Persaksikanlah Kami Adalah Muslim

Date:

Tadabbur Ayat Pilihan 21 || Surah Ali Imran: 64
Persaksikanlah Kami Adalah Muslim

Allah azza wajalla berfirman:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (٦٤)

“Katakanlah: “Hai ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS. Ali Imran: 64)

Pelajaran:

1. Islam mengajarkan bahwa dakwah harus didasari dengan keadilan kepada siapa saja, baik itu Yahudi maupun Nashrani. Bentuk keadilan itu adalah memulai dakwah dengan menggunakan kalimat-kalimat yang disepakati bersama, baik da’i ataupun mad’u (objek dakwah). Allah memberikan contoh dalam hal ini adalah ajakan memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata, sebab tidak ada satupun rasul yang diutus sebelumnya kecuali mengajarkan agar hanya menyembah kepada Allah dan menjauhi kesyirikan.

Ketika menafsirkan ayat ini Syaikh Abdurrahman Ibn Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata:

وهذا من العدل في المقال والإنصاف في الجدال

“Ini merupakan bentuk keadilan dalam perkataan dan bentuk keadilan dalam berdebat.” (Tafsir as-Sa’di: 139)

2. Mendakwahkan agama ini hendaknya dilakukan dengan kelemah lembutan namun tetap tegas dalam mempertahankan kebenaran, sehingga dakwah tidak dikalahkan oleh perasaan malu atau keengganan mengutarakan kebenaran di hadapan orang-orang yang salah, sehingga mengatakan yang batil sebagai sesuatu yang hak sedang yang hak sebagai sesuatu yang batil.

3. Dakwah yang paling agung adalah dakwah yang menyeru kepada tauhidullah (memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata), dan hendaknya dakwah selalu dimulai dengan ajaran tauhid.

4. Tidak boleh menjadikan diri sebagai “Tuhan” atau mengaku memiliki sifat Tuhan atau menjadikan orang lain, baik itu tokoh atau ulama sebagai Tuhan, yaitu dengan mengikuti perintahnya lalu menyelisihi syariat Allah. Barang siapa yang lebih taat pada selain Allah dan meninggalkan perintah Allah maka ia telah menjadikan orang tersebut sebagai Tuhan.

Imam ath-Thabari rahimahullah berkata:

فإنّ”اتخاذ بعضهم بعضًا”، ما كان بطاعة الأتباع الرؤساءَ فيما أمروهم به من معاصي الله، (3) وتركِهم ما نهوهم عنه من طاعة الله، كما قال جل ثناؤه:( اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا )

Yang dimaksud dengan menjadikan satu sama lain diantara mereka sebagai tuhan adalah dengan menaati pemimpin-pemimpin mereka ketika mereka memerintahkan untuk berbuat maksiat kepada Allah dan meninggalkan apa yang mereka larang, padahal yang mereka larang itu adalah suatu jenis ketaatan kepada Allah.

Hal ini sebagaimana firman Allah azza wajalla: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putera Maryam. Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan (QS. At-Taubah: 31).” (Tafsir ath-Thabari: 6/48)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

وقال ابن جُرَيْج: يعني: يطيع بعضنا بعضا في معصية الله

“Ibnu Juraij berkata bahwa makna saling menjadikan antar sesama sebagai Tuhan adalah saling taat menaati dalam perkara melakukan maksiat kepada Allah.” (Tafsir Ibnu Katsir: 2/56)

5. Tidak ada ketaatan kepada makhluk sekalipun ia adalah pemimpin ketika ia memerintahkan untuk berbuat maksiat kepada Allah. Allah azza wajalla berfirman:

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولا (٦٦)وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلا (٦٧)رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا (٦٨)

“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul. Dan mereka berkata;:”Ya Tuhan kami, sesungguhnya Kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar”. (QS. Al-Ahzab: 66-68)

6. Jika objek dakwah menolak ajaran pemurnian ibadah hanya kepada Allah maka hendaknya seorang da’i tidak boleh merasa hina di mata mereka, bahkan hendaknya ia berkata, “Persaksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang beragama islam yang berserah diri kepada Allah” yang memiliki ibadah tersendiri, yang dilarang mengikuti budaya dan adat istiadat suatu kaum yang merupakan ciri spesifik ajaran mereka, sebab meniru mereka adalah kehinaan, sedang agama islam adalah agama yang paling tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الإِسْلاَمُ يَعْلُو ، وَلاَ يُعْلَى

“Islam itu tinggi dan tak ada yang lebih tinggi darinya.” (HR. Daruquthni dan al-Baihaqi)

Abu Ukasyah al-Munawy

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Optimalisasi Fungsi Masjid Berdayakan Umat Lewat Event Bazar dan Kegiatan Keislaman Akhir Pekan

MAKASSAR, wahdah.or.id - Sudah dua pekan Program Masjid Berdaya...

Gelar Workshop Kehumasan, Upaya Memperkuat Brand dan Popularitas Wahdah Islamiyah

KARANGANYAR, wahdah.or.id - Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama...

Rapat Kerja Pertama One Wakaf Usung Tema “Kolaborasi dan Inovasi Untuk Kemaslahatan Umat”

MAKASSAR, wahdah.or.id – One Wakaf sukses menggelar Rapat Kerja...