Dahulu, para ulama membagi tauhid hanya dua jenis saja, dengan beberapa perbedaan nama yang mereka sebutkan, namun memiliki maksud yang sama.
Apa yang disebutkan oleh imam Ibnu Abi al-Izz -rahimahullah- ini misalnya (silahkan lihat photo). Dalam kitab beliau yang berjudul Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah beliau berkata:
ثم التوحيد الذي دعت به رسل الله ونزلت به كتبه نوعان توحيد في الإثبات والمعرفة وتوحيد في الطلب والقصد
Kemudian, tauhid yang didakwakan oleh para Rasul Allah dan yang termuat dalam kitab-kitab Allah yang diturunkan adalah Tauhid al-Itsbat wal ma’rifah dan tauhid ath-Thalab wal Qashd. (Syarh Aqidah Thahawiyah: 1/141)
Disebut sebagai tauhid ma’rifah wa al-istbat karena untuk mengetahui Allah adalah dengan cara mengetahui nama-nama dan sifat-sifatNya, serta kewajiban manusia adalah menetapkan apa yang Allah tetapkan untuk diriNya sendiri. Tauhid ini, saat ini lebih dikenal dengan istilah tauhid Rububiyah dan tauhid Asma Wasifat.
Disebut tauhid ath-Thalab wal Qashd karena setiap hamba diwajibkan hanya beribadah semata-mata karena Allah dan mencari keridanNya semata, serta tidak menyekutukan Nya dengan sesuatu apapun. Jenis tauhid ini, saat ini lebih populer dengan istilah tauhid ilahiyah atau uluhiyah.
Pembagian tauhid ini dimaksudkan untuk mengenali Allah dengan sebenar-benarnya dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Para ulama membuat nama-nama itu sebagai sarana untuk memudahkan pemahaman yang benar tentang tauhid, karena semua kekhususan Allah tidak boleh diberikan pada selainNya.
Untuk zaman akhir-akhir ini, ada pula ulama yang mebagi tauhid menjadi empat yaitu tauhid uluhiyah, rububiyah, asma wasifat dan mutaba’ah. Tauhid mutaba’ah maksudnya, ketika kita mentauhidkan Allah maka harus dengan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Adapula yang menamakan tauhid hakimiyah, maksudnya kita tidak boleh menyekutukan Allah dalam masalah hukum, Allah lah satu-satunya pembuat syariat dan tidak boleh merubah syariat Allah. Sebagian ulama sudah mencukupkan penamaan ini dengan tauhid Rububiyah saja, karena ia masuk di dalamnya.
Jadi,untuk dipahami bahwa penanamaan ini semua hanyalah ijtihad ulama dengan tujuan mentauhidkan Allah secara benar. Tidak bisa seseorang dihukumi sebagai ahli bid’ah hanya karena perbedaan nama yang mereka sebutkan padahal maknanya sama. Justru yang membid’ahkan itu harus mendatangkan dalil yang baru bahwa pembagian tauhid yang dikenal di masa Rasulullah hanya terbatas pada jumlah tertentu yang mereka sebutkan. Wallahu a’lam.
Oleh Ustadz Muhammad Ode Wahyu