Memandang Allah di surga bagi orang-orang mukmin adalah suatu yang haq. Allah berfirman di dalam Alqur’an, “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnya-lah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23).
Melihat Allah di surga merupakan kenikmatan terbesar bagi orang-orang yang memasuki surga Allah. Kenikmatan ini tidak dirasakan oleh penduduk neraka sebab mereka terhalangi untuk melihat Rabb Yang Maha Indah.
Dua pihak yang menyelisihi masalah ru’yah (melihat Allah) ini di antaranya adalah sekte Jahmiyah dan Mu’tazilah. Mereka menolak kebenaran bahwa seorang mukmin di surga akan melihat wajah Allah dengan jelas dan terang. Pendapat mereka batil dan tertolak oleh Alqur’an dan As-Sunnah. Di antara dalil melihat Allah di surga adalah firman-Nya, “Wajah-wajah (orang Mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka memandang.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23).
Dalam ayat lain, Allah berfirman, “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (al-husna) dan tambahannya (kenikmatan melihat wajah Allah).” (QS. Yunus: 26). Yang dimaksud dengan al-husna adalah surga dan tambahan adalah melihat Wajah Allah yang mulia.
Begitulah Rasulullah menafsirkannya, juga para sahabat beliau sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Suhaib, ia berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat ini (QS. Yunus: 26) lalu bersabda, “Bila penghuni surga telah masuk surga dan penduduk neraka telah masuk neraka, seorang penyeru mengumumkan, ‘Wahai penghuni surga, sesungguhnya kalian mempunyai janji di sisi Rabb kalian yang Dia ingin tunaikan bagi kalian.’ Mereka bertanya, ‘Apa itu?’ Bukankah Dia telah memberatkan timbangan amal kebaikan kami, mencerahkan wajah kami, memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari api neraka?’ Lalu Allah menyingkap tabir, maka mereka melihat kepada-Nya. mereka tidak diberi sesuatu yang lebih mereka cintai dari pada melihat kepada Allah, dan ini adalah tambahan itu.” (HR. Muslim, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa Rasulullah pernah duduk-duduk bersama para sahabat beliau. Saat itu malam ke-14 bulan sangat terlihat dengan jelas. Rasulullah kemudian bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian dengan mata kepala kalian sebagaimana kalian melihat bulan itu, kalian tidak perlu berdesakan untuk melihatnya.” (HR. Bukhari-Muslim).
Berbeda dengan orang-orang beriman, orang-orang yang ingkar kepada Allah akan terhalang dari melihat wajah-Nya. Allah berfirman, “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Rabbnya.” (QS. Al-Muthaffifin: 15).
Melihat Allah di Dunia
Adapun melihat Alla di dunia, para ulama bersepakat bahwa tidak seorang pun di dunia ini yang dapat melihat Allah dengan matanya. Mereka tidak berbeda pendapat dalam masalah ini kecuali pendapat tentang Nabi Muhammad. Di antara para ahli ilmu ada yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad pernah melihat Allah dan di antara mereka mengatakan bahwa Nabi Muhammad juga tidak dapat melihat Allah di dunia.
Syaikh Abdul Akhir Hammad Al-Ghunaimi dalam “Al-Minhah Al-Ilahiyah fi Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah” mengatakan bahwa manusia tidak melihat Allah di dunia karena pandangan mata manusia yang lemah bukan karena melihat-Nya adalah mustahil. Bila seseorang mengarahkan pandangan matanya ke matahari, dia tidak kuasa melihatnya bukan karena apa yang dilihat tidak bisa dilihat, akan tetapi karena mata penglihatannya yang tidak kuat. Tetapi di akhirat, Allah akan menyempurnakan kekuatan manusia sehingga mereka kuat melihat-Nya.
Oleh Ustadz Mahardy Purnama