Aafaat Al-Lisaan (Penyakit-penyakit Lisan)
Abdullah Bin Raadhy Al-Ma’idiy Al-Syamry dalam makalahnya yang berjudul Aafat Al-Lisaan di situs www.saaid.net menyebutkan beberapa penyakit-penyakit lisan yang harus diwaspadai adalah:
Penyakit pertama dari lisan adalah perkataan syirik kepada Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Janganlah engkau menjadikan si fulan sebagai sekutu bagi Allah) dalam ucapan-ucapan tersebut. Semua ucapan ini adalah perbuatan SYIRIK.” (HR. Ibnu Abi Hatim). Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan: Sesungguhnya maksiatnya perkataan termasuk di dalamnya adalah syirik, dimana hal itu merupakan dosa yang paling besar di sisi Allah ‘Azza wa Jalla, dan termasuk di dalamnya adalah mengucapkan perkataan terhadap Allah tanpa dasar ilmu.
Penyakit kedua adalah mengucapkan perkataan terhadap Allah tanpa didasari oleh ilmu. Menurut penjelasan Ibnul Qayyim rahimahullah, bahwa mengucapkan perkataan terhadap Allah tanpa didasari oleh ilmu bisa menjadi sebab jatuhnya seseorang dalam kesyirikan. Beberapa contoh berikut ini merupakan perkara-perkara yang termasuk dalam perkataan terhadap Allah tanpa didasari oleh ilmu, yaitu: membantah nash-nash al-Qur’an dan Hadits dengan rasio, tergesa-gesa membuat pernyataan tanpa dasar ilmu, menyebutkan satu riwayat sebagai hadits Nabi tanpa mengetahui apakah derajat riwayat tersebut sahih atau dha’if, menganggap salah pendapat Imam-imam mujtahid, mengatakan sesuatu yang dinisbatkan pada agama Islam atas dasar hawa nafsu dan prasangka.
Penyakit ketiga adalah berdusta, yaitu mengatakan sesuatu yang berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya.
Penyakit keempat ialah berghibah, yaitu menceritakan hal seseorang yang ia tidak sukai kepada orang lain.
Penyakit kelima dari lisan adalah mengucapkan perkataan yang batil atau diam dari kebenaran.
Penyakit keenam adalah memberikan kesaksian palsu.
Penyakit yang ketujuh dari lisan yang tidak terkendali adalah adalah memfitnah, yaitu perkataan bohong yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang.
Penyakit kedelapan adalah bersumpah selain Allah, seperti bersumpah dengan nama ayah, bersumpah dengan amanah dan lain-lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah maka dia telah kafir atau berbuat syirik.” (HR. Abu Daud no. 2829, At-Tirmizi no. 1535, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 6204)
Penyakit kesembilan adalah mencaci-maki, menghina dan mengolok-olok orang beriman.
Dan penyakit yang kesepuluh dari lisan yang tidak terkontrol adalah melaknat atau mengutuk orang lain tanpa dasar ilmu. Tsabit bin Adl-Dlahhak radhiallahu ’anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Siapa yang melaknat seorang Mukmin maka ia seperti membunuhnya.” (HR. Bukhari)
Kiat Menjaga Lisan
Agar lidah kita menjadi salah satu “pabrik kebaikan” yang produktif dan agar kita terhindar dari perkataan-perkataan yang dapat mengundang murka Allah ‘Azza wa Jalla, maka ada beberapa kiat yang harus kita perhatikan:
Pertama: Meyakini bahwa Allah Maha mendengar dan Maha mengetahui maksud dari setiap perkataan yang diucapkan oleh lisan kita. Allah berfirman: “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir. (Terjemahan QS. Qaf: 18).
Kedua: Menghayati dan merenungi bahaya penyakit-penyakit lisan. Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang apa yang paling banyak menjadikan manusia masuk surga. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Taqwa kepada Allah dan akhlak yang baik.” Sesudah itu Nabi ditanya apa yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Mulut dan kemaluan.”(HR Ahmad dan Turmudzi).
Ketiga: Menghayati dan merenungi keutamaan dan pentingnya menjaga lisan. Rasulullah bersabda, ”Tidaklah lurus iman seseorang sampai lurus hatinya. Dan tidaklah lurus hati seseorang sampai lurus lisannya.” (HR Ahmad). Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini merangkum seluruh argumen yang menunjukkan pentingnya menjaga lidah, karena nikmat tertinggi dari seluruh nikmat Allah adalah keimanan, dimana legitimasi keimanan ini akan terancam jika kita tidak mampu mengontrol lisan kita.
Keempat: Bergaul dengan orang yang pandai menjaga lisannya. Para ahli pendidikan karakter sepakat bahwa salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter adalah lingkungan pergaulan.
Kelima: Berfikirlah terlebih dahulu sebelum berbicara. Apakah perkataan tersebut mengandung manfaat ataukah sebaliknya mengandung mudarat. Jika perkataan tersebut diprediksi menimbulkan mudarat atau tidak ada manfaatnya sama sekali, maka yang terbaik adalah diam. ‘Umar Bin Kattab radiyallahu ‘anhu memberikan tips sederhana dengan nasihatnya: ”Barangsiapa banyak bicaranya maka akan banyak tergelincirnya. Barangsiapa banyak tergelincirnya maka banyaklah dosanya. Dan barangsiapa banyak dosanya maka neraka lebih pantas untuknya.”
Akhirnya tulisan ini ditutup dengan do’a: Ya Allah tolonglah kami untuk senantiasa berdzikir kepadaMu, bersyukur kepadaMu dan memperindah ibadah kami kepadaMu. Ya Allah Tolonglah kami untuk dapat menjaga lisan kami dari murkaMu, dan bimbinglah kami Ya Allah untuk menjadikan lidah kami sebagai produsen kebaikan. Aamin Ya Rabb.[]
Oleh Ustadz Ir. Muhammad Qasim Saguni, MA.