Peringatan kepada Syeikh Google, Mufti Facebook ,Twitter dan Whats Up.
(maka bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan jika kamu tidak mengetahui)
Suatu Trend Muslimin dimedia sosial hari ini yang cukup memprihatinkan adalah fenomena berbicara tanpa ilmu dan menjawab pertanyaan mengenai Islam dalam berbagai kasus dan menyampaikan fatwa dari kesimpulan mereka sendiri. Fenomena ini sangat berbahaya bukan hanya untuk mereka yang berbicara tanpa ilmu, tapi juga orang yang mendengarkan dan beramal tanpa ilmu. Bayangkan jika anda memiliki penyakit medis, anda tidak akan mungkin berfikir untuk menemui ahli mesin untuk mendiagnosa penyakit anda. Seorang dokter medis memiliki spesialisasi sendiri dalam bidangnya, sehingga anda percaya kepada dokter untuk mengobati penyakit anda. Sehingga, apa yang menyebabkan kita sebagai orang yang beriman mempercayakan orang yang tidak berkualifikasi berbicara tentang akhirat kita yang tentu hal tersebut akibatnya lebih besar dari pada hanya sekedar penyakit medis.
Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa maraknya media sosial memiliki banyak manfaat tersendiri seperti untuk memperluas jaringan dengan dunia luar sehingga memudahkan akses untuk ilmu dan belajar. Meskipun demikian kita harus mengetahui bahwa “ with great power comes great responsibility” kekuatan besar mendatangkan tanggung jawab yang besar. Diantara banyaknya permasalahan di media sosial adalah secara tiba-tiba muncul seseorang yang memposisikan dirinya sebagai ulama yang dengan mudahnya menjawab dan mengomentari soal agama. Kebanyakan dari mereka menganggap hal tersebut dengan biasa-biasa saja dan kurang peduli tentang akibatnya di hari perhitungan kelak tentang membuat peraturan terhadap agama Allah tanpa dasar ilmu.
Untuk itu perlu diingatkan kepada Syeikh google, Mufti facebook , Twitter dan Whats Up, untuk berhati-hati ketika menjawab pertanyaan dan berbicara tentang Allah tanpa dasar ilmu. Allah mengingatkan untuk setiap muslim agar tidak berbicara tanpa dasar ilmu, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman ;
“ Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan di minta pertanggung jawabannya” [1]
Imam besar kaum muslimin, Imam Malik, dahulu di datangi oleh seorang lelaki utusan yang melakukan perjalanan dari negeri Andalus secara khusus untuk bertemu dengannya dan menanyakan sebuah pertanyaan. Lebih dari 40 pertanyaan yang di tanyakan kepadanya , Imam malik berkata, “la Adri” (saya tidak tahu) dari 36 sampai 38 pertanyaan tersebut. Si penanya pun tidak merasa tenang denga respon dari Imam Malik, sehingga Imam Malik memberitahukannya untuk pulang dan menyampaikan bahwa : “Imam Malik tidak tahu”. Di zaman ini kita menemukan sesuatu yang berbanding terbalik. Setiap orang ingin menunjukkan seberapa besar pengetahuannya yang mereka miliki dan berlomba-lomba menjawab pertanyaan, tanpa menghiraukan apa yang mereka katakan benar atau salah. Akan jadi lebih baik jika kita diam dari pada berbicara tanpa ilmu yang jelas.
