Bismillaah walhamdulillaah washshalaatu wassalaamu ‘alaa rasuulillaah, ammaa ba’du.
Virus covid-19 semakin menular, ulil amri kita di indonesia dari MUI dan pemerintah, bahkan juga turut para tim medis telah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat untuk mengambil pencegahan dengan tinggal di rumah, shalat tidak di masjid, ketika terpaksa keluar diimbau untuk tetap jaga jarak dan menggunakan fasilitas pencegahan lainnya, baik itu masker, dan lainnya.
Terkait pembahasan pencegahan dari penyakit, insyaAllah kami akan menyebutkan beberapa contoh pencegahan yang terdapat dalam al quran maupun hadits, dengannya kita mengetahui bahwa islam memang mengatur perkara pencegahan ini.
Dari Al-Qur’an
- Allah Subhanahu wa Ta’ala membolehkan tayammum bagi orang sakit yang khawatir terhadap dirinya sebagai pencegahan jika sakitnya akan bertambah parah, atau akan terlambat penyembuhannya apabila menggunakan air untuk berwudhu dan mandi wajib. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
(… وَإِن كُنتُم مَّرۡضَىٰۤ أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوۡ جَاۤءَ أَحَدࣱ مِّنكُم مِّنَ ٱلۡغَاۤىِٕطِ أَوۡ لَـٰمَسۡتُمُ ٱلنِّسَاۤءَ فَلَمۡ تَجِدُوا۟ مَاۤءࣰ فَتَیَمَّمُوا۟ صَعِیدࣰا طَیِّبࣰا فَٱمۡسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمۡ وَأَیۡدِیكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا)
“Adapun jika kalian sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis buang air atau kalian telah menyentuh (dengan syahwat atau berjimak) perempuan (istri), sedangkan kalian tidak mendapat air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajah dan tangan kalian dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun”. [QS An-Nisa’ (4): 43]
Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
(…وَإِن كُنتُم مَّرۡضَىٰۤ أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوۡ جَاۤءَ أَحَدࣱ مِّنكُم مِّنَ ٱلۡغَاۤىِٕطِ أَوۡ لَـٰمَسۡتُمُ ٱلنِّسَاۤءَ فَلَمۡ تَجِدُوا۟ مَاۤءࣰ فَتَیَمَّمُوا۟ صَعِیدࣰا طَیِّبࣰا فَٱمۡسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمۡ وَأَیۡدِیكُم مِّنۡهُۚ مَا یُرِیدُ ٱللَّهُ لِیَجۡعَلَ عَلَیۡكُم مِّنۡ حَرَجࣲ وَلَـٰكِن یُرِیدُ لِیُطَهِّرَكُمۡ وَلِیُتِمَّ نِعۡمَتَهُۥ عَلَیۡكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ)
“Dan jika kalian sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau menyentuh (dengan syahwat atau berjimak) perempuan (istri), maka jika kalian tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur”. [Surat Al-Ma’idah 6]
- Allah Subhanahu wa Ta’ala membolehkan musafir untuk tidak berpuasa dalam perjalanannya di bulan ramadhan, sebagai pencegahan supaya tidak merasakan bertambah beratnya perjalanan jika dia berpuasa, maka kekuatannyapun semakin melemah, dan jasadnya semakin lelah, sehingga bisa menimbulkan sakit pada dirinya karena kecapean yang dia rasakan, dan dia wajib menqodhonya di hari yang lain.
- Allah Subhanahu wa Ta’ala membolehkan untuk orang sakit tidak berpuasa sebagai pencegahan jika puasa tersebut dapat menambah parah sakitnya dan membutuhkan makanan minuman dalam penyembuhan. Dan orang sakit yang dimaksudkan adalah orang yang memang sakitnya bukan sakit ringan, contohnya bukan sakit kepala ringan, sakit flu ringan, dan sakit semisalnya tapi sakit berat yang membuatnya tidak bisa berpuasa karena sakit itu, selama sakitnya masih bisa diperkirakan sembuh, dan dia wajib mengqodhonya di hari lain.
