Memperbanyak puasa dalam bulan Muharram merupakan sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, sebagaimana pada sabda beliau dalam hadis riwayat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu:
أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم
Artinya : “Puasa yang paling utama setelah puasa ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, Muharram”. (HR Muslim : 1163).
Dan puasa yang paling utama dalam bulan Muharram ini adalah puasa asyura tanggal 10 Muharram serta tanggal 9 atau tasu’a’.
Memperbanyak puasa dalam bulan Muharram lebih utama daripada memperbanyak puasa di bulan-bulan lainnya selain Ramadhan, bahkan ia lebih utama daripada memperbanyak puasa di bulan Sya’ban sesuai hadis di atas. Adapun hadis Aisyah radhiyallahu’anha dalam Shahihain yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Saya tidak pernah melihat rasulullah shallallahu’alaihi wasallam berpuasa sebulan penuh kecuali dalam ramadhan dan saya tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak daripada dibulan Sya’ban”. (HR Bukhari : 1969 dan Muslim : 1156)
Maka amalan beliau ini tidak menunjukkan bahwa memperbanyak puasa Sya’ban lebih utama daripada puasa Muharram karena beliau melakukannya dengan suatu alasan yaitu persiapan untuk menghadapi bulan Ramadhan. Lagi pula keutamaan puasa Muharram bersumber dari sunnah qauliyah (ucapan beliau) sedangkan puasa sya’ban bersumber dari sunnah fi’liyah (amalan beliau), dan jika keduanya kontradiksi maka sunnah qauliyah lebih diutamakan atau diprioritaskan daripada sunnah fi’liyah. Juga karena dalam bulan Muharram terdapat hari asyura yang termasuk puasa paling utama.
Puasa Asyura ini adalah puasa yang dilakukan pada tanggal 10 Muharram. Hari asyura merupakan hari yang sangat diagungkan oleh kaum yahudi karena pada hari inilah Allah ta’ala menyelamatkan Nabi Musa ‘alaihissalaam dan kaumnya dari kezaliman Fir’aun dan bala tentaranya, sehingga mereka pun mengkhususkan hari ini dengan puasa, akan tetapi umat islam tentu lebih berhak untuk melakukan puasa pada hari ini sebagaimana dalam hadis Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma :
قدم النبي صلى الله عليه وسلم المدينة فرأى اليهود تصوم يوم عاشوراء، فقال: ما هذا؟ قالوا: هذا يوم صالح، هذا يوم نجى الله بني إسرائيل من عدوهم فصامه موسى، قال: فأنا أحق بموسى منكم .فصامه وأمر بصيامه. وعنه أيضاً قال: أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم: بصوم يوم عاشوراء العاشر
Artinya : “Ketika Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam datang ke Madinah, beliau mendapati kaum yahudi berpuasa pada hari ‘asyuraa, maka beliau bertanya kepada mereka : “Hari apakah ini ?”, mereka (kaum yahudi) menjawab: “Hari ini adalah hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan bani israil dari musuh mereka, sehingga Nabi Musapun berpuasa didalamnya”, Maka beliau bersabda: “Saya lebih berhak (mengikuti) Musa daripada kaliam”, lalu beliaupun berpuasa pada hari ‘aasyuraa dan memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa” . Dan juga dari Ibnu Abbas ,ia berkata : “Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam memerintahkan untuk berpuasa pada hari ‘aasyuraa yaitu hari kesepuluh (dari Muharram)”.(HR Muslim 1134)
Ibnu Abbas juga berkata :
