Sambungan dari artikel POTRET CINTA SAHABAT KEPADA RASULULLAH- bagian I
Oleh karena itu, sangat urgen bagi seluruh kaum muslimin untuk kembali menelaah sirah Sahabat Nabi dalam mengekspresikan cinta kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-, agar dapat menjadi mercusuar yang menunjukkan dan menerangi jalan di tengah kegelapan.
Dalam artikel ini, kami akan memaparkan berapa potret dari refleksi kecintaan mereka terhadap beliau, diantaranya adalah:
PERTAMA: PARA SAHABAT LEBIH BESAR KECINTAANNYA KEPADA NABI DARIPADA KEPADA DIRINYA.
Suatu saat ketika Umar berjalan bersama Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam-, Umar mengatakan: Sesungguhnya aku mencintaimu melebihi cintaku kepada segala sesuatu wahai Rasulullah, kecuali cintaku kepada diriku, Rasulullah menjawab:”tidak wahai Umar, (imanmu tidak sempurna) kecuali engkau mencintai aku melebihi cintamu kepada dirimu“, maka Umarpun mengatakan: Wahai Rasulullah, sesungguhnya sekarang engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.[HR. Bukhari no: 6632].
Ucapan Umar bin Khattab bahwa “kecintaan beliau kepada Nabi melebihi cintanya kepada segala sesuatu kecuali cintanya kepada dirinya“, kemungkinan bersumber dari kebelumtahuan beliau tentang kadar cinta yang wajib kepada Nabi Muhammad –shallallahu alaihi wasallam-, buktinya ketika Rasulullah –shallallahu alaihi wasallam- mengingatkan tentang kadar cinta yang wajib kepada beliau, Umar bin Khottab –Radhiyallahu ‘anhu- bersedia mengoreksi kesalahannya.
Ibnu Hisyam meriwayatkan dalam buku Sirohnya, ketika perang Uhud berkecamuk, datang sebuah informasi yang mengejutkan para sahabat, bahwa Rasulullah wafat di medan pertempuran, ketika pertempuran usai dan pasukan kaum muslimin kembali ke kota Madinah, datanglah seorang shahabat wanita dari Bani Dinar mencari Rasulullah –shallallahu alaihi wasallam- dan berusaha menggali informasi tentang keadaan beliau, padahal perang Uhud telah merengut nyawa orang-orang yang dicintainya, telah wafat bapaknya, suaminya dan saudara laki-lakinya dalam perang tersebut, namun beliau senantiasa bertanya: bagaimana keadaan Rasulullah?, sahabat wanita tersebut baru lega ketika berhadapan langsung dengan Rasulullah, iapun mengatakan: Wahai Rasulullah, semua musibah (yang menimpaku) menjadi ringan, yang penting engkau selamat.[HR Ibnu Hisyam dalam sirohnya&Ibnu Jarir dalam Tarikhnya dengan sanad terputus].
Dan pemandangan menggetarkan jiwa akan tersaji di depan kita, jika memutar kembali sejarah berkecamuknya perang Uhud, pada saat itu para sahabat berlomba-lomba untuk menjadi “tameng” hidup bagi Rasulullah yang telah dikepung oleh kaum kafir Quraisy dengan senjata yang terhunus, para sahabat dengan penuh semangat dan tanpa gentar bergegas untuk mengorbankan jiwa mereka dan menyelamatkan Rasulullah dari ancaman senjata kaum kafir Quraisy yang haus darah, hal itu tentunya disebabkan kecintaan mereka yang luar biasa kepada Nabi Muhammad, jiwapun siap mereka korbankan yang penting pujaan hati mereka selamat dari sergapan kaum kafir Quraisy.
Gunung Uhud dan kisah perang Uhud dan tidak akan pernah meninggalkan benak kaum muslimin yang mencintai Nabinya, bahkan akan senantiasa menjadi cerminan bagi mereka dalam membuktikan rasa cinta kepada beliau –shallallahu alaihi wasallam-, karena tempat tersebut menjadi saksi bisu peristiwa sejarah yang agung, yang mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai aplikatif cinta Nabi yang sebenarnya, yaitu mencintai beliau melebihi cinta kita kepada diri sendiri dan seluruh manusia.
KEDUA: MENTAATI RASULULLAH –SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM-.
Cinta dan taat adalah dua kata yang berbeda, namun saling berkaitan dengan erat, karena bukti dari cinta sejati adalah ketaatan dan kepatuhan kepada yang dicintai, seorang penyair mengatakan:
تَعْصِي الإِلَهَ وَأَنْتَ تُظْهِرُ حُبَّهُ**** هَذَا مُحَالٌ فِي الْقِيَاسِ بَدِيْع
لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقًا لَأَطَعْتَهُ ***فَإِنَّ المحبّ لِمَنْ يُحِبّ مُطِيْع
Artinya:
Engkau bermaksiat kepada Allah padahal engkau mengaku mencintaiNya*** Sesungguhnya hal ini adalah mustahil menurut nalar yang sehat
Seandainya cintamu sejati niscaya engkau akan menaatiNya***Sesungguhnya sang pecinta sejati akan menaati yang dicintai.[Roudhotul Muhibbin, Ibnul Qoyyim al-Jauziyah, hal. 266].
Al-Imam An-Nawawi-pun menetapkan hal ini, beliau mengatakan:”Dan rasa cinta seorang hamba kepada Allah diekspresikan dengan melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, demikian juga dengan cinta kepada RasulNya”.[Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim 2/13].
