Pembantu Rektor I Universitas Malaya Isi Kuliah Umum Di Stiba

Salah satu Professor Emiritus ( Professor Sepanjang Hayat ) Pembantu Rektor I dari kampus negeri ternama dan tertua di Malaysia, Universitas Malaya Kuala Lumpur, Prof.Datuk Dr. Osman Bakar, PHD, berkesempatan membawakan kuliah umum di Masjid Al Ihsan Kampus Ma’had ‘Aly al Wahdah (Stiba), Sabtu Malam 16 Januari 2011.

Deputy Chief Executive Officer  International Institute of Advanced Islamic Studies (IAIS) ini berbicara seputar sains dan Islam. Namun diawal pemamaparanya, mengungkap tentang isu sekularisme dan Pluralisme.

Menurutnya, untuk mencegah dan menghadapi isu seperti ini diperlukan ilmu yang cocok, Islam adalah sebuah jalan ilmu, yang dengannya dapat mencapai sukses dunia akhirat.

"Alquran itu merupakan pusat ilmu, secara prinsip cabang-cabang ilmu yang ada saat ini semua ada dalam Al Quran, tinggal manusia memanfaatkan berbagai potensi yang diberikan, seperti potensi panca indra dan perangkat-perangkat lainnya yang telah diberikan,"jelasnya.
 
Sebagaimana ayat yang pertama turun, perintah untuk membaca, tidak hanya membaca secara fisik akan tetapi membaca alam ini “membaca secara konfrehensif,  perintah membaca tidak titik,  akan tetapi membaca dengan menyebut nama Allah,” ungkap Wakil  International Institute of Islamic Thought (IIIT) Asia Timur.

Professor yang pernah mengajar  sains 5 tahun di salah satu universitas di Amerika ini, mengatakan kepada mahasiswanya yang non muslim bahwa asal mula perkembangan ilmu pengetahuan berasal dari  al Quran, ayat iqra yang pertama kali turun.

Beliau berharap agar kalangan generasi muda mahasiswa  nantinya muncul ulama,fuqaha masa depan berbasis ilmu. Dihadapan para calon dai, beliau mengharapkan dai bisa inovatif dan memiliki 2 senjata, yakni ilmu yang mendalam dan akhlak yang mulia.

Kita sebagai muslim mesti memperkukuh Islam sebagai tradisi dan dasar pijakan. Ilmu modern saat ini asalnya dari sains Islam. “ilmu yang tidak punya pertalian dengan ketuhanan, itu bukan ilmu,” ujarnya.

Professor bidang Falsafah Islam Universitas Malaya dan Universitas Antar Bangsa ini menjawab salah seorang pertanyaan mahasiswa yang mengatakan bahwa sains Islam lahir dari produk barat, beliau mengatakan bahwa pernyataan tersebut sudah out of date kadaluarsa, pendapat yang sudah tidak relevan.” Justru sains barat berasal dari sains Islam. Siapa belajar siapa, kalau tidak ada sains Islam tidak ada sains modern,” tegasnya. Banyak bukti tentang hal tersebut, seperti  nama-nama ilmuan Islam diterjemahkan dalam bahasa latin,  nanti berbagai karya-karya ilmuwan Islam diterjemahkan dari Arab ke Latin, baru Yunani mengetahui peradaban ilmu pengetahuan.

Senada dengan hal ini, Prof.Habib Chirzin, salah satu tokoh senior di Muhammadiyah yang merupakan Guru dari Mantan Ketua MPR Dr.Hidayat Nurwahid juga sebagai pembicara dalam kuliah umum ini, mengatakan bahwa saat beliau menghadiri pertemuan di Jenewa Swiss, ada tokoh Ilmuan Barat yang mengatakan bahwa saat ini sementara proses adanya suatu gerakan dari para ilmuan paling senior barat  bahwa suatu saat mereka akan mengucapkan terima kasih dan minta maaf kepada Islam, karena eropa pernah menggelapkan dan mencuri ilmu dan peradaban Islam. “ Suatu ketika ada “Sory Day” mereka akan mengatakan Afwan minkum Wasyukran lakum, Revolusi Industri I-III, itu semua tidak telepas dari Sains Islam,” ungkap tokoh yang pernah ditelepon langsung Syaikh Yusuf Qardawi ini tahun 1998 lalu ini.

Pembicara ketiga pada kuliah umum ini adalah  Drs.Mohammad Siddik, MA salah seorang tokoh Senior Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) yang juga Wakil Ketua Lembaga Perekonomian dan Keuangan MUI Pusat, mengatakan bahwa aktivitas dakwah jangan  hanya dibatasi bagi yang bisa ceramah di podium, bisa mengajar akan tetapi semua lini kehidupan harus mendukung kerja dakwah ini,sampai pada seorang tukang becak, bisa berperan dalam dakwah.

Trainer  Aktivis PII di awal-awal gerakannya ini, mengungkan bahwa seorang dai itu mesti multi fungsi, walau fokus pada ilmu-ilmu syari juga tidak melupakan ilmu-ilmu pendukung  lainnya diantaranya mengetahui berbagai ilmu sosial dan psikologi, pengetahuan tentang peta dakwah, sumber-sumber perekonomian, ilmu komputer, bahkan ilmu politik, supaya tidak mudah dimanfaatkan oleh suatu kepentingan.

Intinya, menurut Aktifis yang pernah berkecimpung puluhan tahun di organissi PBB Unicef ini, bahwa seorang dai itu harus meluaskan wawasannya, karena tugas dakwah ini berat.

Selain ketiga pembicara di atas ikut dalam rombongan ke Stiba, yakni Kordinator Malaysian Chapter IIIT Ahmad Shabrimi Mohamed Sidek, Anggota Islamic Epistemology and Curriculum Reform Project Shabran Kasim  dan Istri Prof.Osman, Ibu Baderiah.

Acara inti Professor yang telah menulis 15 Buku tentang Islam dan Peradaban, lebih 300 artikel internasional ini adalah menghadiri undangan seminar dari Universitas Negeri Makassar. Selain itu, Prof juga sempat mengisi Diskusi ICMI di Graha Pena, Seminar di Universitas Fajar dan Silaturahmi di UIN Alauddin Makassar. Kunjungan ini difasilitasi oleh Bapak Aswar Hasan, Ketua Komisi Informasi Provinsi (KIP) yang baru dilantik 12 April 2011 yang lalu (*) Dok.1,Dok.2,Dok.3
 

Artikulli paraprakHanung, Republika, “?” yang Penuh Tanda Tanya!
Artikulli tjetërDPC Pinrang dan Gowa Gelar Lagi Pelatihan Dirosa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini