•> Hari asyura merupakan hari yang mulia dalam islam. Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari tersebut sebelum hijrah dan setelah hijrah. Hal itu dilakukan sebagai bentuk kesyukuran kepada Allah Azza wajalla.
•> Ditinjau dari sisi kemuliaan dan keutamaannya, kemuliaan hari asyura urutannya setelah hari Arafah. Keadaan yang afdhal untuk berpuasa adalah puasa pada hari ke 9 dan 10, kemudian 10 dan 11, kemudian hari ke 10 saja, atau pada ketiga hari tersebut.
•> Tidak ada hadits shahih yang menjelaskan anjuran berpuasa pada hari ke 11 bersamaan pada hari asyura. Namun siapa yang tidak berpuasa pada hari ke 9 dan ingin puasa pada hari ke 11 untuk menyelisihi kaum Yahudi, maka hal itu adalah suatu kebaikan, untuk menyelisihi kaum Yahudi. Hal ini masuk dalam sisi penyelisihan terhadap mereka.
•> Dianjurkan untuk berpuasa pada hari asyura, walau hanya hari itu saja dan bertepatan dengan hari sabtu. Sebab hadits-hadits yang berkaitan dengan dilarangnya puasa pada hari sabtu tidak ada yang shahih dan tidak diamalkan oleh para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
•> Terdapat hadits yang tidak shahih yang melarang puasa pada hari sabtu. Oleh karena itu, jika hari tersebut bertepatan dengan hari arafah, asyura, puasa putih atau puasa lainnya, maka hal tersebut tidak mempengaruhinya disebabkan kemungkaran hadits tersebut.
•> Seseorang yang telah bersungguh-sungguh untuk melaksanakan puasa pada hari asyura, akan mendapatkan pahala walau salah dalam penetapan harinya. Hal ini seperti keadaan seseorang yang telah bersungguh-sungguh dalam menetapkan arah kiblat ketika shalat. Dia akan mendapat pahala walau salah arah kiblatnya. Allah memberi pahala tidak seperti manusia dalam memberi balasan. Sebab makhluk hanya memberi ganjaran kebaikan hanya bagi orang-orang yang melakukan sesuatu yang benar saja.
Alih Bahasa: Abu Ukkasyah Wahyu al-Munawy
