Ibadah umrah memang ibadah yang sangat spesial ketika dibandingkan dengan ibadah-ibadah yang lain, karena ibadah tersebut dikerjakan ditempat yang khusus dengan tatacara yang khusus.
Ada sholat didalamnya, ada dzikir, ada tawaf, ada sa’i, tahalul dan do’a-do’a yang dipanjatkan kepada allah subhanahu wata’ala di tempat yang paling mulia diatas permukaan bumi.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا ، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
“Antara umrah yang satu dan umrah lainnya, itu akan menghapuskan dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasannya melainkan surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain dapat menghapuskan dosa-dosa, ibadah umrah juga ternyata dalam hadits hassan shohih juga dapat menghilangkan kefakiran.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
“Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (HR. An Nasai, Tirmidzi dan Ahmad, Syaikh Al Albani menghukumi hadits ini sebagai hasan shahih)
Maka mungkin sebagian orang heran, kok ada orang yang setiap tahun bisa berangkat umrah, karena mungkin saja Allah telah menghilangkan kefakiran dari orang tersebut dan membuatnya menjadi orang yang mampu dari segi finansial.
Apa syarat boleh mengumrahkan orang lain?
Diantara syarat yang paling utama yaitu orang tersebut harus umrah terlebih dahulu. Atau kalau orang tersebut belum umrah bisa dengan meminta orang yang sudah pernah umrah untuk mengumrahkan orang tua kita.
Dari sahabat yang mulia Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma :
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ « مَنْ شُبْرُمَةَ ». قَالَ أَخٌ لِى أَوْ قَرِيبٌ لِى. قَالَ « حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ ». قَالَ لاَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ »
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang mengucapkan, “Labbaik ‘an Syubrumah (aku memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah, atas nama Syubrumah.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Memangnya siapa Syubrumah?”
Ia menjawab, “Syubrumah adalah saudaraku atau kerabatku.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bertanya, “Engkau sudah berhaji untuk dirimu?”
Ia menjawab, “Belum.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memberi saran, “Berhajilah untuk dirimu dahulu, barulah berhaji atas nama Syubrumah.” (HR. Abu Daud, no. 1811. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Namun Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini shahih)
Para ulama berkata bahwa hukum badal umrah sama dengan hukum badal haji.
(Dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah juz ke-30, halaman 328-329 dalam pembahasan umrah untuk yang lain disebutkan).
Semoga kita yang berkemampuan secara finansial, bisa berbakti kepada kedua orangtua dengan maksimal, salah satunya yaitu dengan mengumrahkan mereka.
Oleh : Ustadz Yoshi Putra Pratama S.H.
– Mahasiswa Universitas Islam Madinah KSA