Anak yang kita lahirkan, selain ia adalah ni’mat, ia juga adalah merupakan amanah dari Allah Azza Wajalla, dan amanah itu akan dimintai pertanggung jawaban. Orang tua mempunyai kewajiban yang sangat besar dalam pembinaan anak-anaknya. Sebagai mana yang disebutkan dalam Al-Qur’an .
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. 66 : 6).
Ayat tersebut adalah merupakan penegasan bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk membina, membimbing, dan mendidik anaknya, bukan hanya sukses didunia tapi yang lebih tinggi lagi adalah terjauh dari azab api neraka. Apabila amanah ini dilaksanakan dengan baik, maka yang mendapat manfaatnya adalah orang tua, selain anak itu sendiri. Begitu berbahagianya seorang anak, manakala mendapat orang tua yang amanah, yang mau bahkan berusaha membimbingnya kearah yang benar. Namun begitu sengsaranya anak, manakala mempunyai orang tua yang tidak bertanggung jawab akan pembinaan anaknya, bahkan membiarkan anaknya dibina oleh lingkungan yang sedemikian ganas.
Begitu gembiranya orang tua manakala anak yang dia lahirkan berprestasi semua, ada sebagai PNS, ada yang sebagai direktur perusahaan, ada yang menjadi wiraswasta, dll. Maka terkadang bukan hanya orang tua itu yang bangga, bahkan keluarga dan tetangga terkadang iri dan bertanya-tanya “bagaimana cara mendidik anak sehingga berhasil semua”. Maka begitu berbahagia orang tua yang memiliki anak seperti itu. Sebaliknya, bagaimana susah dan sedihnya orang tua, apabila anak-anaknya menjadi anak nakal. Yang tua kecanduan narkoba, yang ke dua menjadi pimpinan geng motor, yang ke tiga ditangkap polisi karena mencuri helem dan yang bungsu sering membolos dari sekolah. Pada saat anak itu ditangkap polisi, maka yang paling pertama dicari adalah orang tuanya. Bagaimana kalau keempat-empatnya bermasalah, maka begitu susahnya orang tua.
Begitu bangganya orang tua tatkala anaknya yang kelas 3 SD mendapat peringkat pertama disekolah dari 30 siswa, ia akan berusaha meluangkan waktu untuk mengambil raport anaknya. Bagaimana dengan orang tua yang anaknya di kelas 3 SD tetapi ia mendapat peringkat ke 30 dari 30 siswa. Saat orang tuanya diminta untuk datang mengambil raport, mungkin ia akan mencari alasan untuk tidak datang, dan meminta tukang bentor atau tukang kebun yang datang mengambilkan.
Demikian pulalah dalam hal ibadah, orang tua akan mendapatkan pahala yang besar. Jika anaknya shalat, maka anak itu dapat pahala, dan orang tuanya juga dapat pahala. Jika anak itu melakukan kebaikan atau ibadah, anak itu dapat pahala dan orang tuanya juga akan dapat pahala. Sampai kepada orang tuanya sudah meninggal dunia, pahala itu akan terus mengalir, disebabkan karena anak-anak yang sholeh yang ia tinggalkan. Dalam salah satu riwayat disebutkan,,
“Jika meninggal manusia, maka akan terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga,yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang senantiasa mendoakan orang tuanya” (AlHadits).
“yang akan mengiringi mayat itu ada tiga, dua yang akan kembali dan satu saja yang tinggal bersama dengan si mayyit, yang mengiringinya keluarganya, hartanya dan amal-amalnya, dua yang kembali yaitu keluarga dan harta dan yang tinggal bersama dengan dia adalah amal-amalnya” (AlHadits)
Namun dalam mendidik anak, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu usaha yang sangat kuat serta keseriusan yang sangat tinggi untuk menggapai semua itu. Ada beberapa metode tarbiyatul aulad yang dapat dilakukan untuk mendapatkan generasi yang unggul sehingga orang tua dapat menjadi orang tua yang sukses baik didunia maupun diakhirat.