Imam Malik berkata: “ Perisai dari ulama adalah, “ Saya tidak tahu” [2]
Ibnul Qayyim murid ibnu Taimiyah berkata:
“Para salaf, Sahabat, dan Tabiin, menujjukkan bahwa makruh menyibukkan diri dalam menyampaikan fatwa. Setiap dari mereka berharap agar ada orang lain yang ingin mengambil alih tugas tersebut , tetapi jika mereka menyadari tak ada alternatif kecuali meski menjawab, maka mereka akan sepenuhnya mencari jawabannya dari Al-Qur’an dan Sunnah atau perkataan yang benar dari khalifah, lalu kemudian memberikan fatwa”
Abdullah ibnul Mubarak berkata:
“ Sufyan menyampaikan kepada kita dari Atha bin As-Saib dari Abdurrahman bin Abi Laila berkata: “ Saya sudah bertemu 120 sahabat Rasulullah Sallallahu Alayhi Wasallam. Saya berfikir bahwa mereka berkata, Di masjid-‘tak ada satupun dari mereka yang berbicara kecuali menginginkan dari sahabat yang lainnya untuk melakukannya; para sahabat tak ada yang mau memberikan fatwa melainkan berharap agar sahabat lainnya yang mengambilnya. “[3]
Ibnu Qayyim Rahimahullah berkata bahwa berbicara tentang Allah (Azza wa jalla) tanpa ilmu adalah termasuk dosa besar yang bisa anda lakukan. [4]
Hal tersebut berdasarkan ayat berikut ini:
“ Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata,” kami mendapati nenek moyang kami melakukan yang demikian, dan Allah yang menyuruh kami mengerjakannya. “ katakanlah, “ sesungguhnya Allah tidak pernah menyuruh berbuat keji. Mengapa kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui” [5]
Mengomentari ayat tersebut dalam karyanya yang penting, “ Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim berkata bahwa Allah Azza wa Jalla pertama menyebutkan Al-fawahisyah dan yang terakhirnya Allah menyebutkan perbuatan yang dimaksud.
Berbicara tentang Allah tidak selalu berarti bahwa membicakannya secara langsung. Berbicara tanpa ilmu juga termasuk, memberikan penjelasan yang salah tentang Allah, mengganti atau mengubah agama Allah, mengharamkan apa yang dihalalkan dan menghalalkan apa yang diharamkan, mendukung sesuatu yang menjadi musuh Allah, menyukai sesuatu yang Allah tidak sukai, atau tidak menyukai sesuatu yang Allah sukai. Diantara hal tersebut juga menjadi akar penyebab terjadinya segala bid’ah dan syirik. Atau dengan kata lain, ketika anda berbicara tanpa dasar ilmu yang benar dalam agama pada hakikatnya telah merubah agama Allah Subhanahu wata’ala. Allah berfirman dalam surah An-Nahl: [6]
“ dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang di sebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan-kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak akan beruntung”
Menampakkan keilmuan atau pengetahuan dan menjawab semua pertanyaan mungkin akan mengangkat derajat anda di depan manusia namun bayangkanlah jika nanti anda berdiri di hadapan Allah azza wa Jalla yang maha mengetahui yang dahulu anda berbicara tentangNya tanpa dasar ilmu. Jadi apa yang mesti kita lakukan untuk mengatasi masalah tersebut? Solusinya adalah mengembalikannya kepada orang yang memiliki ilmu dan berhenti berbicara tanpa dasar ilmu. Begitu banyak ulama dan penuntut ilmu di media sosial yang memiliki kemampuan unutk menjawab. Allah Subhanahu wata’ala berfirman
“ Dan kami mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” [7]
Jika kamu tidak menemukan seseorang yang berilmu dan tidak mengetahui jawabannya, simpelnya jangan menjawabnya. Para ulama sepakat bahwa setengah ilmu adalah pengetahuan tentang perkataan; “ Saya tidak tahu”. Wallahu A’lam.
Sumber : www.islam21.com (terjemah oleh Dzulqarnain bin Iskandar)
Catatan:
[1] Al-Qur’ān 17:36
[2] Yusuf Ibn ‘Abd al-Barr in his al-Intiqa’ fi Fada’il al-Thalatha al-Fuqaha
[3] I’lām al-Muwaqqi’īn, 1/28, 29
[4] Madārij al-Sālikīn
[5] Al-Qur’ān 7:33
[6] Al-Qur’ān 16:116
[7] Al-Qur’ān 16:43