Mengenai poin kedua dan ketiga, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan dalam ayatNya,
(…فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِیضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرࣲ فَعِدَّةࣱ مِّنۡ أَیَّامٍ أُخَرَۚ وَعَلَى ٱلَّذِینَ یُطِیقُونَهُۥ فِدۡیَةࣱ طَعَامُ مِسۡكِینࣲ…)
“Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang tidak ada harapan menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin”. [Qs Al-Baqarah (2): 184]
Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
(وَمَن كَانَ مَرِیضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرࣲ فَعِدَّةࣱ مِّنۡ أَیَّامٍ أُخَرَۗ یُرِیدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡیُسۡرَ وَلَا یُرِیدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُوا۟ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ)
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian. Hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, agar kalian bersyukur”. [Qs Al-Baqarah (2): 185]
- Allah Subhanahu wa Ta’ala membolehkan bagi muhrim (yang sedang berihram) jika dalam keadaan sakit, atau ada gangguan di kepalanya, untuk mencukur rambutnya agar gangguan tersebut hilang dan ihramnya tetap sempurna, sebagai pencegahan dari penyakit dan gangguan tersebut semakin parah, tentunya dengan menunaikan kaffaratnya sebagaimana disebutkan dalam al quran,
(وَأَتِمُّوا۟ ٱلۡحَجَّ وَٱلۡعُمۡرَةَ لِلَّهِۚ فَإِنۡ أُحۡصِرۡتُمۡ فَمَا ٱسۡتَیۡسَرَ مِنَ ٱلۡهَدۡیِۖ وَلَا تَحۡلِقُوا۟ رُءُوسَكُمۡ حَتَّىٰ یَبۡلُغَ ٱلۡهَدۡیُ مَحِلَّهُۥۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِیضًا أَوۡ بِهِۦۤ أَذࣰى مِّن رَّأۡسِهِۦ فَفِدۡیَةࣱ مِّن صِیَامٍ أَوۡ صَدَقَةٍ أَوۡ نُسُكࣲۚ…)
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib ber-fidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban”. [Qs Al-Baqarah (2): 196]
- Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang untuk menggauli istri melakukan jimak di saat istri dalam keadaan haid, sebagai pencegahan dari penyakit yang bisa timbul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
(وَیَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡمَحِیضِۖ قُلۡ هُوَ أَذࣰى فَٱعۡتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَاۤءَ فِی ٱلۡمَحِیضِ وَلَا تَقۡرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ یَطۡهُرۡنَۖ فَإِذَا تَطَهَّرۡنَ فَأۡتُوهُنَّ مِنۡ حَیۡثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُۚ إِنَّ ٱللَّهَ یُحِبُّ ٱلتَّوَّ ٰبِینَ وَیُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِینَ)
“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kalian dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepada kalian. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri”. [Qs Al-Baqarah (2): 222]
- Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan zina, dan pengantar-pengantar kepada perzinaan, salah satu hikmahnya sebagai pencehahan dari timbulnya berbagai penyakit seperti syphilis, penyakit kencing nanah, HIV Aids dan penyakit-penyakit lainnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
(وَلَا تَقۡرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰۤۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَـٰحِشَةࣰ وَسَاۤءَ سَبِیلࣰا)
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk”. [Qs Al-Isra’ (17): 32]
Dari Hadits
- Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh kita menjauhi tempat-tempat sumber air, tengah jalan, dan tempat berteduh untuk membuang hajat, sebagai pencegahan dari laknat dan penyakit yang bisa timbul.
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلَاثَةَ الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ وَقَارِعَةِ الطَّرِيقِ وَالظِّلِّ
Dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Takutlah kalian terhadap tiga hal yang terlaknat; buang air besar di sumber air, tengah jalanan, dan tempat berteduh.” [Hadits Riwayat Abu Dawud nomor 26, Ibnu Majah nomor 328, dan dihasankan oleh Al Albani rahimahumullahu jami’an]
2. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berjabat tangan dengan salah seorang sahabat yang ingin berbai’at, karena sahabat tersebut sakit kusta, padahal berbai’at itu biasanya dengan berjabat tangan, tapi karena beliau memiliki penyakit yang menular sehingga Nabi shallallahu alaihi wasallam mencukupkan dengan ucapan, dan ini sebagai pencegahan dari penyakit yang bisa timbul dan menular.
عَنْ عَمْرِو بْنِ الشَّرِيدِ ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ : كَانَ فِي وَفْدِ ثَقِيفٍ رَجُلٌ مَجْذُومٌ، فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنَّا قَدْ بَايَعْنَاكَ، فَارْجِعْ “.
