Iman kepada qadha dan qadar merupakan satu masalah ushul (pokok) dalam Islam, Iman seorang hamba tidak akan sempurna kecuali mesti beriman kepadanya.
Diriwayatkan oleh Umar bin Khattab Radiyallahu ‘Anhu bahwa ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di tanya oleh Jibril ‘Alaihissalam tentang iman, beliau bersabda
أَنْ تُـؤْمِنَ بــــِاللهِ وَ مَلاَ ئِكَتِهِ وَ كُتــُبِـهِ وَ رُسُلِهِ وَ الْيـَوْمِ اْلآخِرِ وَ تـُـؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ . رواه مسلم
”Engkau beriman kepada Allah, para Malaikat–Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir dan engkau beriman kepada taqdir-Nya yang baik maupun yang buruk” (HR. Muslim)
Adapun dalil-dalilnya cukup banyak, antara lain, Allah Azza wa Jalla berfirman:
Sesungguhnya Kami Menciptakan segala sesuatu menurut qadar (ukuran)“ (Al Qamar : 49)
Di ayat lain Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :
“…Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku” (Al Ahzab : 38)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda
لاَ يُؤْمِنُ عَبـْدٌ حَـتـَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ مِنَ اللهِ وَ حَـتـَّى يَعْلَمَ أَنَّ مـَا أَصَابـَهُ لَمْ يـَكُنْ لِيُخـْطِئــــَهُ وَ أَنَّ مـَا أَخْطَأَهُ لَمْ يـَكُنْ لِيـُصِيْـبـَهُ . رواه الترمذي
“Tidaklah beriman seorang hamba sampai dia beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk dan mengetahui bahwa sesungguhnya apa yang ditakdirkan menimpanya tidak akan meleset darinya dan apa yang ditakdirkan bukan baginya tidak akan mengenainya” (HR. Tirmidzi, di shahihkan oleh Al Albani)
Defenisi Qadha Dan Qadar
Qadha menurut bahasa bermakna hukum (حُكْمٌ) artinya قَضَى-يَقْضِيْ-قَضَاءً meng hukumi. Adapun Qadar adalah Taqdir.
Sedangkan Qadha dan Qadar menurut istilah adalah Hukum Allah Azza wa Jalla yang telah Dia tentukan untuk alam semesta ini dan Dia menjalankannya sesuai dengan konsekuensi hukum-Nya dari sunnah-sunnah yang Dia kaitkan antara akibat dan sebab-sebabnya semenjak Dia menghendakinya sampai selama-lamanya, maka setiap apa yang terjadi di alam ini adalah berdasarkan takdir yang mendahuluinya.
Tingkatan Beriman Kepada Takdir
1. Mengimani bahwasanya Allah Azza wa Jalla Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi, mengetahui perbuatan semua makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan sebagaimana Dia mengetahui rezki, ajal, gerak-gerik dimana mereka berpijak. Allah Azza wa Jalla berfirman:
“……Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (At Taubah : 115)
Di ayat lainnya Allah Azza wa Jalla berfirman :
“…Dan Sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu” (Ath Thalaq : 12)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda
اللهُ أَعْلَمُ بــــِمَا كَانـُوْا عَامِلِيـْنَ إِذْخَلَقَهُمْ . رواه البخاري ومسلم
“Allah lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan ketika Dia menciptakan mereka” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Mengimani bahwasanya Allah Azza wa Jalla telah menuliskan semua taqdir makhluknya-Nya di Lauh Mahfudz, Allah Azza wa Jalla berfirman
… وَ كُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنــَاهُ فِيْ ِإمَامٍ مُّبِيْنٍ
“…Dan segala sesuatu kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (Yaasin : 12)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda yang artinya :
“Makhluk yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah Pena kemudian Dia berfirman kepadanya :”Tulislah” pena itu berkata:”apa yang hamba tulis?” Dia berfirman : ”Tulislah apa saja yang akan terjadi” maka dia pun menulis apa yang terjadi dan apa yang bakal terjadi sampai hari kiamat”. (HR. Ahmad)
3. Iman kepada kehendak Allah Azza wa Jalla bahwa segala apa yang terjadi di alam ini merupakan kekuasaan-Nya. Dia memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan Rahmat-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dengan Hikmah-Nya dan kehendak Allah Azza wa Jalla tidaklah mengurangi kesempurnaan-Nya sebagai Rabb semesta Alam. Allah Azza wa Jalla berfirman
وَ مَا تــَشَاءُوْنَ إِلاَّ أَنْ يــَّشَاءَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu ) kecuali apabila dikehendaki Allah Tuhan semesta alam” (At Takwir : 29)
