulangi adalah:

اهدنا الصراط المستقيم

Artinya: “Tunjukilah kami kejalan yang lurus” (QS Al-Fatihah: 6).

Ayat ini mengisyaratkan bahwa pintu gerbang utama untuk memasuki hidayah dan istiqamah diatas petunjuk Allah ta’ala adalah taubat dengan meninggalkan jalan-jalan maksiat dan kesesatan. Olehnya itu, perkara pertama yang diinginkan oleh-Nya untuk saya, anda dan dari semua manusia adalah menerima taubat kita semua, sebagaimana dalam firman-Nya: “Allah hendak menerangkan (hukum syari`at-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para nabi dan shalihin) dan (hendak) menerima taubatmu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan Allah ingin menerima taubatmu, …”. (QS An-Nisa’: 26-27).

Keinginan Allah Ta’ala untuk selalu memberikan ampunan dan menerima taubat hamba-hamba-Nya merupakan tanda cinta-Nya yang sangat besar pada taubat dan orang-orang yang bertaubat kepada-Nya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (QS Albaqarah: 222).

Cinta-Nya yang besar terhadap sikap taubat dan orang-orang yang bertaubat tersurat dari berbagai seruan lembutnya dalam berbagai ayat Al-Quran, maupun dalam hadis qudsi, Dia telah menyeru kita dalam firman-Nya: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS An-Nuur : 31). Juga berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuhaa (taubat yang semurni-murninya)” (QS At-Tahriim : 8)

Dalam hadis qudsi, Dia berfirman: “Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian berdosa siang dan malam, dan Aku maha mengampuni dosa, maka mintalah ampunan kepadaKu niscaya Aku akan mengampuni kalian” (HR Muslim: 2577)

Akan tetapi kekerasan hati manusia yang disebabkan oleh banyaknya noda maksiat kadang terlalu jauh menyeretnya dari kesadaran menyambut seruan dan ajakan-Nya, padahal Dia tak henti-hentinya menanti mereka setiap saat untuk menengadahkan tangan dan menundukkan wajah bersimpuh haturkan taubat dan penyesalan dihadapan-Nya sebelum pintu-pintu taubat tertutup dan penyesalan tak lagi berguna, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala membentangkan tangan-Nya di malam hari untuk menerima taubat hamba yang berdosa di siag hari. Dan Allah Ta’ala membentangkan tagan-Nya di siang hari untuk menerima taubat hamba yang berdosa di malam hari, sampai matahari terbit dari barat.” (HR. Muslim: 2756).

Rasa kasih dan rahmat-Nya tak akan pudar untuk mereka yang senantiasa terjerumus dalam kubangan dosa dan jeratan maksiat, Dia dengan kemurahan-Nya mengajak mereka untuk kembali dan tidak berputus asa dari rahmat dan anugrah taubat-Nya sesuai firman suci-Nya: “Katakanlah: Wahai para hamba-Ku yang melampaui batas terhadap dirinya sendirinya, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah Mengampuni semua dosa dan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)

Marilah segera berusaha kembali kepada-Nya, meninggalkan dosa dan maksiat sebelum pintu taubat tertutup oleh ajal dan kematian. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Seluruh anak Adam berdosa, dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat” (HR Tirmidzi: 2499 dan Ibnu Maajah: 4241).

Sebesar apapun dosa yang dilanggar, sebanyak apapun maksiat yang dikerjakan, bila seorang hamba benar-benar menginginkan taubat maka Allah ta’ala akan mengampuninya, menerima taubatnya serta mengangkat derajatnya sebagai hamba-hamba-Nya yang istimewa dan terbaik.

Hadis diatas juga memotivasi anda yang mungkin telah istiqamah dijalan-Nya agar tetap memperbaharui taubat dan istighfar kepada-Nya, sebab setakwa apapun manusia ia tak akan pernah lepas dari dosa dan pelanggaran, hanya saja karakteristik khusus mereka adalah senantiasa menyegerakan taubat dan penyesalan setiap kali terjerumus dalam dosa, sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam ciri-ciri orang bertakwa: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka”. (QS Aali Imran: 135).

Seorang hamba yang ingin menyelamatkan dirinya dari jeratan dosa dan maksiat didunia dan dari belenggu azab diakhirat kelak wajib untuk menghaturkan taubat nashuha pada-Nya, yaitu taubat yang penuh azam dan kesungguhan. Sebab taubat seorang hamba tak akan pernah diterima olehnya kecuali dengan beberapa syarat:

Pertama: Meninggalkan dosa atau maksiat yang dikerjakan
Kedua: Merasakan penyesalan atas pelanggarannya terhadap dosa tersebut
Ketiga: Azam yang kuat untuk tidak lagi kembali melakukannya.
Tiga poin ini merupakan syarat mutlak diterimanya taubat seorang hamba oleh Allah subhanahu wata’ala bila dosa dan maksiat tersebut berkaitan langsung dengan-Nya, namun apabila jenis dosa tersebut adalah suatu kezaliman pada orang lain maka wajib untuk melengkapi syarat yang keempat yaitu: memohon maaf padanya, atau mengembalikan hak yang ia telah rampas darinya jika ia masih sempat melakukannya, adapun bila yang terzalimi tersebut telah wafat atau tak lagi ditahu kemana perginya, maka ia harus tetap bertaubat kepada Allah sembari memperbanyak istighfar dan doa untuk orang yang ia zalimi tersebut agar kezaliman yang ia lakukan pada mereka setidaknya terhapus oleh doa dan istighfar.

