Saudariku…. Ramadhan merupakan bulan yang berkahnya tidak hanya diraih oleh kaum adam. Akan tetapi keberkahan dan rahmat yang terpancar darinya, juga diraih oleh banyak kaum hawa, sebab ramadhan merupakan bulan musabaqah (perlombaan) antara semua manusia dalam beramal shalih, dan meningkatkan nilai-nilai keimanan. Bahkan banyak kaum muslimah yang bisa mengungguli semangat, kwantitas dan kwalitas amalan kaum adam dalam melewati hari-hari ramadhan yang sarat berkah dan rahmat. Tentunya, dengan tanpa meninggalkan kewajiban utama sebagai seorang wanita, baik sebagai anak, istri maupun ibu rumah tangga. Dari sisi inilah seorang wanita terlihat istimewa, terlebih lagi jika ia seorang istri dan pada waktu yang sama ia juga merupakan seorang ibu.
Rasa letih dan lelah dalam mengatur kerapian dan kebersihan rumah, ditambah lagi kesibukan mengurusi suami dan memperhatikan kondisi lahir batin putera-puterinya, tidaklah menghalanginya untuk terus berpuasa, menyiapkan makanan sahur dan berbuka, shalat malam dan Tarawih, membaca Al-Quran, dan melaksanakan amalan-amalan utama lainnya dalam Ramadhan. Inilah merupakan diantara seutama-utamanya amalan yang pelakunya dijanjikan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya :
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS An-Nahl : 97).
Sepintas, mungkin agak sulit untuk mengatur waktu dalam mengerjakan amalan-amalan ramadhan yang bertumpuk ini, apalagi harus shalat tarawih puluhan menit atau tilawah berjam-jam misalnya. Namun sebagai muslimah yang shalihah atau ingin menjadi shalihah, tantangan yang seperti ini hendaknya dijadikan sebagai batu loncatan untuk lebih semangat dan tekun dalam mengatur waktu-waktu ibadah, dan mengisinya hingga tak ada yang terasa sia-sia, bahkan sangat mungkin untuk menggabungkan beberapa amalan atau kesibukan tersebut dalam satu waktu. Sebagai contoh kecil, misalnya memasak/mencuci sambil banyak berdzikir, menidurkan anak sambil tilawah Al-Quran, dll.
Tatkala Haidh atau Nifas
Pada hakikatnya haid dan nifas bukanlah halangan bagi seorang wanita muslimah dari memperbanyak ibadah dibulan Ramadhan, utamanya disepuluh hari terakhir darinya, bahkan amalan-amalan yang ia terbiasa melakukannya tetap diberikan pahala ketika ia haid, sebagaimana dalam hadis: “Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar, maka (amalan-amalan yang ia tinggalkan) tetap diberikan pahala atasnya seperti tatkala ia muqim dan sehat”.1
Sudah tentu, ia tidak boleh melaksanakan shalat, berpuasa, dan menyentuh Mushaf Al-Quran, namun selain 3 amalan ini ia tetap dianjurkan untuk melaksanakannya, diantaranya :
1.Memperbanyak doa dan dzikir, utamanya dimalam-malam hari ramadhan, terkhusus lagi pada sepertiga akhir malam, dan malam lailatul-qadr. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
يا نساء المؤمنات عليكن بالتهليل والتسبيح
Artinya: “Wahai sekalian wanita beriman, perbanyaklah tahlil (Laailaahaillallaah), Tasbih (Subhaanallaah)…2
2.Membaca Al-Quran. Wanita haidh atau nifas tetap dibolehkan membaca Al-Quran asal ia tidak menyentun mushaf secara langsung. Ini merupakan pendapat yang shahih, Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Tidak ada sunnah yang menjelaskan larangan atasnya (wanita haidh) dari membaca Al-Quran, dahulu pada zaman Nabi shallallahu’alaihi wasallam para wanita juga haid, namun jika membaca Al-Quran diharamkan atas mereka seperti halnya shalat, maka ini tentu akan dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pada umatnya, dan pasti diketahui oleh Ummahatul-mukminin dan disebarkan kepada umat islam. Namun ketika tidak ada satupun yang menukil dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam tentang larangan wanita haidh dari membaca Al-Quran ini, maka tidak boleh diklaim sebagai perkara yang haram selama tidak diketahui bahwa beliau tidaklah melarang hal ini”.3
Namun apabila ia ingin membaca Al-Quran dari Mushaf secara langsung, maka hendaknya memakai sarung tangan atau semisalnya agar tidak menyentuhnya secara langsung tatkala membuka lembaran-lembarannya.
