MIUMI Gelar Diskusi di Makassar
“Reposisi Gerakan Ulama dalam Membangun Peradaban Bangsa”
Kita menyadari semua bahwa peran ulama saat ini dalam membangun ummat dan bangsa belum maksimal,terkesan termarginalkan dan cenderung hanya dijadikan “stempel” kepentingan sesaat. Seharusnya semua yang berkaitan dengan ummat Islam dikembalikan kepada Ulama. itulah prolog diskusi yang disampaikan oleh Inisiator MIUMI Makassar Ustads Rahmat Abdurahman, Lc, MA yang bertindak sebagai Moderator dalam Diskusi MIUMI ““Reposisi Gerakan Ulama dalam Membangun Peradaban Bangsa”, Sabtu (23/3) di VIP Room Restoran Sederhana Jl.Perintis Makassar.
Dalam diskusi perdana ini dihadiri oleh beberapa tokoh agama dan Intelektual Muslim Kota Makassar , diantaranya Dr.Yusri Arsyad, MA (MUI/Alumnus Tunisia), HM.Sirajuddin (FUI Sulsel), Ustadz Majid (Pimpinan Hidayatullah), Yusring Sanusi Baso, M.Hum (Akademisi Unhas), Ilham Kadir (LPPI), Ustadz Nusran (Ketua Halal Centre UMI). Dari Miumi Pusat, hadir langsung Wakil Ketua Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin, MA dan Sekjend MIUMI Ustadz BAhtiar Nasir, Lc,MM.
Sebagai pembicara pertama, Dr.Yusri Arsyad menyampaikan bahwa persoalan ummat Islam di Indonesia sangat besar dan kompleks, khususnya tentang Ulama. Menurutnya, di Indonesia, betapa mudahnya seseorang diberi gelar ulama atau kiyai. Tokoh yang pernah di Tunisia selama 17 tahun ini memberi apresiasi atas digelarnya diskusi ini, “ini merupakan langkah awal untuk terus maju tanpa melihat background organisasi masing-masing untuk saling menguatkan,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan Ustadz Sirajuddin, bahwa saat ini peran ulama tidak “menggigit”,sangat banyak tantangan yang dihadapi baik dari politik maupun ekonomi. Untuk memaksimalkan fungsi ulama perlu ada kerjasama, “harus disinergikan peran ulama dalam dakwah kultural dan struktural,” harapnya.
Sedangkan Ustadz Majid dalam pandangannya, mengungkapkan Ulama saat ini tidak punya otoritas yang banyak, perlu ada penguatan yang mesti dibicarakan bersama dan kajiannya diperluas. Ustadz Majid mencontohkani,adanya fenomena diperpolitikan kita, anggota DPR yang diharapkan bisa mewarnai, namun akhirnya mereka yang terwarnai.
Wakil Ketua MIUMI Ustadz Zaitun dalam arahannnya mengharapkan MIUMI dapat terbentuk cabang-cabang di Indonesia,sehinga peran Ulama dan intelektual Muslim lebih tersebar di Nusantara. Kegalauan kegundahan yang melanda ummat Islam selama ini dapat diwujudkan dalam suatu gerakan dengan tujuan yang jelas dan sistematis terencana dengan baik. “Di Indonesia, banyak mutiara-mutiara terpendam yang tidak muncul ke permukaan, hal inilah yang perlu dikonsolidasikan, sehingga potensi yang begitu banyak dari ummat Islam dapat tersalurkan,” ungkap salah satu Inisiator MIUMI Pusat ini.
Ustadz Bahtiar Nasir dalam diskusi ini, menjelaskan tentang keberadaan MIUMI. Menurutnya MIUMI hadir untuk saling menguatkan organisasi lembaga keislaman yang sudah ada dalam bereperan aktif dalam mengatasi berbagai problema dihadapi ummat Islam saat ini.
“MiUMI hadir agar pemikiran umat tidak dikacaukan,menjaga Akhlak Bangsa, olehnya itu perlu ada usaha yang cepat mempersatukan potensi ummat,”ujar Pimpinan Ar Rahman Qur’anic Learning (AQL) ini.
Dengan Tagline “Untuk Indonesia yang Lebih Beradab”, MIUMI prioritaskan gerakan berbasis Ilmu dan Pemikiran. Ada 4 karakteristik dalam MIUMI, yakni Integritas Aqidah, Integritas keilmuan, Integritas akhlak, dan Integritas Perjuangan. Dalam kesempatan tersebut Ustadz Bahtiar menegaskan kita ummat Islam punya peradaban sendiri yang lebih mulia, tidak boleh bermental kalah dengan peradaban Barat,seperti yang pernah diucapkan salah seorang tokoh liberal Indonesia, yang sudah merasa kalah dengan peradaban Barat.
Produk utama MIUMI adalah Fatwa yang berdasrkan penelitian yang kuat di lapanagan. Tidak cukup sampai di situ, Fatwa ini nantinya harus disosialisasikan seluas-luasnya serta bekerja sungguh sungguh dalam penegakannya, sehingga pada akhirnya fatwa tersebut dapat bersifat mengikat dalam struktur sosial masyarakat Islam.
Diskusi kali ini merupakan Diskusi awal yang akan terus dilanjutkan dengan diskusi-diskusi berikutnya yang melibatkan tokoh agama dan Intelektual Muslim Makassar yang lebih banyak lagi, sehingga didapatkan berbagai ide dan gagasan dalam satu tujuan, memaksimalkan peran Ulama dan Intelektual dalam membangun ummat dan bangsa.(*)