Marilah tak henti-hentinya bertaubat dan ber-istighfar dengan seikhlas-ikhlasnya kepada-Nya disetiap waktu dan kesempatan, sebab kita tak akan pernah tahu kapan pintu taubat tertutup, dan kapan ajal yang selalu mengintai setiap detik akan mendatangi, dimana saat itu penyesalan tiada lagi berguna, dan air mata tak lagi sucikan dosa: “Dan Taubat itu tidaklah (diterima Allah) dari mereka yang berbuat kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seorang diantara mereka barulah dia mengatakan, ‘Saya benar-benar taubat sekarang.’” (QS. An-Nisa : 18)

Taubat dan penyesalan inilah yang dilakukan oleh Fir’aun tatkala tenggelam, ketika ajal telah menjemputnya, dan nyawanya telah sampai ditenggorokannya, namun karena saat itu taubat tak lagi bermanfaat, maka Allah pun menyatakan pada-Nya: “Mengapa baru sekarang kamu beriman padahal kamu telah durhaka sejak dulu, dan kamu termasuk orang-orang yang durhaka. (QS Yunus: 91).

Bahkan tak hanya saat maut menjemput, namun dialam kubur dan akhirat, mereka tak henti-hentinya akan menyesali perbuatan dosa mereka tatkala didunia, sebuah penyesalan yang tak akan pernah mengurangi apalagi menghapus azab dan balasan kezaliman mereka selama didunia.

Setiap muslim hendaknya tahu bahwa taubat dan istighfar tak hanya mendatangkan kegembiraan dan kecintaan Allah pada pelakunya, menghapus dosa atau memperbaiki masa-masa lalu yang kelam, serta memasukkannya kedalam surga, namun lebih dari itu, ia memiliki fadhilah dan keistimewaan lain sebagai anugrah dan karunia terbesar dari Allah ta’ala. Diantaranya: Allah akan mengganti dosa mereka dengan pahala dan kebajikan sebagaimana dalam firman-Nya ketika mengecualikan orang yang bertaubat sebagai orang yang selamat: “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Al-Furqan: 70).

Taubat dan istighfar juga merupakan tameng yang sangat kuat dari berbagai azab-Nya, sebagaimana firman-Nya: “Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun” (QS Al-Anfaal : 33).

Ibnu Shubaih mengisahkan: bahwa seseorang mengeluh kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang musim kemarau yang berkepanjangan, maka Al-Hasan berkata kepadanya, “Beristighfarlah !”. Lalu ada yang lain mengeluh padanya tentang kemiskinan. Maka Al-Hasan berkata, “Beristighfarlah!”. Lalu datang orang yang lain seraya berkata “Doakanlah untukku agar Allah menganugerahkan bagiku anak”. Maka Al-Hasan berkata kepadanya, “Beristighfarlah!”. Lalu datang lelaki yang lain yang mengeluhkan akan kebunnya yang kering. Maka Al-Hasan berkata kepadanya. “Beristighfarlah!”. Kamipun berkata kepadanya tentang jawabannya tersebut, maka Al-Hasan berkata, “Aku tidaklah menyatakan itu sebagai jawaban dariku, karena Allah sendiri telah menjawabnya dalam surat Nuh: ”Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai” (QS Nuh: 10-12).

Ayat ini menunjukkan bahwa keberkahan anugrah dan nikmat Allah Ta’ala baik duniawi ataupun ukhrawi hanya bisa didapatkan dengan jalan taubat dan banyak beristighfar memohon ampunan kepada Allah Ta’ala.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita bertaubat kembali kepada-Nya, memperbaharui taubat dan istighfar yang mungkin selama ini banyak kekurangan, sebelum ajal datang menjemput. Dengannya hidayah kan terus tercurahkan, serta kemenangan dan pertolongan Allah didunia dan akhirat akan senantiasa terlimpahkan:

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

artinya: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS An-Nuur : 31)

Wallaahu a’lam.[]

Artikulli paraprakTarawih, Witir dan Qunut – Untaian Tweet Syaikh Muhaddits Abdul'Aziz Al-Tharifi
Artikulli tjetërMenceritakan Adanya Nikmat: Antara Maslahat dan Mafsadat