Dari ‘Amru bin Asy Syarid dari Bapaknya dia berkata; “Dalam delegasi Tsaqif (yang akan dibai’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) terdapat seorang laki-laki berpenyakit kusta. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim seorang utusan supaya mengatakan kepadanya: “Kami telah menerima bai’at anda, maka itu anda boleh pulang.”[Hadits Riwayat Muslim rahimahullah nomor 2231]
- Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam menyuruh kita menghindari kusta sebagaimana kita menghindari dan lari dari singa, sebagai pencegahan dari terkena wabah penyakit menular ini.
عن أَبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه يَقُولُ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : “لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ ، وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ ، وَفِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الْأَسَدِ”.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ” “Tidak ada ‘adwa (penularan penyakit secara sendirian), tidak ada thiyarah (menganggap sial sesuatu hingga tidak jadi beramal), tidak ada haamah (keyakinan jahiliyah tentang rengkarnasi) dan tidak pula shafar (menganggap bulan shafar sebagai bulan keramat), dan jauhilah penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari kejaran singa.” [Hadits Riwayat Al Bukhari rahimahullah nomor 5707]
- Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengarahkan jika ada yang sakit dari manusia maupun binatang, tidak mendekatkannya dengan yang sehat, beliau bersabda,
لَا يُورِدُ الْمُمْرِضُ عَلَى الْمُصِحِّ
“Yang sakit tidak boleh menularkan penyakit kepada yang sehat”. [Hadits Riwayat Muslim rahimahullah nomor 2221]
- Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kita untuk memasuki suatu kampung yang dilanda wabah menular, dan tidak keluar dari kampung dilanda wabah menular yang kita berada di dalamnya, sebagai pencegahan penyakit, penyebaran dan penularannya semakin luas. Berikut kisah panjang di dalamnya terdapat sabda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam tentang hal ini.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ ، أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ، حَتَّى إِذَا كَانَ بِسَرْغَ لَقِيَهُ أُمَرَاءُ الْأَجْنَادِ ؛ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ وَأَصْحَابُهُ، فَأَخْبَرُوهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِأَرْضِ الشَّأْمِ، قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : فَقَالَ عُمَرُ : ادْعُ لِيَ الْمُهَاجِرِينَ الْأَوَّلِينَ. فَدَعَاهُمْ فَاسْتَشَارَهُمْ، وَأَخْبَرَهُمْ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ، فَاخْتَلَفُوا، فَقَالَ بَعْضُهُمْ : قَدْ خَرَجْتَ لِأَمْرٍ، وَلَا نَرَى أَنْ تَرْجِعَ عَنْهُ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ : مَعَكَ بَقِيَّةُ النَّاسِ وَأَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا نَرَى أَنْ تُقْدِمَهُمْ عَلَى هَذَا الْوَبَاءِ. فَقَالَ : ارْتَفِعُوا عَنِّي. ثُمَّ قَالَ : ادْعُوا لِيَ الْأَنْصَارَ. فَدَعَوْتُهُمْ فَاسْتَشَارَهُمْ، فَسَلَكُوا سَبِيلَ الْمُهَاجِرِينَ، وَاخْتَلَفُوا كَاخْتِلَافِهِمْ، فَقَالَ : ارْتَفِعُوا عَنِّي. ثُمَّ قَالَ : ادْعُ لِي مَنْ كَانَ هَاهُنَا مِنْ مَشْيَخَةِ قُرَيْشٍ مِنْ مُهَاجِرَةِ الْفَتْحِ. فَدَعَوْتُهُمْ، فَلَمْ يَخْتَلِفْ مِنْهُمْ عَلَيْهِ رَجُلَانِ، فَقَالُوا : نَرَى أَنْ تَرْجِعَ بِالنَّاسِ وَلَا تُقْدِمَهُمْ عَلَى هَذَا الْوَبَاءِ. فَنَادَى عُمَرُ فِي النَّاسِ : إِنِّي مُصَبِّحٌ عَلَى ظَهْرٍ فَأَصْبِحُوا عَلَيْهِ. قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ : أَفِرَارًا مِنْ قَدَرِ اللَّهِ ؟ فَقَالَ عُمَرُ : لَوْ غَيْرُكَ قَالَهَا يَا أَبَا عُبَيْدَةَ، نَعَمْ نَفِرُّ مِنْ قَدَرِ اللَّهِ إِلَى قَدَرِ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ لَكَ إِبِلٌ هَبَطَتْ وَادِيًا لَهُ عُدْوَتَانِ ؛ إِحْدَاهُمَا خَصِبَةٌ، وَالْأُخْرَى جَدْبَةٌ، أَلَيْسَ إِنْ رَعَيْتَ الْخَصْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ، وَإِنْ رَعَيْتَ الْجَدْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ ؟ قَالَ : فَجَاءَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ وَكَانَ مُتَغَيِّبًا فِي بَعْضِ حَاجَتِهِ، فَقَالَ : إِنَّ عِنْدِي فِي هَذَا عِلْمًا، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ” إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ “. قَالَ : فَحَمِدَ اللَّهَ عُمَرُ ثُمَّ انْصَرَفَ.
