Refleksi Muslim Tentang Kehidupan Dunia

Date:

Refleksi Muslim Tentang Kehidupan Dunia

Oleh:Fauziah Ramdani

Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” (QS.Ar-Rahman:26)

Dalam sebuah surah yang sangat mahsyur ar-Rahman di ayat ke-26 kita pernah mendengar Allah Ta’ala menyebutkan bahwa semua yang ada dibumi ini kelak akan binasa. Tak ada yang abadi, hanya ada Dzat Pencipta yang Maha Hidup dan mempunyai kebesaran dan kemuliaan yang kekal selama-lamanya. Jika demikian adanya, lalu untuk apa kita hidup didunia yang tercipta kemudian akan binasa?

Dunia tempat manusia berpijak ibarat sebuah jembatan yang mengantarkan kita pada tujuan yang hakiki; akhirat. Jembatan inilah yang menjadi anak tangga bagi diri kita untuk sampai pada tujuan hidup sesungguhnya. Maka, tidak ada satupun manusia yang lahir dimuka bumi ini tanpa menyusuri jembatan atau anak tangga tersebut. Telah menjadi keniscayaan setiap manusia yang tercipta harus memilih untuk terus menapaki hidupnya diatas jembatan bernama dunia. Akan tetapi, telah menjadi sunnatullah pula dalam kehidupan bahwa tidak setiap orang dapat dengan mudah menyusuri jembatan tanpa adanya rintangan dan cobaan. Akan banyak batu-batu terjal dan kerikil-kerikil tajam yang siap menghadangnya. Inilah dunia yang sesungguhnya, Allah Ta’ala menabur ujian demi ujian lalu meminta kepada kita untuk bertanggungjawab pada ujian itu. Dan dunia tempat kita hari ini menghirup udara, bergerak mencari nafkah dan berjuang untuk menunjukkan eksistensi diri telah menjadi ujian pertama dan selamanya bagi setiap manusia yang bernyawa.

Didalam Alqur’anul Kariim Allah Ta’ala menjelaskan kepada setiap hambaNya tentang nilai dunia yang sesungguhnya.

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”

(QS: Al-Hadid:20)

Dunia hanyalah permainan, Seperti seorang anak yang tengah asyik memainkan layang-layang terbang, kenikmatan bermain kadangkala membuatnya lalai bahkan untuk sekedar makan siang atau menunaikan kewajiban lainya sebagai seorang anak. Demikian halnya dengan dunia,ia adalah permainan dan tercipta dari kecerdasan otak dan tangan kita sendiri yang dapat dengan sangat cepat menjadikan kita manusia-manusia lalai dari tugas penghambaan kepadaNya. Kelalaian, kesibukan, pekerjaan dan rutinitas kehidupan dunia ini telah banyak mengambil jatah waktu keintiman kita pada Rabb Semesta Alam. Ditengah masyarakat modern yang hedonis dan mataerialis, nilai-nilai inmaterial dan transendental kadangkala terluput dalam hidup. Atau bahkan disadari hanya menjadi kebutuhan sekunder diwaktu-waktu tertentu. Berbangga-bangga pada harta, kedudukan, dan anak seperti yang telah dijelaskan dalam Alqur’an menjadi nyata dalam kehidupan ummat manusia hari ini. Pada akhirnya hati kita buta akan kekayaan dan kemewahan yang substansial dan hakiki. Padahal adalah hati yang bersemi keimanan bak sebuah mutiara yang tersimpan didasar lautan yang kelak akan mengantarkan pada muara ukhrawi;akhirat yang kekal. Lalu mengapa kita tertipu dengan dunia yang melalaikan?

Sebab kita tercipta dalam dua unsur; kepatuhan dan kemaksiatan. Maka dunia ini dicipta untuk perlawanan dan penindasan pada celah-celah kemaksiatan dan dosa yang setiap waktu menghadang serta bersabar pada setiap godaannya. Jika menyerah dengan perlawanan, itu berarti kita menyerahkan hidup ini diasuh pada kepentingan-kepentingan dunia yang menipu.

Ketika kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang sesungguhnya maka sebagaimana yang dikemukakan oleh Umar bin Abdul Aziz dalam salah satu khutbahnya, “Sesungguhnya dunia bukanlah tempat kalian yang kekal, Allah telah menetapkannya untuk hancur , dan Allah telah menetapkan bahwa di antara para penghuninya ibarat seorang musafir , betapa banyak orang yang hidup dengan bangga lupa akan kehancuran, dan betapa banyak orang yang tinggal dalam keadaan mewah dan sangat sedikit yang menyadari perjalanannya, maka perbaikilah perjalanan kalian dan jadikanlah perjalanan tersebut lebih baik dari peristiwa transmigrasi, dan berbekallah, karena sebaik-baik bekal adalah ketakwaan.”(Jami’Al-‘Ulum wal Hiam)

Dunia akan hancur, cepat atau lambat, sekarang atau nanti, esok atau lusa tak ada satu pun makhlukNya yang tahu kapan matahari akan terbit dari sebelah barat. Dunia tempat kita berpijak adalah ujian bagi diri kita sendiri dan ujian bagi kehidupan setelah dunia ini usai. Maka betapapun raga dan jiwa berpayah-payah dalam ketundukan dan kepatuhan padaNya di dunia ini adalah lebih baik sebab ia tak kekal, yang abadi adalah pertemuan denganNya di akhirat kelak. Wallahu’alam

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Tutup Mukernas XVII Wahdah Islamiyah, Ustaz Zaitun Rasmin: Terima Kasih Bapak Prabowo Kami Doakan Bapak Sehat Selalu

MAKASSAR, wahdah.or.id - Mukernas ke-XVII Wahdah Islamiyah yang digelar...

Pendidikan Karakter Membangun Generasi Emas 2045: Komitmen Wahdah Islamiyah Mendukung Program Mendikdasmen RI

MAKASSAR, wahdah.or.id - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik...

Ketua Komisi 7 DPR-RI Ajak Wahdah Islamiyah Aktif di Politik untuk Kesejahteraan Umat

MAKASSAR, wahdah.or.id - Ketua Komisi & Dewan Perwakilan Rakyat...

Wahdah Islamiyah Perluas Jangkauan Dakwah di 253 Daerah Indonesia dan 5 Negara Di Dunia

MAKASSAR, wahdah.or.id - Wahdah Islamiyah, organisasi dakwah yang terus...