ما رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يتحرى صيام يوم فضله على غيره إلا هذا اليوم يوم عاشوراء وهذا الشهر يعني شهر رمضان
Artinya : “Saya tidak melihat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sangat menjaga puasa yang mana beliau mengutamakannya atas puasa selainnya kecuali hari ini ; hari ‘aasyuraa dan bulan ini ; bulan ramadhan.” (HR Bukhari 2006)
Puasa ini disebut sebagai puasa asyura karena jatuh pada tanggal 10 dari bulan Muharram. Pada awalnya puasa ini diwajibkan oleh Allah ta’ala, lalu kemudian hukumnya dihapus (naskh) menjadi sunnah sebagaimana dalam hadis Salamah bin Akwa’ radhiyallahu’anhu dalam Shahihain ;
أن النبي صلى الله عليه وسلم أمر رجلاً من أسلم أن أذن في الناس أن من أكل فليصم بقية يومه، ومن لم يأكل فليصم فإن اليوم يوم عاشوراء
Artinya : “Bahwasanya Nabi shallallahu’alaihi wasallam memerintahkan seseorang dari Bani Aslam untuk mengumumkan kepada orang-orang (pada hari asyuraa) bahwasanya siapa yang telah makan maka hendaknya berpuasa pada yang tersisa pada hari itu, dan barangsiapa yang belum makan maka hendaknya berpuasa ,karena hari ini adalah hari ‘aasyuraa”. (HR Bukhari ; 2007 dan Muslim ; 2725)
Adapun hadis yang menunjukkan terhapusnya kewajiban puasa ini dan berubah menjadi sunat, adalah hadis Aisyah radhiyallahu’anhu dalam Shahih Bukhari (1592), ia berkata ;
كَانُوا يَصُومُونَ عَاشُورَاءَ قَبْلَ أَنْ يُفْرَضَ رَمَضَانُ وَكَانَ يَوْمًا تُسْتَرُ فِيهِ الْكَعْبَةُ فَلَمَّا فَرَضَ اللَّهُ رَمَضَانَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ شَاءَ أَنْ يَصُومَهُ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتْرُكَهُ فَلْيَتْرُكْهُ
Artinya; “Dulu mereka (para sahabat) berpuasa hari ‘aasyura (sebagai kewajiban) sebelum puasa ramadhan diwajibkan, hari itu adalah hari ka’bah diselimuti dengan kain, dan ketika Allah ta’ala mewajibkan puasa ramadhan ,Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda; “Siapa yang ingin berpuasa ‘aasyura maka hendaknya ia berpuasa, dan barangsiapa yang ingin meninggalkannya ,hendaknya meninggalkannya (tidak berpuasa)”.
Hadis-hadis di atas menunjukkan bahwa puasa ini merupakan di antara puasa yang paling muakkadah dan afdhal karena pada awalnya ia diwajibkan namun setelah itu berubah menjadi sunat disebabkan turunnya kewajiban puasa ramadhan.
Keutamaan puasa asyura ini adalah bisa menghapus dosa-dosa kecil yang dilakukan pada tahun sebelumnya sebagaimana dalam hadis riwayat Muslim (1162) bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ditanya tentang puasa hari ‘asyuraa, beliau menjawab :
أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله
Artinya : “Saya mengharap kepada Allah agar menghapuskan dosa yang dilakukan satu tahun sebelumnya”.
Juga disunatkan untuk berpuasa sehari sebelumnya yaitu tanggal 9 Muharram demi menyelisihi kaum yahudi yang mengkhususkan puasa asyura sebagaimana dalam hadis Ibnu Abbas :
حين صام رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم عاشوراء وأمر بصيامه قالوا: يا رسول الله يوم تعظمه اليهود والنصارى فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا كان العام المقبل إن شاء الله صمنا يوم التاسع. قال: فلم يأت العام المقبل حتى توفي رسول الله صلى الله عليه وسلم. وفي رواية : لئن بقيت إلى قابل لأصومنّ التاسع.
