Aku dan Wahdah Islamiyah
(Wahdah islamiyah menjadi wasilah hidayah menyapa hatiku)
Cuplikan naskah peserta lomba menulis Wahdah Islamiyah 2016
Oleh Kamaria
Hidup yang telah dijalani adalah sebuah masa lalu yang telah memberi arti pada diri kita. Setiap manusia tidak pernah bisa menebak apa yang akan terjadi pada hari esok karena itu adalah sebuah misteri. Kadang kita harus menoleh kebelakang melihat masa lalu untuk menjadikannya pelajaran di masa mendatang. Sungguh hidayah itu sangat mahal. Hidayah itu ibarat barang berharga yang dimiliki dan harus dijaga melebihi penjagaan terhadap harta.
Sepenggal kisah perjalananku yang kuharap seseorang bisa memetik manfaat darinya. Aku terlahir dari keluarga sederhana, seorang anak yang dulu kehadirannya sangat tidak diinginkan oleh ibu kandungnya. Di saat aku dalam kandungan ibuku berulang kali mencoba melakukan aborsi namun selalu gagal, akhirnya ibuku menyerah dan Alhamdulillah karena kasih sayang Allah saya terlahir kedunia ini dalam keadaan sehat, persalinan yang normal, lancar, tanpa cacat. Tapi bukan berarti ibuku kejam beliau adalah adalah orang terbaik dalam mendidikku hingga aku bisa seperti hari ini.
Aku dibesarkan dari keluarga yang berpemahaman islam minim, orang tuaku tidak pernah protes kalau anaknya tidak sholat, tidak mau belajar membaca Al – Qur’an. Saat duduk di bangku kelas 2 SMA semua temanku telah memakai jilbab di kelas, dan tersisa 2 orang yang belum mengenakan jilbab dan aku termasuk salah satu dari 2 siswi itu. Panas, risih, ribet ya itulah alasanku, di tambah lagi aku tidak lancar membaca Al – Qur’an.
Satu episode hidupku telah terlewati, sekarang aku memasuki sebuah dunia baru, ya dunia kampus, tempat menjamurnya pemikiran. Di awal aku memasuki dunia kampus aku belum ikut dalam halaqah tarbiyah, Aku masih menjelajah dari satu organisasi islam ke organisasi islam lainnya. Setiap aku mengikuti kajian suatu organisasi keislaman, tak pernah ada rasa puas, bahkan aku sudah mengikuti kajian tersebut hampir setahun lamanya, namun selalu ada tanya dalam pikiranku. Entahlah aku sendiri bingung karena banyak hal yang mereka lakukan yang bertentangan dengan batinku, aku terus mencari dan mencari. Ditengah kegundahanku salah seorang sahabatku mengajakku ikut daurah tapi kutolak, sampai – sampai terlontar dari lisanku”silahkan kamu cari jalanmu dan akupunn akan mencari jalanku sendiri”.
Tak pernah terlintas dalam benak ini bahwa suatu saat menjadi seorang akhwat dengan busana muslimah yang aku kenakan hari ini. Karena itu bukanlah impian hidupku. Bahkan aku termasuk orang yang tidak suka dengan akhwat yang berjilbab panjang. Kenapa ??? ya karena dimataku seseorang akhwat itu berlebihan dalam berhijab, jilbabnya terlalu lebar dan tertutup.
Segala pencarianku tidak kunjung mendapatkan hasil, saat itu hari jum’at salah seorang teman kelasku yang akhwat mengajakku ikut kajian jum’at, entah angin apa yang membuatku menerima ajakannya. Padahal sebelum – sebelumnya saya selalu menghindar dari ajakan akhwat. Setelah kajian jum’at dibagi-bagikan formulir daurah. Tanganku pun meraih selembar formulir tersebut, tanpa pikir panjang aku ikut dalam daurah tersebut. yaa hanya sekedar ikut. Inilah titik awal dalam perjalananku yang mengubah paradigma berfikirku. Inilah pertama kalinya aku ikut tarbiyah, Sosok akhwat yang sederhana dan bijaksana begitu tulus memberikan ilmunya, dialah murabbiku. Setiap pekan kegiatan tarbiyah ini berlangsung kurang lebih 2 sampai 3 jam, Alhamdulillah aku rajin mengikuti kegiatan ini meskipun kuliahku begitu padat tapi aku masih menyisakan waktuku untuk mempelajari islam. Ditarbiyah aku begitu banyak mendapatkan ilmu, sahabat dan ada ketenangan yang kudapatkan.
Namun ditengah perjalanan hidupku Allah hendak mengujiku. Hari itu sebuah sms masuk dihpku “bisa kirimkan daftar mata kuliah yang semester ini ?”dengan spontan langsung kubalas smsnya, ya ternyata dia adalah temanku Rais yang pernah cuti satu semester. Setiap ada persoalan akademik dia selalu sms ke nomorku, mulanya biasa saja, sms biasa saja tapi lama kelamaan keakraban itu terjalin tanpa aku sadari. Seolah tiada hari tanpa komunikasi, bahkan Rais sering ke kostku pinjam buku, tugas atau yang lainnya. Seiring dengan tarbiyah yang kujalani saya tersadar bahwa ini tidak dibolehkan dalam islam. Aku mulai bimbang. Mau menyampaikannya berat apalagi selama ini Rais orang yang paling perhatian dan sering membantuku. Ternyata teman kostku sering memperhatikan kami. Suatu hari saat Rais ke rumah, Nisa ( teman kamarku ) berkomentar“ iih kakak longgar hijabnya, kakak kena virus yaa?”, cie – cie tiap malam diapelin. Aku tersendat saat itu, lalu kujawab “de’ kami itu sahabatan tidak lebih dan tidak kurang dari itu” . Kemudian dengan pelan Nisa berkata” kak tidak ada persahabatan sejati tanpa ada rasa”. Aku terdiam dan begitu malu.
Hari – hari berlalu, aku mulai membatasi komunikasi dengan Rais dengan harapan dia mau mengerti. Sungguh kondisi ini sangat menyiksaku. Setiap aku tarbiyah, nasehat – nasehat dari murabbiku begitu menusuk hatiku. Aku tersadar dengan apa yang aku alami. Hingga suatu malam Rais datang ke kostku ingin bercerita sesuatu, belum pernah aku melihat wajahnya seceria itu. Rais bercerita panjang lebar, namun segera kututup pembicaraan, aku langsung meninggalakannya masuk ke rumah dan membanting pintu, dibalik pintu aku menangis . Dia pun berlalu, setelah itu dia menjauh dariku. Kami jalan masing – masing bahkan ketika bertemu di kelas sudah tak bertegur sapa, tidak ada lagi sms, atau teleponnya, saat aku ingin meminta maaf nomornya sudah tidak aktif. Berulang kali kucoba menghubungi nomornya namun tidak aktif. Sedih itu sudah pasti namun itulah yang terbaik, caraku memang salah tapi lisanku amat berat menyampaikannya. Untukmu yang telah banyak berkorban, yang selalu membantuku, yang menganggapku cuek. Maafkan aku, semoga Allah senatiasa memberikan yang terbaik untukmu dimanapun engkau berada. Sahabatku terima kasih telah mengajarkanku banyak hal untuk hidup ini.
Setahun pertama begitu berat, kadang rasa rindu itu masih ada, tapi segera kutepis jauh – jauh. Tahun 2009 aku mantap mengenakan hijab syar’i, kusibukkan hari – hariku dengan menuntut ilmu dan terlibat dalam kepengurusan. Disini aku belajar banyak hal tentang arti hidup, pikiranku lebih fokus terhadap dakwah.
Ujian hidup takkan usai selagi kita masih hidup. Saat penyusunan skripsi, awalnya aku merasa bagitu senang karena mendapatkan pembimbing yang begitu aktif di kampus. Namun skripsiku terkatung – katung, kedua pembimbingku super sibuk, referensi penelitianku susah didapatkan. Mau ganti judul tidak dapat izin. Dengan berat hati kulanjutkan penelitianku. Mungkin karena terlalu sibuk dan pola makan tidak teratur ditambah beban pikiran, akhirnya aku jatuh sakit hampir sebulan. Setelah sembuh giliran laptopku yang rusak, sebagian fileku hilang dan pembimbingku jatuh sakit ( gagal ginjal ) dan harus cuci darah 3 kali dalam sepekan, sementara orang tuaku menginginkan agar aku selesai secepatnya. Sebenarnya aku sudah menyerah dan jenuh dengan skripsiku, tapi murabbiku selalu memberiku motivasi dan dukungan untuk selalu bersabar.
Segala upaya aku lakukan hingga aku bisa ujian tutup, hambatan demi hambatan datang silih berganti. Saat aku mengajukan untuk ujian tutup, mahasiswa lain justru mundur karena pengujinya adalah seorang profesor yang terkenal sangar di kampus, tapi aku tidak peduli. Giliran pengajuan jadwal aku di marah – marahi di bagian adminstrasi karena jadwal yang kuajukan di luar dari jadwal ketetapan di kampus. Jadwal di kampus bersamaan dengan cuci darah pembimbingku. Akhirnya usulan waktuku di terima namun saat undanganku hendak diprint terjadi pemadaman listrik, bukan hanya itu undanganku baru ditandatangani pak Dekan sehari sebelum ujian, yang sempat membuatku pesimis. Tibalah hari itu saya ujian tutup, hanya 2 orang peserta ujiannya. Saat aku mempresentasekan judulku penelitianku, diluar dugaan subhanallah ketua jurusanku saat itu mengumumkan dihadapan penguji dan pembimbing bahwa judulku lolos seleksi. Aku mendapatkan dana penelitian dan nilai skripsiku A. Satu masalah telah terselesaikan.
Tahun 2012 di pertengahan ramadhan Allah memberiku kado istimewa, hari itu aku kecelakaan dan dirawat di rumah sakit, 5 tulang rusuk belakangku patah. Saya mengalami gangguan pernafasan. Subhanallah, Aku mungkin tidak akan pernah tahu betapa berartinya nafas ini sekiranya aku tidak mengalami kecelakaan. Satu tarikan nafas itu amatlah berharga. Beberapa kali keluargaku menyarankan agar aku melakukan pengobatan tidak syar’I, tapi aku menolaknya. Apalah arti kesembuhan itu jika kita menyekutukan Allah. Mudah bagi Allah untuk menyembuhkan hamba – hambaNya. Meski demikian alhamdulillah halaqah binaan dan tarbiyahku tetap berjalan. Setiap kali aku keluar rumah korsetku selalu setia menemaniku. Karena jika benda itu tidak melekat dibadanku maka sakitnya tak tertahankan.
Setahun telah berlalu, Alhamdulillah Allah mempertemukanku dengan bulan ramadhan, kembali aku kembali mendapatkan kado istimewa dari Allah subhana wata’ala, berdasarkan hasil diagnosa dokter dan hasil uji lab aku dinyatakan ginjal, padahal aku masih dalam tahap pemulihan pasca kecelakaan. Allahu’alam apa penyebabnya tapi dari hasil analisaku selama ini terlalu banyak mengonsumsi obat anti nyeri dengan dosis tinggi yang mempengaruhi fungsi ginjal, parahnya lagi saat itu saya sempat mengalami kelumpuhan yang saya sendiri tidak tahu penyebabnya. Ujian hidup tidak tidak berhenti sampai disitu, sebagai seorang anak yang sudah mengantongi gelar S.Pd, tentu orang tua menginginkan anaknya bekerja apalagi kalau sudah pulang kampung. Tapi, apa mau dikata saya sudah berusaha mencari pekerjaan dari satu sekolah ke sekolah lain tapi belum di terima. Sebenarnya saya sudah di terima di salah satu yayasan di kota dengan gaji tinggi tapi dengan konsekuensi halaqah binaanku dan tarbiyahku harus aku lepaskan, akhirnya tawaran itu aku tolak.
Aku sangat faham keinginanan orang tuaku, ayahku suka marah – marah karena saya belum juga dapat pekerjaan dan sakit – sakitan, dan beliau mulai protes kalau saya keluar tarbiyah dan mengisi tarbiyah. Beliau menyalahkan tarbiyahku, bahkan yang parahnya suatu malam ayahku mengusirku dari dari rumah dan memintaku memilih antara tarbiyah dengan keluarga. Saat itu aku hanya bisa menangis. Kesulitan dalam menjalani hidup ini itu telah menyatu dalam hidupku, dibalik kesulitan yang kita jalani akan senantiasa ada kemudahan yang Allah berikan sebagaiman firman Allah Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.( Qs Al – Insyirah : 5 – 6 ).
Alhamdulillah atas izin Allah saya kini sudah mengajar di sebuah sekolah meski sebagi guru honorer tetapi itu telah memberikan angin segar dalam diriku. Halaqah binaanku juga berjalan lancar bahkan ayahku sekarang sudah tidak protes dengan aktivitas dakwahku. Wahai saudaraku jangan pernah berputus asa dari janji Allah sebagaimana dalam Qs Muhammad : 7 (Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu).
**Rais dan Nisa bukan nama asli ( Nama samaran )