Rusia yang melakukan invasi ke bumi Suriah kini membawa teknologi modern dengan jet, tank dan rudal kendali jarak-jauh. Padahal sebelumnya, dalam teknologi alat perang, seperti pedang. Rusia banyak berhutang pada Suriah.
Menurut sejarah, dari dulu, Suriah telah menjadi pusat perdagangan. Damaskus yang menjadi ibukotanya, ternyata adalah pusat lalu-lalangnya barang-barang dari timur ke barat. Begitu pula sebaliknya. Salah satu komoditas saat itu adalah besi dan baja. Dan bukan hal yang baru sebab, dari zaman nabi Daud, Besi telah dikenal di kalangan umat Islam. Keakraban umat islam terhadap besi dan manfaatnya turut mempengaruhi pembuatan pedang. Teknologi pembuatan pedang mengalami kemajuan pesat pada masa Ayyubiyah. Pada saat itu terdapat sentra pembuatan pedang berteknologi tinggi di Damaskus, Suriah.
Sejarawan al-Qalqashandi, dalam bukunya berjudul, Subh al-A’sha, menuturkan pada abad ke-12 M, Damaskus menjadi sentra pengolahan besi dan baja yang sangat termasyhur. Ibnu Asakir dalam bukunya, Sejarah Kota Damaskus, juga mengisahkan kota yang sempat menjadi ibukota Dinasti Umayyah pada abad ke-7 M dan 8 M itu sebagai pusat pembuatan pedang yang tersohor.
Teknologi pembuatan pedang sudah lama dikembangkan di Suriah. Hingga menghasilkan pedang-pedang yang diakui kehebatannya. Kehebatan pedang dari dunia Silam membuat peradaban Barat ketika itu terperangah dan terkagum-kagum. Bahkan salah satu faktor penyebab kekalahan Pasukan Salib ketika bertempur melawan tentara Muslim adalah peralatan tempur melawan tentara Muslim adalah peralatan tempur yang dimiliki kaum Muslimin. Selain mengendarai kuda-kuda yang tangguh di medan perang, pasukan tentara Muslim juga dilengkapi dengan pedang yang mampu menumbangkan manusia dengan satu kali tebasan.
Pedang Sultan Shalahuddin (sumber: http://intermafo.blogspot.co.id/2013/04/amazing-sharp-sword-this-worlds-most_16.html)
Shalahuddin al-Ayyubi, seorang panglima Islam, juga menggunakan pedang buatan Damaskus. Pedang Shalahuddin ini mampu menembus baju zirah pasukan crusader bahkan mampu membelah tameng. Sekarang, pedang milik Shalahuddin menjadi koleksi pribadi keluarga Shahhi di Uni Emirat Arab (UEA). Harga pedang ini ditaksir sekitar 550.000 US$.
Pasca perang salib, dunia barat mulai mencari tahu rahasia di balik teknologi tempa baja yang dikuasai dunia islam. Pasukan salib menyebut baja Damaskus yang hebat itu dengan sebutan Damascus Steel. Kehebatan teknologi pengolahan besi dan baja Damaskus terletak pada kemampuan untuk menempa dan mengeraskan wootz steel menjadi indah dan lentur. Material wootz steel, kaya akan kandungan carbon nanotubes. Material ini katanya diimpor dari India, dan pembuatan pedang damaskus terhenti karena habisnya material ini.
Rusia dan Baja Damaskus
Rahasia teknologi itulah yang kemudian dikembangkan di Rusia. Dalam kronik-kronik Rusia, banyak yang menceritakan tentang pedang. Diantanranya adalah bahwa para tentara Pangeran Rusia dimakamkan bersama dengan bilah pedang mereka yang berkarat dan Pangeran Svytoslav dari Kiev menenggelamkan pedangnya ke Sungai Dnieper agar tidak diambil musuhnya. Dalam sejarah pembuatan pedang, para pandai besi Rusia memilin beberapa batang baja menjadi satu dan kemudian menempanya. Setelah diulangi hingga sepuluh kali, proses ini menghasilkan sebuah pedang dengan kekuatan dan fleksibilitas ekstra. Lembaran besi panjang kemudian dipatri pada baja untuk menghasilkan sebuah pedang kosong untuk disempurnakan. Karena tahan karat, bilah-bilah ini tidak tajam, tapi tidak akan patah dan akan kembali ke bentuknya semula dengan cepat jika bengkok. Di abad ke-15, Khan Crimea, seorang penilai senjata yang terkenal, meminta seorang pangeran Moskow mengiriminya sebuah baju baja yang terbuat dari sebuah baja berkualitas tinggi. Dengan kandungan karbon yang tinggi dan proses penempaan khusus, sebuah pedang berbahan baja tersebut memiliki pola permukaan yang unik dan kekuatan yang istimewa. Pedang ini bisa memotong besi dan tidak akan patah meski mengalami cacat berat.