Namun dalam hal ini tidaklah masyiah (kehendak) Allah Azza wa Jalla menafikan ikhtiar manusia sepenuhnya, tetapi ada perbuatan yang mampu dilakukan dan dalam kehendak mereka sehingga jalan kebenaran atau kesesatan kembali kepada pilihan masing-masing. Allah Azza wa Jalla berfirman :
إِنـَّا هَدَ يـْنــَاهُ السَّبِيْلَ إِمَّا شَاكِرًا وَ إِمَّا كَفُوْرًا . الإنسان : 3
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus ada yang bersyukur dan ada pula kafir” (Al Insan : 3)
Dan di ayat lain Allah Azza wa Jalla berfirman
َوقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبـــِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيـُؤْمِنْ وَّ مَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ … . الكهف : 29
Dan katakanlah, kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman dan barang siapa yang ingin kafir biarlah ia kafir…” (Al Kahfi : 29)
4. Mengimani bahwasanya Allah Azza wa Jalla adalah Pencipta segala sesuatu, tidak ada Khaliq selain-Nya, dan tidak ada Rabb selain-Nya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman : اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَىْءٍ وَ هُـوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ وَكِيْلٌ . الزمر : 62
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu” (Az Zumar : 62)
Macam-macam Takdir
1. Takdir Azali yaitu meliputi segala hal sejak lima puluh ribu tahun sebelum terciptanya langit dan bumi, semuanya telah tertulis dalam Lauh Mahfuzh. Allah Azza wa Jalla berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْبـَةٍ فِيْ الأَرْضِ وَ لاَ فِيْ أَنــْفُسِكُمْ ِإلاَّ فِيْ كِتـَابٍ مِّنْ قَبْلِ أَنْ نـــَبْرَأَهـَا… الحديد : 22
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di Bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya…” (Al Hadid : 22)
2. Takdir Umuri, yaitu takdir yang diberlakukan atas manusia pada awal penciptaannya, ketika pembentukan air sperma sampai pada masa sesudah itu. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya setiap orang diantara kamu di kumpulkan penciptaannya di dalam rahim ibunya 40 hari berbentuk nutfah, kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga, kemudian menjadi gumpalan seperti sekerat daging selama itu juga, kemudian Allah mengutus malaikat yang diperintahkan (menulis) empat perkara :Rizkinya, Ajalnya, Amalnya, Sengsara atau bahagia” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Takdir Sanawi (Tahunan) yaitu yang dicatat pada malam Lailatul Qadar setiap tahun. Allah Azza Wajalla berfirman
فـِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمـْرٍ حـَكِيْمٍ . أَمـْرًا مِّنْ عِنْدِنــَا إِنـــَّا كُنــَّا مُرْسِلِيـْنَ . الدخان : 4-5
Pada malam itu (lailatul qadar) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah (yaitu) urusan yang besar di sisi Kami, sesungguhnya Kami adalah yang Mengutus rasul-rasul” (Ad Dukhan : 4-5)
4. Takdir Yaumi (harian) yaitu dikhususkan untuk semua peristiwa yang telah ditakdirkan dalam satu hari, mulai dari soal penciptaan, rezki, hidup, mati, pengampunan dosa dan sebagainya. Sebagaimana Allah Subhanahu Wata’ala berfirman
… كُلَّ يـَوْمٍ هُـوَ فِيْ شَأْنٍ . الرحمن : 29
Setiap waktu Dia dalam kesibukan” (Ar Rahman : 29)
Penutup
Jadi tidaklah boleh seorang hamba yang mengaku beriman menganggap amal perbuatannya adalah kehendak Allah Subhanahu Wata’ala semata tanpa ada usaha dan kehendak dari dirinya, juga tidaklah dia menganggap dirinya yang paling kuasa untuk berkehendak tanpa sepengetahuan dan kehendak Allah Subhanahu Wata’ala sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh kaum yang menyimpang (jabariah dan qadariah), akan tetapi yang benar adalah kita mengumpulkan antara ikhtiar dan masyi’ah Allah Subhanahu Wata’ala sebagaimana yang telah kita jelaskan di atas dengan dalil-dalil yang cukup banyak. Adapun mereka yang menyimpang dari jalan yang benar cukuplah firman Allah Subhanahu Wata’ala di bawah ini sebagai peringatan
…قُلْ كُلٌّ مـِنْ عِنْدِ اللهِ فَمَالـِهَؤُ لاَءِ الْقَوْمِ لاَ يـــَكَادُ وْنَ يَفْقَهُـوْنَ حَدِيـْثــًا .
Katakanlah, semuanya (datang) dari sisi Allah maka orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami pem-bicaraan sedikit pun.” (An Nisa:78)
-Muhammad Salim Ahmad-
Maraji’ :
1- Al Wajiiz Fii Manhaj As Salaf
2- At Tauhid Lishaffi AtTsani Al ‘Ali
(Tahun 1 Edisi 4)