Selain disebut sebagai syahrush shiyaam (bulan puasa), Ramadhan disebut juga dengan syahrul qiyam.Allah Ta’ala telah berfirman kepada Nabi-Nya:
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ [٧٣:١]قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا [٧٣:٢]نِّصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا [٧٣:٣]أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا [٧٣:٤]إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا [٧٣:٥]
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat”.(QS: Al Muzammil:1-5).
Dalam ayat lain Allah berfirman tentang ciri-ciri hamba–Nya yang muhsinin:
كَانُوا قَلِيلًا مِّنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ [٥١:١٧]وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ [٥١:١٨]
Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. (QS. Adz Dzariyat[51]:17-18).
Sementara dalam shahih Muslim diterangkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;
أفضل الصلاة بعد الفريضة صلاة الليل
“Shalat yang paling afdhal setelah shalat fardhu (wajib) adalah shalat Lail.” (HR Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).
Dalam Sunan Tirmidziy dari Sahabat Abdullah bin Sallam Radhiyallahu ‘anhu beliau bercerita bahwa ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memasuki kota Madinah, orang-orang bergegas mendekat dan berkumpul disekitar beliau, serayamengatakan, “Rasulullah datang, Rasulullah datang. Aku kemudian turut mendekat berkerumun untuk melihat beliau. Ketika telah jelas bahwa yang aku lihat benar-benar wajah Rasulullah, aku mengetahui bahwa raut wajah beliau bukanlah raut wajah seorang pendusta. Perkara pertama yang beliau katakan kepada orang-orang adalah;
يا أيها الناس: أفشوا السلام، وأطعموا الطعام، وصِلُوا الأرحام، وصلّوا بالليل والناس نيام، تدخلوا الجنة بسلام
“Wahai manusia, tebarkan salam, berikan makan, dan shalatlah di waktu malam saat manusia sedang terlelap tidur niscaya engkau akan masuk jannah (surga ) dengan selamat.” (HR Tirmidzi).1
Kesimpulannya, secara umum qiyamullail memiliki kedudukan yang sangat agung, berdasarkan nash-nash (teks) di atas. Mengenai qiyam Ramadhan secara khusus Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu;
من قام رمضان إيماناً واحتساباً غُفر له ما تقدم من ذنبه
“Barang siapa yang shalat malam di bulan Ramadhan karena iman2 dan ihtisab3 (mengharap pahala Allah), akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Telah diriwayatkan pula bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan qiyam bersama para sahabatnya, sebagaimana dalam Shahihain dari hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa suatu malam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam keluar di kegelapan malam (tengah malam) mengerjakan shalat di masjid, lalu beberapa orang shalat ikut shalat bersama beliau. Ketika masuk waktu pagi orang-orang bercerita tentang shalat tersebut. Pada malam berikutnya berkumpullah orang-orang dengan jumlah yang lebih banyak lalu mereka shalat bersama beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Di pagi hari orang-orang kembali bercerita, sehingga jamaah masjid semakin bertambah banyak pada malam ketiga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kembali keluar dan mereka pun shalat bersama beliau. Pada malam ke empat masjid tidak dapat lagi menampung jumlah orang yang banyak, namun Rasulullah tidak lagi tampak di Masjid, hingga beliau keluar untuk menunaikan shalat shubuh. Setelah shalat shubuh beliau menghadap kepada orang-orang (jamaah), lalu berkata, “Amma ba’du, wahai sekalian manusia, bukannya aku merasa berat datang ke Masjid dan shalat bersama kalian. Tetapisaya khawatir (shalat ini) difardhukan kepada kalian lalu kalian tidak kuat menjalankannya.” (HR. Bukhari (924) dan Muslim (761) dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Sedangkan Ahlussunan4 meriwayatkan sebuah atsar dengan sanad yang shahih dari Abu Dzar Radhiyallaahu ‘anhu , beliau berkata, “Kami puasa bersama Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam pada bulan Ramadhan. Beliau tidak shalat malam bersama kami sekalipun. Hingga bulan Ramadhan tersisa tujuh malam (malam ke-23). Beliau bangun (shalat malam) bersama kami pada malam ketujuh dari akhir bulan Ramadhan (malam ke 23). Malam itu beliau shalat hingga sepertiga malam terlewati. Kemudian pada malam keenam terakhir Ramadhan yang setelahnya (malamke-24) beliau tidak shalat malam. Sampai ketika malam setelahnya, lima malam terakhir (malam ke-25) beliau (kembali) shalat bersama kami hingga melewati pertengahan malam. Lalu aku tanyakan kepada beliau, wahai Rasulullah (alangkah baiknya) jika engkau tambah (shalat bersama) kami di sisia malam ini? Beliau mengatakan; “Barangsiapa yang shalat bersama Imam sampai selesai maka itu sama dengan shalat semalam (penuh).
Kemudian pada malam keempat sebelum akhir Ramadhan (malam ke-26) beliau tidak shalat hingga malam ketiga terakhir (malam ke-27).Lalu Nabi mengumpulkan istri-istrinya dan keluarganya sehingga orang-orang turut berkumpul dan ikut shalat. Beliau shalat bersama kami sampai kami takut akan terlambat sahur. Kemudian pada malam berikutnya beliau tidak lagi shalat malam bersama kami hingga bulan Ramadhan selesai.” (HR. Ad-Darimi (1777), At-Tirmidziy (806), Abu Daud (1375), An-Nasai (1364), dan Ibnu Majah (1327). At-Tirmidzi berkata,”Hadits Hasan Shahih”.
(Bersambung insya Allah)
Sumber: Diterjemahkan oleh Syamsuddin Al-Munawiy dari Risalah Durus Ramadhan; Waqafat Lish Shaim, Karya Syekh. DR. Salman bin Fahd al-‘Audah hafidzahullah.
1 HR. Ahmad, Tirmidziy, dan Al-Hakim. Menurut Imam Tirimidzi hadits ini Shahih. Imam Hakim juga menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi
2 Mengimanani dan meyakini bahwa qiyam Ramadhan merupakan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang secara hukum fiqh sunnah muakkadah (sangat ditekankan)
3 Mencari dan mengharap pahala dari Allah Ta’alaa
4 Maksudnya penulis kitab Sunan , Yakni Imam Tiridziy, Abu Daud, Nasa’i, dan Ibnu Majah rahimahumullah.