1. Tunjukkan keteladanan yang baik
Keteladanan adalah kata kunci keberhasilan dalam pembinaan anak. Sebab anak-anak yang kita lahirkan, mereka itu akan belajar dari apa yang mereka lihat, apayang mereka dengar dan dari apa yang mereka rasakan. Anak adalah pembelajar yang baik, dan pelajaran yang paling pertama mereka dapatkan adalah dari orang tuanya. Pantaslah kalau Rasulullah menyebutkan ,,
“setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi yahudi, majusi atau nasrani” (AlHadits)
Mereka dilahirkan seperti kertas putih bersih, kitalah sebagai orang tua yang akan menorehkan diatas kertas tersebut apa saja. Oleh karenanya orang tua memiliki peran yang utama. Disinilah dituntut keteladanan dari orang tua sejak dini. Mana mungkin anak akan rajin sholat, sementara orang tuanya tidak pernah dilihat sholat oleh anaknya. Mana mungkin anak akan berkata-kata yang baik, apabila ia senantiasa mendengar kata-kata kotor atau kurang baik dari orang tuanya.
Dan keteladanan itu menuntut satunya kata dan perbuatan. Tidak ada artinya seribu kata-kata yang baik dibandingkan dengan satu perbuatan buruk yang bertentangan dengan kata-kata tersebut. Dengan tegas Allah menyebutkan bahaya manakala tidak sama kata dan perbuatan
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” (QS. 61 : 2-3).
Sering kita sebagai orang tua dan guru memberikan contoh yang buruk kepada anak kita,dimana tidak satunya kata dan perbuatan. Sehingga anak-anak kita mengalami split personality (kepribadian yang terpecah) ilmu disatu sisi dan kenyataan disisi yang lain. Contoh kecil, disekolah siswa dilarang merokok, hampir semua sekolah memajang dengan tulisan besar “no smoking” dilarang merokok. Jika ada siswa yang merokok maka akan dihukum dengan hukuman yang keras. Namun apa arti semua itu??, anak hanya takut merokok dalam lingkungan sekolah, tetapi satu jengkal keluar dari sekolah,mereka merokok lagi. Kenapa hal ini terjadi ?, hal ini boleh jadi disebabkan karena guru. Coba kita bayangkan kalau ada guru dengan gagahnya perdiri dihadapan murid-muridnya dan mengatakan dilarang merokok, menjelaskan bahayanya rokok, sementara ia sambil menghisap rokoknya, nauzubillah. Begitu seringnya para siswa kita dipertontonkan adegan yang sangat memilukan tentang contoh ketidak disiplinan. Para siswa disuruh untuk hadir tepat waktu jam 7.15, bila terlambat maka mereka mendapat begitu banyak hukuman. Akan tetapi yang sangat memiriskan, jika guru yang terlambat maka tidak ada hukuman untuk mereka. Dirumah juga tak kalah hebatnya. Betapa sering kita orang tua menyuruh anak mengaji, sedangkan kita tidak mengaji, menyuruh mereka ke masjid sementara kitanya tidak ke masjid, dll. Jadi jangan kaget kalau ada anak usia 4 tahun, dengan lugunya menyanya balik orang tuanya, “kalau ayah, koq ayah tidak ngaji, koq ayah tidak ke masjid, koq ayah ….”.
Marilah menjadi teladan yang baik untuk mereka apabila kita ingin anak kita tumbuh kembang dengan baik. Perhatikanlah setiap ucapan yang keluar dari mulut kita, apakah sama dengan perbuatan. Ingat, anak adalah pembelajar yang baik. Mereka mungkin saja tidak bicara atau protes, namun mereka akan menyimpan semua itu dalam memorynya, dan akhirnya akan mencontoh semua apa yang dilihat, didengar dan dirasakannya.
2. Berikanlah pengajaran yang baik
Karena mereka adalah tunas-tunas muda, maka pengajaran yang baik selayaknya diberikan pada mereka. Kitalah orang tua yang mempunyai peran yang sangat besar untuk itu. Ada kata-kata hikmah yang mengatakan “belajar diwaktu kecil, bagaikan mengukir diatas batu, namun belajar diwaktu besar bagaikan mengukir diatas pasir”. Mengajari mereka diwaktu kecil, akan begitu kuat terukir dibenak mereka, sulit lepasnya dan kesannya begitu mendalam. Sementara mengajari mereka diwaktu besar/dewasa, mungkin saja ada manfaatnya, namun kadang tidak sekuat dengan belajar diwaktu kecil. Pantaslah jikalau Rasulullah menyuruh kita untuk mengajari anak sholat sewaktu usia tujuh tahun, bila sepuluh tahun tidak sholat maka pukullah dia.
