Diantara sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berpuasa adalah sahur dan ifthar (berbuka puasa). Kedua hal ini tidak pernah sama sekali ditinggalkan oleh beliau. Bahkan sahur merupakan pembeda antara puasa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ummatnya dengan puasa kalangan ahlul kitab. Oleh karena itu kita dapati dalam banyak hadits yang menunjukan perhatian dan antusias beliau dalam bersahur dan berbuka.
Tulisan ini akan menguraikan satu hal berkenaan dengan ifthar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni menyegerakan berbuka (ifthar).
Beliau berbuka setelah terbenam matahari sebelum shalat maghrib, (setelah masuk masuk waktu berbuka puasa-pent). Menurut Abu Darda radhiyallahu ‘anhu hal ini meruapakan salah satu dari akhlaq para Nabi, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam al-Mu’jam al-kabir bahwa;
” ثلاث من أخلاق النبوة تعجيل الإفطار ، وتأخير السحور ، ووضع اليمين على الشمال في الصلاة “
“Ada tiga perkara yang termasuk akhlaq para Nabi; menyegerakan ifthar, mengakhirkan makan sahur, dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri ketika (berdiri) dalam shalat” (Majma’ az Zawaid 2/150)
Anas radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan tentang kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka terlebih dahulu sebelum menunaikan shalat maghrib. Beliau mengatakan;
كان النبي يفطر قبل أن يصلي على رطبات فإن لم تكن رطبات فتميرات فإن لم تكن تميرات حسا حسوات من الماء
“Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam berbuka puasa sebelum melakukan sholat magrib dengan ruthob, jika tidak ada ruthob maka beliau berbuka tamar dan jika tidak ada tamar maka beliau meminum beberapa teguk air putih”. 1
Kebiasaan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyegerakan ifthar dikabarkan pula oleh istri beliau, Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma. Sebagaimana dalam hadits Abu ‘Athiyyah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Aku dan Masruq menemui ‘Aisyah radhiyallahu anha, maka Masruq berkata kepadanya, “dua orang lelaki dari kalangan sahabat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam datang untuk meminta kebaikan, salah seorang diantara mereka bergegas untuk sholat magrib dan buka puasa sedang yang lain memperlambat buka puasa dan sholat magrib,” maka ‘Aisyah berkata: “siapa yang yang bergegas untuk sholat magrib dan berbuka puasa?” dia berkata, “Abdullah” ‘Aisyah berkata;
هكذا كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصنع
“Begitulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lakukan.”2
Sahabat yang lain Abdullah Ibnu Abi Aufa radhiyallahu ‘anhu, meriwayatkan, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah perjalanan (safar) pada bulan Ramadhan. Ketika matahari telah menghilang (terbenam), beliau berkata, “wahai fulan turunkan barang itu dan berikan minuman itu (campuran air dan gandum) untuk kami.” Dia berkata, “wahai Rasulullah ini masih siang.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, ”turunkan dan berikan mimuman itu untuk kami.” Maka orang itu menurunkannya dan memberikannya kepada Rasulullah shallalalhu ‘alihi wasallam dan beliaupun meminumnya. Kemudian beliau berkata sambil mengisyaratkan dengan tangannya;
إذا غابت الشمس من هاهنا وجاء الليل من ها هنا فقد أفطر الصائم
“Apabila matahari telah menghilang dari sini dan malam datang dari sana maka itu adalah waktunya berbuka puasa bagi orang yang shaim.”3
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyegerakan ifthar karena hal itu termasuk perkara kebaikan. Orang yang melakukannya sangat dicintai oleh Allah Ta’ala, sebagaimana sabda beliau dalam hadits berikut;
Dari Sahal bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
” لا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ “
“Manusia senantiasa berada dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan (ta’jil)4 buka puasa” (HR.Bukhari & Muslim)5
Dalam hadits Qudsi diterangkan bahwa Allah mencintai orang yang menyegerakan buka puasa. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
قال الله تعالى : إن أحب عبادي إليَّ أعجلهم إفطاراً
Allah Ta’ala berfirman, “Sesunggunya hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah yang paling menyegerakan ifthar
Menyegerakan berbuka juga merupakan sikap mukhalafah (penyelisihan) terhadap Yahudi dan Nashara yang mengakhirkan ifthar. Sementara kita dilarang untuk tasyabbuh dengan mereka. Kita dianjurkan untuk menyelisihi mereka. Berekanaan dengan ta’jilul ifthar sebagai sikap mukhalaful yahud, Rasul bersabda;
” لا يزال الدين ظاهراً ما عجل الناس الفطر لأن اليهود والنصارى يؤخرون “
“Dien ini akan senantiasa dzhuhur (eksis) selama orang Islam menyegerakan berbuka, karena orang Yahudi dan Nashara mengakhirkannya”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syekh al-Albaniy).
Maksudnya eksistensi Dien ini sangat dipengaruhi oleh kwalitas ittiba’ pengikutnya kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta komitmen mereka untuk menyelisihi kebiasaan ummat di luar mereka.
Penutup & Simpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ta’jilul Ifthar merupakan sunnah Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, mari menghidupkannya, sebagai bentuk iqtida kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Sym)
Referensi Utama: Kitab Ha Kadza Kana an-Nabiyyu shallallahu ‘alaihi wa sallam Fiy Ramadhan, karya Syekh Faishal al-Ba’daniy.
1 HR. Tirmidzi: 696, ini merupakan hadits yang shahih, ketika seseorang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa untuk berbuka puasa maka dia berbuka dengan makanan apa saja yang halal, jika ia tidak mendapatkan apa-apa juga maka dia meniatkan saja untuk berbuka, karena siapa yang berniat buka puasa maka terhitung telah berbuka berpuasa. Wallahu a’lam.
2 HR: Muslim: 1099
3 HR. Bukhari: 1941, Muslim: 1101 dan lafazh ini darinya
4 Mungkin dari sini, sebagian masyarakat kita menyebut hidangan buka puasa sebagai takjil. Wallahu a’lam.
5 Imam Nawawi rahimahullah mengomentari hadits ini dalam Syarh Shahih Muslim, beliau mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk menyegerakan berbuka sesudah pasti bahwa matahari telah terbenam. Maknanaya adalah bahwa urusan ummat ini akan selalu dalam keteraturan dan kebaikan selama mereka memelihara sunnah ini. Jika mengakhirkannya, maka hal itu menjadi tanda bahwa mereka terjatuh dalam kerusakan”.
MasyaAllah,
Semoga Allah Memberi Kemudahan Kepada kita mengamalkanNya.
Afwan Ust, Untuk Riwayat At-Thabrani 3 Akhlak Rasulullah, Maksudnya: meletakkan tangan “kanan” di atas tangan “kanan” ketika (berdiri) dalam shalat?????. Syukran
Afwan, sepertinya ustadz syam salah dalam menulis. Seharusnya meletakkan tangan “kanan” di atas tangan “KIRI” ketika (berdiri) dalam shalat
dan sudah kami ganti menjadi tangan kiri
Syukran udah mengingatkan 🙂