3.Banyak bersedekah, ini merupakan sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dalam bulan Ramadhan. Dalam hadis Ibnu Abbas : “Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam merupakan orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi ketika tiba bulan Ramadhan saat Jibril dating menjumpainya…”4
Juga hendaknya memasak atau membuat makanan untuk sahur atau berbuka puasanya para tetangga, jamaah masjid, atau keluarganya, karena ini sangat besar pahalanya disisi Allah ta’ala. Dalam hadis :
من فطر صائماً كتب الله له أجره إلا أنه لا ينقص من أجر الصائم شيء
Artinya: “Barangsiapa yang member makan orang berbuka, maka Allah menetapkan atasnya pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun”.5
Walaupun sanad hadis ini sedikit dhoif, namun pahala ini sangat diharapkan atas mereka yang memberikan makanan bersahur dan buka puasa agar mereka kuat dalam beribadah kepada Allah, sebagaimana dalam hadis lain : “Orang yang menunjukkan kebaikan akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya”.6
4.Memperbanyak amalan-amalan kebaikan lainnya seperti tetap mengajarkan anak-anak, bersilaturrahim dengan keluarga dan saudari-saudarinya seiman, menziarahi orang sakit dan amalan lainnya yang sangat dianjurkan dalam bulan ramadhan.
Hukum Haid atau Nifas Pada Bulan Ramadhan
1.Wanita Haid atau Nifas haram baginya berpuasa, juga shalat dan menyentuh Mushaf Al-Quran secara langsung.
2.Seorang wanita yang haid/nifas ketika sedang berpuasa, memiliki beberapa kondisi :
-Haid/nifasnya datang pada pagi atau siang hari atau beberapa saat sebelum waktu berbuka puasa, maka puasanya pada hari itu batal, dan wajib baginya untuk mengqadhanya diluar Ramadhan.
-Jika ia suci pada malam harinya, atau beberapa saat sebelum azan subuh maka ia wajib berpuasa pada pagi harinya, walaupun ia belum mandi wajib, sebab mandi wajibnya bisa dilakukan selepas azan subuh.
Hukum Wanita Hamil/Menyusui Dalam Bulan Ramadhan
Wanita hamil atau menyusui tetap diwajibkan menjalankan puasa ramadhan selama ia sanggup melakukannya, namun jika ia tidak sanggup maka perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1.Jika keduanya tidak mampu berpuasa karena khawatir kesehatan janin atau anaknya terganggu maka ia boleh berbuka dan tidak puasa namun ia wajib mengqadha puasa tersebut dihari-hari lain selain Ramadhan dan membayar fidyah 1 mud makanan untuk orang miskin untuk satu hari berbuka.
2.Jika ketidaksanggupannya karena khawatir akan kesehatan dirinya, atau sekaligus kesehatan janin/anaknya, maka boleh berbuka, lalu mengqadhanya pada hari-hari lainnya, namun tidak perlu mebayar fidyah.7 Wallaahu a’lam.
1 . HR Bukhari : 2996.
2 .HR Abu Daud : 1501, Al-Tirmidzi : 3583, dan Ahmad : 27089, dengan sanad hasan.
3.Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah (wafat : 728 H) : 26/191.
4أ HR Bukhari : 6, dan Muslim : 2308
5. HR Ahmad : 17033, Tirmidzi : 807, Nasai dalam Al-Kubra : 3316, dan Ibnu Majah : 1746.
6 .HR Muslim : 1893
7 .Lihat : Hilyatul-‘Ulamaa’ karya Al-Qaffaal Al-Syafi’i (wafat : 507 H) : 3/147 dan ‘Umdah Al-Saalik karya Ibnu Al-Naqib Al-Syafi’i (wafat 769 H) : hal. 115.