Sungguh dengan pengajaran yang baik dimasa kecil,itu akan melembutkan hatinya dan akan membuat terang pandangan matanya. Lihatlah pohon yang masih kecil didepan rumah, begitu mudahnya kita lekukkan batangnya karena masih muda. Coba kalau sudah besar pohon itu dan kita juga ingin melekukkannya, maka bukan lekukan yang didapat, tapi pohon itu akan patah.
3. Biasakanlah ia dengan hal-hal yang baik
Bukankah kita mampu bangun disubuh hari setiap hari, itu karena kebiasaan kita selama ini. Kita mampu untuk berpuasa dibulan Ramadhan 30 hari, itu karena pembiasaan yang di biasakan sewaktu kita masih kecil oleh orang tua kita. Sungguh kebaikan-kebaikan yang kita lakukan hari ini, itu semua adalah buah pembiasaan. Demikian pula keburukan-keburukan yang kita lakukan juga adalah buah pembiasaan yang buruk.
Marilah kita biasakan yang baik terhadap anak-anak kita, memang agak berat diawal memulai kebiasaan yang baik, sebab butuh adaptasi. Akan tetapi kalau sudah terbiasa, maka akan menjadi kebiasan yang otomatis dilakukan tanpa ada komando lagi.
4. Perhatian yang kuat
Perhatikanlah anak-anak kita, dari apa yang ia tonton, game yang ia mainkan, teman-teman sepermainannya, gaya bicaranya, cara bergaulnya, dll. Sebab manakala tidak, boleh jadi kita akan menyesal dikemudian hari. Sesuatu yang buruk yang dilakukan anak, kalau dilakukan secara berulang-ulang maka ia akan menganggap keburukan itu sesuatu yang baik.
Miris hati kita hari ini melihat begitu banyak anak-anak putri yang hamil diluar nikah. Mereka bergaul tanpa kontrol dari orang tua, seakan tidak ada pelarangan, karena orang tua mengaggap bahwa mereka sudah besar, sudah mampu bertanggung jawab. Padahal sewaktu itu terjadi, justru bukan hanya sang pacar tidak bertanggung jawab karena masih remaja,tetapi juga orang tua dan keluarga besar si anak putri ini yang menanggung malu. Begitu miris hati kita membaca begitu banyak pemberitaan tentang pelecehan seksual, sampai kepada anak-anak kecil menjadi korban kebejatan nafsu syahwat dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Perhatikanlah hasil survey yang dilakukan Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2010 di 12 kota besar di Indonesia dengan 4500 responden remaja SMP dan SMA, hasilnya begitu mencengangkan, 97% remaja SMP dan SMA sudah pernah nonton video porno, 93,7% sudah pernah berciuman hingga bercumbu, 62,7% siswi SMP sudah tidak perawan lagi, dan 21,2% remaja SMA sudah pernah melakukan aborsi.
Astagfirullah, inilah sebenarnya buah yang dituai dari apa yang selama ini ditanam. Kebebasan anak-anak mengakses internet dengan tidak ada kontrol sama sekali sehingga pergaulan bebas bahkan seks bebas semakin marak. Kebanyakan pelaku pelecehan seksual apabila mereka ditanya mengapa mereka melakukan itu, mereka menjawab bahwa iamelakukan hal bejat itu karena pengaruh tanyangan porno. Dan itu mereka kadang praktekkan kepada teman dekatnya, apakah itu pacar, anak tetangga bahkan sampai kepada hewan, wanaudzubillah. Ditambah lagi dengan tayangan-tanyangan sinetron yang tidak mendidik anak-anak kita, munculnya program-program yang hanya membuat lalai remaja kita, ditambah dengan tidak adanya kontrol dari orang tua akan tayangan-tayangan tersebut, lebih mempercepat proses penghancuran generasi.
Olehnya mari kita didik anak kita dengan baik, sayangilah mereka, bimbing dan bina mereka dengan baik, agar supaya mereka selamat bukan hanya didunia akan tetapi selamat dari azab api neraka.
oleh Ustadz Askar Yaman