Dari Abdullah bin Abbas bahwa Umar bin Khatthab pernah bepergian menuju Syam, ketika ia sampai di daerah Sargha, dia bertemu dengan panglima pasukan yaitu Abu ‘Ubaidah bersama sahabat-sahabatnya, mereka mengabarkan bahwa negeri Syam sedang terserang wabah. Ibnu Abbas berkata; “Lalu Umar bin Khattab berkata; ‘Panggilkan untukku orang-orang muhajirin yang pertama kali (hijrah), ‘ kemudian mereka dipanggil, lalu dia bermusyawarah dengan mereka dan memberitahukan bahwa negeri Syam sedang terserang wabah, merekapun berselisih pendapat.
Sebagian dari mereka berkata; ‘Engkau telah keluar untuk suatu keperluan, kami berpendapat bahwa engkau tidak perlu menarik diri.’ Sebagian lain berkata; ‘Engkau bersama sebagian manusia dan beberapa sahabat Rasulullah Shalla Allahu ‘alaihi wa sallam. Kami berpendapat agar engkau tidak menghadapkan mereka dengan wabah ini, ‘ Umar berkata; ‘Keluarlah kalian, ‘ dia berkata; ‘Panggilkan untukku orang-orang Anshar’. Lalu mereka pun dipanggil, setelah itu dia bermusyawarah dengan mereka, sedangkan mereka sama seperti halnya orang-orang Muhajirin dan berbeda pendapat seperti halnya mereka berbeda pendapat.
Umar berkata; ‘keluarlah kalian, ‘ dia berkata; ‘Panggilkan untukku siapa saja di sini yang dulu menjadi tokoh Quraisy dan telah berhijrah ketika Fathul Makkah.’ Mereka pun dipanggil dan tidak ada yang berselisih dari mereka kecuali dua orang. Mereka berkata; ‘Kami berpendapat agar engkau kembali membawa orang-orang dan tidak menghadapkan mereka kepada wabah ini.’ Umar menyeru kepada manusia; ‘Sesungguhnya aku akan bangun pagi di atas pelana (maksudnya hendak berangkat pulang di pagi hari), bagunlah kalian pagi hari, ‘ Abu Ubaidah bin Jarrah bertanya; ‘Apakah engkau akan lari dari takdir Allah? ‘ maka Umar menjawab; ‘Kalau saja yang berkata bukan kamu, wahai Abu ‘Ubaidah! Ya, kami lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain. Bagaimana pendapatmu, jika kamu memiliki unta kemudian tiba di suatu lembah yang mempunyai dua daerah, yang satu subur dan yang lainnya kering, tahukah kamu jika kamu membawanya ke tempat yang subur, niscaya kamu telah membawanya dengan takdir Allah. Apabila kamu membawanya ke tempat yang kering, maka kamu membawanya dengan takdir Allah juga.’ Ibnu Abbas berkata; “Kemudian datanglah Abdurrahman bin ‘Auf, dia tidak ikut hadir (dalam musyawarah) karena ada keperluan.
Dia berkata; “Saya memiliki kabar tentang ini dari Rasulullah Shalla Allahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: “Jika kalian mendengar suatu negeri terjangkit wabah, maka janganlah kalian menuju ke sana, namun jika dia menjangkiti suatu negeri dan kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dan lari darinya.” Ibnu ‘Abbas berkata; “Lalu Umar memuji Allah kemudian pergi.” [Hadits Riwayat Al Bukhari 5729, 5730, 6973, dan Muslim 2219 rahimahumallah]
Demikian beberapa firman-firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sabda-sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terkait pencegahan dari penyakit.
Wallahu a’lam
Sayyid Syadly, Lc.
Referensi:
al wiqooyah ash shihhiyyah fis siiroh an nabawiyyah minal wabaa – intaaj kursiy syaikh abdillah ar roosyid likhidmatis siiroh war rasul shallallahu ‘alaihi wasallam.