Jika rasa cinta kepada Allah dibuktikan dengan mematuhi dan menaati perintahNya, dan menjauhi laranganNya, maka demikian juga sejatinya rasa cinta kepada Nabi Muhammad – shallallahu ‘alaihi wasallam-, olehnya kita dapatkan di dalam potret kehidupan para Sahabat Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- fenomena ini, diantaranya:
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, bahwa suatu saat Nabi Muhammad memakai cincin dari emas, maka para sahabatpun meniru perbuatan Rasulullah tersebut dan mereka menghiasi jemari mereka dengan cincin dari emas, selang beberapa waktu Rasulullah melepas cincin tersebut karena diharamkan memakai emas bagi laki-laki, maka para sahabatpun melepaskan cincin tersebut demi mengikuti sang Nabi yang tercinta.[HR Bukhari no: 5867].
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa ketika perang Khaibar, para sahabat didera rasa lapar yang hebat, pada saat itu mereka berhasil mendapatkan seekor keledai, maka merekapun bergembira dan menyembelihnya, menguliti dan mulai memasaknya, maka perasaan mereka mulai tenang karena bayangan mereka akan melewati malam dengan perut kenyang, ketika air di panci sudah mendidih, daging keledai yang dimasak sudah mulai lunak, dan perut yang keroncongan semakin menghebat, tiba-tiba datang utusan Rasulullah (yaitu Abu Thalhah), mengabarkan bahwa Allah telah mengharamkan daging keledai atas kaum muslimin, maka dengan tanpa ragu dan tanpa kasak-kusuk, mereka membuang daging keledai yang mulai masak, dan mereka rela melewatkan hari dengan perut keroncongan yang penting kecintaan kepada sang Nabi tidak ternoda.[HR Bukhari no:5497 & Muslim No: 1837].
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik, yang mana beliau menceritakan tentang salah satu proses pengharaman khomer (minuman keras), beliau saat itu menjadi joki (yang menuangkan minuman) di rumah Abu Thalhah , ketika itu setelah shalat Isya dan mereka sudah bersiap-siap untuk minum khomer, tiba-tiba datang utusan Rasulullah menginformasikan turunnya wahyu tentang diharamkannya khomer, maka seketika itu Abu Thalhah memerintahkan Anas untuk menumpahkan khomer-khomer dari bejana, sampai jalanan di kota Madinah “banjir” dengan khomer.[HR Bukhari no: 4620 & Muslim No: 1979].
Jika kita kaji beberapa riwayat diatas, maka riwayat tersebut menjelaskan dua hal:
Pertama: Potret ungkapan cinta para sahabat kepada Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam, yang menunjukkan kwalitas cinta mereka kepada beliau, kendati yang kita sebutkan dalam artikel ini hanya dua riwayat saja, namun tidak ada riwayat dari sahabat lain yang menyelisihi informasi tersebut, hal ini menunjukkan bahwa fenomena itulah yang menjadi keadaan umum para sahabat.
Kedua: Contoh aplikatif dari cinta tersebut berupa al-ittiba’ [mengikuti Nabi], yang merupakan bukti nyata dari kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad –Shallallahu ‘alaihi wasallam-
Sesungguhnya kedua poin yang kita paparkan diatas saling berkaitan kuat, yang pertama: cerminan cinta mereka lewat hati dan lisan, adapun yang kedua: memaparkan contoh kongkrit dari aplikasi cinta kepada Nabi berupa sikap patuh dan taat kepada Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam-, kendati “wahyu” yang turun bertentangan dengan hawa Nafsu mereka, mereka “menikmati” perihnya rasa lapar yang menyerang perut-perut mereka dan memilih tidak memakan daging keledai yang sudah siap santap tanpa mengeluh sedikitpun. Dan merekapun siap meninggalkan khomer ketika sang Nabi tercinta telah melarangnya, padahal meminum khomer merupakan kebiasaan mereka sejak zaman jahiyah, dan mereka adalah “pecandu” khomer, yang mana khomer telah menjadi bagian dari darah mereka, namun ketika Rasulullah mengharamkan hal tersebut, maka kata-kata “sami’na wa atha’na” adalah motto mereka.
Inilah beberapa potret para Sahabat Rasulullah yang menginformasikan bukti-bukti cinta mereka kepada beliau, menggali dan mengkaji sirah dan potret kehidupan mereka diharapkan dapat memberi beberapa manfaat bagi kita, diantaranya adalah:
- Memberikan informasi tentang potret para Sahabat dalam mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga kita dapat bertasyabbuh (meniru) kepada mereka dalam perkara ini, dan dalam perkara agama secara umum.
- Menumbuhkan kecintaan kepada generasi yang terbaik ini, dan ini merupakan bagian dari manhaj ahlus sunnah yang telah didiktekan oleh Rasulullah kepada kaum muslimin, beliau bersabda:
آية الإيمان حب الأنصار وآية النفاق بغض الأنصار
Artinya:”Ciri keimanan adalah mencintai para (Sahabat) Anshar, dan ciri kemunafikan adalah membenci para (Sahabat) Anshar”.[HR Bukhari dan Muslim].
Wallahu A’lam.[]
Oleh Ust. Lukman Hakim, Lc
(Alumni S1 Fakultas Hadits Syarif Universitas Islam Medinah Munawwarah dan Mahasiswa S2 Jurusan Dirasat Islamiyah Konsentrasi Hadits di King Saud University Riyadh KSA)