Artinya : “Ketika Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam berpuasa hari ‘aasyuraa dan memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa ,para sahabat berkata : “Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang sangat diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani,”, beliaupun bersabda : “kalau tahun depan, kita akan berpuasa juga pada hari ke Sembilan (dari Muharram) insya Allah”. Akan tetapi Rasulullah telah wafat sebelum datangnya tahun setelahnya.” Dan dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : ” Andainya diriku masih hidup tahun depan, saya sungguh akan puasa pada hari ke Sembilan (dari bulan Muharram)”.(HR Muslim : 1133)
Adapun hadis :
صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا
Artinya : (( berpuasalah sehari sebelumnya (tanggal 9) dan sehari setelahnya (tanggal 11) )). Maka hadis ini riwayat Imam Ahmad (2154) dan madaar (pusat jalur) sanadnya adalah Muhammad bin AbdurRahman bin Abi Laila ; seorang rawi yang sayyii-ul hifdzh (buruk hafalannya) dan mudh-tharibul-hadits (hadisnya sering kontradiksi).
Kesimpulannya: bahwa hadis perintah berpuasa pada tiga hari (tanggal 9, 10 dan 11) tidak shahih, dan yang shahih adalah perintah berpuasa tanggal 9 dan 10 saja sebagaimana dalam hadis sebelumnya. Namun jika ada yang ingin berpuasa pada tanggal 11, maka ia tetap mendapatkan pahala karena menghidupkan puasa bulan Muharram yang disunatkan untuk memperbanyak puasa didalamnya.
Lalu apakah keutamaan puasa asyura ini hanya bisa didapatkan dengan berpuasa tanggal 10 Muharram saja atau harus berpuasa pada tanggal 9 juga ?
Jawabannya adalah bahwa jika seseorang berpuasa asyura pada tanggal 10 saja maka ia telah mendapatkan pahala keutamaan puasa ini, adapun puasa sehari sebelumnya (tanggal 9) maka ini disunatkan demi menyelisihi perbuatan kaum yahudi. Jadi, siapa yang berpuasa pada kedua hari tersebut maka ia mendapatkan dua keutamaan;
1.Pahala keutamaan puasa asyura (menghapuskan dosa-dosa setahun sebelumnya)
2.Pahala menyelisihi kaum yahudi.
Secara ringkas, tingkatan puasa asyura ini ada 3;
1.Puasa tanggal 9 (taasu’aa) dan tanggal 10 (‘asyuraa) karena dalil kedua puasa ini sangatlah kuat.
2.Puasa tanggal 10 dan 11 , karena dengan berpuasa pada tanggal 11 atau sehari setelah asyura maka telah menyelisihi kaum yahudi dalam puasa mereka.
3.Puasa tanggal 10 saja.
Hendaknya setiap orangtua untuk mengajak putera puteri mereka untuk menunaikan puasa asyura ini karena ia merupakan sunnah yang juga telah diperintahkan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sebagaimana dalam Shahih Bukhari (1960) dari ArRubayi’ binti Mu’awwidz radhiyallahu’anha ,ia berkata ;
أَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الْأَنْصَارِ: مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَليَصُمْ. قَالَتْ : فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا وَنَجْعَلُ لَهُمْ اللُّعْبَةَ مِنْ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُونَ عِنْدَ الْإِفْطَار
Artinya ; “Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengutus (seseorang) pada pagi hari ‘asyuraa ke perkampungan kaum anshar (untuk menyerukan) ; “barangsiapa yang pagi itu tidak berpuasa maka hendaknya ia melanjutkan hari itu dengan puasa, dan barangsiapa yang pagi itu berpuasa maka ia hendaknya melanjutkan puasanya”. Maka dulu kamipun berpuasa (‘asyuraa) dan mengajak anak-anak kami untuk berpuasa, dan kami memberikan mereka mainan dari kain wol (agar lupa dengan makanan/minuman –pent) ,jika salah seorang mereka menangis meminta makanan ,kami memberikannya mainan tersebut agar ia bermain dengannya sampai tiba waktu berbuka”.
Wassalaam
{Dari “Untaian Puasa Sunah”}