Tidak lain, bahan pembuatan pedang-pedang Rusia tersebut adalah Baja Damaskus. Baja asal Damaskus dikenal keras dan teksturnya indah, dan biasanya dihiasi ornamen garis bergelombang. Pedang buatan damaskus yang juga disebut sebagai pedang Persia ini sangat lentur terkenal karena memiliki kandungan CNT (Carbon Nanotubes).
Nanoteknologi mencakup pengembangan teknologi dalam skala nanometer, biasanya 0,1 sampai 100 nm (satu nanometer sama dengan seperseribu mikrometer atau sepersejuta milimeter). Istilah ini kadangkala diterapkan ke teknologi sangat kecil. Ruang lingkupnya juga sangat luas, bisa merambah ke berbagai bidang seperti kedokteran,robotik, fisika,dll. Sedangkan carbon nanotubes merupakan ikatan carbon yang berbentuk silinder dengan diameter 4 nanometer (1 nano=1/1.000.000.000).
Carbon nanotubes adalah struktur lain dari atom karbon yang sama dengan atom karbon pada grafit yang sering kita temui sebagai bahan ujung pensil. Dan sama juga dengan atom karbon pada diamond. Dengan kata lain perbedaaannya hanya ada pada struktur kristalnya.
Carbon nanotube mempunyai karakter yang luar biasa, kekuatannya 20-30 kali kekuatan baja paling kuat, demikian juga dengan kekerasannya. Jadi jika misalnya seutas kawat dengan diameter sekian milimeter mampu menahan sepenuhnya tubuh satu orang unuk menggantungkan diri dari sebuah helikopter, maka hanya dibutuhnya kawat nanotubes dengan luas penampang 1/20 dari luas penampang baja tadi. Dengan luas penampang yang sama, kawat carbon nanotube dapat menahan kurang lebih 20 kali beban yang mampu ditahan kawat baja tadi.
Gambar Susunan Nanotube (Sumber: https://it.wikipedia.org/wiki/Nanotubo_di_carbonio)
Profesor Ahmad Y. al-Hassan dalam tulisannya berjudul, The Origin of Damascus Steel In Arabic Source, mengungkapkan hampir semua pedang dunia islam terbuat dari ‘besi damaskus’. Al-Hassan mengatakan, salah satu ciri khas pedang dari damaskus adalah adanya pola hias (firind). Menurut al-kindi, seorang ilmuwan muslim ahli teknologi pedang, firind dapat ditemukan dalam semua jenis besi buatan. Sedangkan, pedang yang terbuat dari besi alami tak memiliki pola hias atau firind. Al-Biruni dalam kitabnya al-Jamahir bahkan secara detail menjelaskan latar belakang di balik pembuatan pola hias pada pedang.
Pedang Damaskus mampu membelah sutera yang dijatuhkan ke atasnya, juga mampu membelah pedang lan atau batu tanpa mengalami kerusakan sama sekali. Sebuah penelitian mikroskopik menemukan bahwa pedang-pedang Damaskus ini ternyata memiliki semacam lapisan kaca di permukannya. Bisa dikatakan para ilmuwan Muslim di Timur Tengah telah mencapai teknologi tertinggi pembuatan pedang sejak seribu tahun yang lalu.
Meski perputaran waktu terus bergulir tapi sampai sekarang belum ada teknologi pembuatan yang menandingi teknologi Damaskus. Sampai sekarang pedang-pedang buatan damaskus tetap yang terbaik di dunia, melebihi tajam daripada samurai Jepang maupun Keris Indonesia.
Kini, Pedang-Pedang Damaskus tidak lagi dibuat. Damaskus telah menjadi daratan jihad tanpa Damascus Steel, yang mampu mengoyak baju Zirah para pasukan salib, dan memotong-motong pedang mereka. Namun boleh jadi, pedang-pedang itu, kini berubah menjadi peluru di senjata para Mujahidin, serta amunisi meriam anti-tank, yang ditembakkan dengan teriakan takbir!. (Wallohu a’lam)
Syamsuar Hamka
(Mahasiswa Program Kaderisasi 1000 Ulama DDII-Baznas pada FPs. UIKA Bogor)
——————————————————
Sedikit tambah informasi, bahwa Mujahidin yang dimaksud adalah bukan ISIS namun para pejuang asli Suriah dan beberapa relawan dari luar… ISIS juga menyerang para mujahidin, silahkan simak info dari Mas Fathi dari Misi Medis Suriah yg saat ini menjadi relawan medis di suriah -> Silhkan ke link berikut https://www.facebook.com/aburambo.attamimi/posts/1625352287730641