Pernah Menangis Karena Sulit Menghafal, Mujahid Bertekad Bangun Pondok Tahfidz di Kalimantan
(Kisah Sucses Story Moch. Mujahid, Santri Tahfidz Wahdah Islamiyah Cibinong Bogor dalam Menghafal Al-Qur’an)
Mochammad Mujahid (18 tahun) tak menyangka bisa berhasil menghafalkan Al-Qur’an. Pasalnya sebelum mondok di Pesantren Tahfidz anak keempat dari enam bersaudara ini tidak punya niat sama sekali untuk menghafal Al-Qur’an. Ia juga tidak tahu jika ada yang dapat menghafalkan Al-Qur’an. Walaupun sebenarnya ia punya keinginan mondok, tapi bukan di persantren tahfidz.
Namun setamat Sekolah Dasar (SD) Mujahid oleh orang tuanya dikirim ke pulau Jawa untuk mondok. “Awalnya saya kira pondok biasa ternyata pondok tahfidz”, ujarnya mengenang ketika sampai di pondok tahfidz.
Awalnya remaja penggemar olahraga sepak bola ini sempat menolak untuk nyantri di pondok tahfidz. Bahkan ia meminta kepada ayahnya untuk dipulangkan.
Karena menurutnya menghafal Al-Qur’an itu sulit bahkan mustahil.
“Namun kedua orang tua saya sangat berharap saya jadi penghafal”, katanya.
Ia juga selalu mendapatkan dorongan dari sang kakak yang selalu memberikan motivasi dan semangat untuk mempelajari dan menghafalkan Al-Qur’an.
“Dan akhirnya mau tidak mau saya harus jadi penghafal”, ujarnya.
Awal mula menghafal remaja berdarah Bugis ini hanya memiliki hafalan beberapa surat pendek di juz 30. Sehingga karena hafalan sedikit dan belum terbiasa menghafal ia merasa sangat kesulitan. Hal ini sangat terasa saat awal-awal menghafal. “Bahkan saya sempat mewek (menangis) ketika menghafal surah Al-Fajr”, kenangnya.
Kejadian itu (menangis saat menghafalkan surat Al-Fajr) kata Mujahid disaksikan oleh salah seorang kakak kelas. Sang kakak kelas menyampaikan motivasi, “Memang kalau pertama menghafal itu kita masih merasa sulit namun jika hafalan kita sampai 2 atau 3 juz kitah sudah mudah dalam menghafal bahkan kita bisa menhafal satu hari 1 juz”.
Mendengar nasehat dari kakak kelas saya itu kata lanjut Mujahid “Saya jadi semangat menghafal hingga hafalan saya menjadi seperti sekarang”, ungkapnya. Alhamdulillah remaja yang juga telah hafal ratusan hadits ini telah menghkatamkan hafalannya.
Menurutnya walau terasa sulit dan berat di awal, ternyata mempelajari dan menghafal Al-Qur’an itu nikmat, mengasyikkan, dan sangat berkesan.
“Soalnya sebelum jadi penghafal saya tidak mau menghafal, rasanya ketika selesai (menghafal) sangat senang”, ungkapnya.
Namun ia juga sadar beban bagi seorang terasa sangat berat. Sebab bagi seorang hafidz menjaga hafalan melalui murajaah merupakan pekerjaan seumur hidup. Apalagi ia beniat membangun pesantren tahfidz di kampung halamannya, Pontinak Kalimantan.
“Cita-cita saya ingin punya ma’had (pondok pesantren) sendiri di kampung”, pungkasnya. []