Berikut ini penjelasan mengenai ucapakan kata cerai dan talak, serta sebab-sebabnya.
Sebab Secara umum, lafaz talak/cerai terbagi dalam dua macam:
Pertama: Lafaz Sharih atau kalimat yang jelas/tegas menunjukkan talak/cerai dan tidak bermakna lain kecuali makna menceraikan/mentalak. Seperti kalau dalam bahasa Arab: “Anti Tholiq”, “Qad Thalaqtuki” dll. Ini sama halnya bila mentalak dengan memakai bahasa Indonesia, dengan lafaz: “Saya ceraikan/talak kamu”, atau “kita cerai/talak”, atau kalimat lain yang mengandung kata cerai/talak.
Kalimat-kalimat seperti ini bila terlontar dari sang suami, maka telah jatuh talak/cerai walaupun sang suami tersebut becanda, serius ataupun marah. Sebagaimana dalam hadis: Artinya: “Tiga perkara sungguh-sungguhnya terjadi dan berguraunyapun terjadi; nikah, thalaq dan rujuk”. (HR Abu Daud: 2194 dan Tirmidzi: 1184)
Kedua: Lafaz Kinayah/kalimat yang kurang jelas atau kurang tegas dalam menunjukkan talak/cerai, karena maknanya bisa dipahami mengandung makna talak, dan disisi lain, bisa dipahami punya makna lain selain talak.
Contoh yang seperti ini adalah kata-kata pengusiran seperti: “Pulanglah kerumahmu/rumah ortumu”, “Jangan tinggal bersamaku”, “keluar dari rumah ini”, “Terserah dirimu mau kemana” dll.
Ucapan-ucapan yang seperti ini tidak dihukumi jatuh talak/cerai karena mengandung makna lain selain talak, kecuali kalau dalam hati sang suami tersebut ada niat talak/cerai dibalik ucapan/lafaz talak kinayah ini. Tapi selama ia tidak punya niat talak, namun hanya mengusir saja, atau mau menjauh dulu dari istri, maka tidak jatuh talak. Dan inilah jawaban dari pertanyaan yang anda ajukan, semoga telah jelas insyaa Allah.
Sebagian ulama/madzhab menganggap bahwa lafaz kinayah ini bisa saja jatuh talak dengan sebab lain selain adanya niat talak, yaitu kalau diucapkan ketika marah. Namun yang benar adalah lafaz kinayah ini tidak menyebabkan adanya jatuh talak kecuali kalau ada niat dari suami yang mengucapkannya, sehingga setiap suami yang mengucapkan lafaz kinayah ini harusnya ditanya, apakah ia mengucapkannya dengan niat talak atau tidak, agar status istrinya tersebut jelas dan merasa tidak dipermainkan, Wallaahu a’lam. (Lihat: Al-Fiqh Al-Manhaji ‘Ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i).
***
Ustad Maulana La Eda, Lc. Hafizhahullah
Di edit seperlunya sesuai izin penulis